Bendera Gerindra dan PDIP (Dok: Ist).KabarMakassar.com — Dua fraksi besar di DPRD Kota Makassar, yakni Fraksi PDI Perjuangan dan Fraksi Gerindra, menyampaikan pandangan kritis dan rekomendasi strategis terhadap jawaban Wali Kota Makassar terkait Rancangan Peraturan Daerah APBD Tahun Anggaran 2026.
Kedua fraksi menekankan bahwa digitalisasi pajak yang saat ini digencarkan pemerintah tidak boleh membebani pelaku UMKM, sekaligus harus meningkatkan transparansi dan mengurangi potensi kebocoran pendapatan daerah.
Juru Bicara Fraksi PDI Perjuangan, dr. H. Udin Shaputra Malik, menyampaikan bahwa pihaknya mengapresiasi jawaban Wali Kota sebagai bentuk transparansi dan akuntabilitas dalam menjelaskan perubahan garis besar keuangan daerah. Namun ia menilai penurunan pendapatan daerah yang cukup signifikan pada APBD 2026 harus diantisipasi dengan strategi yang lebih progresif.
“Penurunan target pendapatan sebesar 12,80 persen, termasuk PAD yang turun 6,25 persen dan pendapatan transfer yang turun 18,42 persen, merupakan dampak dari tekanan fiskal nasional. Kondisi ini harus dijawab dengan langkah strategis yang lebih agresif untuk memperkuat PAD, bukan justru melemahkan kapasitas fiskal daerah,” jelasnya, Minggu (30/11).
dr Udin menegaskan pentingnya diversifikasi sumber pendapatan dan optimalisasi potensi daerah. Ia juga menekankan perlunya percepatan digitalisasi melalui QRIS, virtual account, serta platform e-commerce seperti Gopay, ShopeePay, Tokopedia, dan LinkAja yang terintegrasi dalam Makassar Super App melalui aplikasi PAKINTA dan SIKPAKDU.
“Digitalisasi harus memudahkan masyarakat, mempercepat layanan, dan meningkatkan penerimaan daerah. Bukan menambah beban baru bagi pelaku UMKM,” ujarnya.
Sementara itu, Fraksi Gerindra melalui juru bicaranya menyampaikan penekanan yang senada. Mereka menilai digitalisasi pajak seperti PAKINTA dan SIMPAKDU harus memberikan dampak nyata terhadap pengurangan kebocoran pendapatan dan peningkatan transparansi.
“Penyesuaian target pendapatan tidak boleh menggantikan kewajiban pemerintah daerah untuk meningkatkan kinerja pendapatan. Digitalisasi pajak wajib berdampak pada efisiensi, kemudahan wajib pajak, serta tidak boleh membebani UMKM,” tegasnya.
Gerindra juga menyoroti pentingnya realisasi bagi hasil pajak provinsi, mengingat kontribusi pos pendapatan ini sangat vital bagi stabilitas fiskal kota.
“Kami meminta pemerintah kota lebih proaktif mengawal realisasi bagi hasil pajak provinsi agar fiskal daerah tidak terganggu,” imbuhnya.
Selain pendapatan daerah, kedua fraksi juga menyoroti masalah belanja modal yang turun hingga 34 persen. Fraksi Gerindra menyampaikan kekhawatirannya bahwa penurunan tajam ini dapat menghambat pembangunan infrastruktur dasar.
Mereka menegaskan agar pemerintah tetap mengutamakan proyek-proyek yang menyentuh kebutuhan masyarakat secara langsung. “Drainase, jalan lingkungan, sekolah, dan puskesmas harus tetap menjadi prioritas. Proyek yang bersifat prestisius perlu dikaji ulang bila tidak mendesak,” ujar juru bicara Gerindra.
Lebih lanjut, Ia menekankan bahwa belanja prioritas tidak hanya boleh berorientasi pada efisiensi, tetapi juga harus menjamin keberlanjutan layanan dasar seperti pendidikan, kesehatan, infrastruktur, pelatihan kreatif, dan penguatan UMKM. Mereka juga mendorong program urban farming agar turut memperkuat ketahanan pangan dan menambah pendapatan warga.
Ia meminta pengawasan lebih ketat terhadap realisasi program dan pengelolaan aset daerah, sementara Gerindra menilai besarnya SILPA harus menjadi perhatian serius.
“SILPA besar sering menunjukkan rendahnya serapan anggaran. Maka pemerintah harus mempercepat tender, memperkuat perencanaan, dan memastikan program berjalan sejak awal tahun anggaran,” tegas Fraksi Gerindra.
Pada akhir pandangannya, fraksi PDI-P dan Gerindra menyatakan menerima Ranperda APBD 2026 untuk disahkan menjadi Peraturan Daerah, namun tetap dengan catatan-catatan kritis yang harus diikuti pemerintah.


















































