KabarMakassar.com — Pengamat Ekonomi Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM), Murtiadi Awaluddin, menilai bahwa niat Indonesia untuk bergabung dengan kelompok BRICS Plus adalah langkah yang sejalan dengan prinsip politik luar negeri Indonesia yang bebas aktif.
Menurutnya, kebijakan ini memberi keleluasaan bagi Indonesia untuk menjalin kerja sama dengan berbagai kelompok negara demi meraih manfaat strategis, terutama di bidang ekonomi.
“Keputusan Indonesia untuk bergabung dengan BRICS Plus adalah bentuk implementasi politik bebas aktif. Ini memungkinkan Indonesia untuk meningkatkan kolaborasi internasional di berbagai kelompok negara tanpa tekanan dari pihak manapun,” ujar Murtiadi, Rabu (30/10).
Ia menambahkan bahwa langkah ini berpotensi membuka peluang pasar yang lebih luas bagi Indonesia, yang selama ini sudah memiliki hubungan dagang yang kuat dengan beberapa negara BRICS.
Sebagai contoh, ketergantungan Indonesia terhadap impor kedelai dari Rusia, serta kebutuhan Rusia akan produk ekspor nonmigas Indonesia seperti minyak kelapa sawit dan rempah-rempah, menunjukkan potensi kerja sama yang lebih besar di masa mendatang.
“Bergabung dengan BRICS yang didominasi negara-negara selatan akan memperkuat posisi Indonesia dalam melakukan lobi bisnis, khususnya dalam memperluas pasar ekspor-impor,” kata Murtiadi.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa Indonesia harus berhati-hati untuk tidak terlihat berpihak pada satu blok tertentu.
Mengingat Indonesia juga memiliki hubungan baik dengan negara-negara barat, terutama Amerika Serikat dan sekutunya, Murtiadi menyarankan agar Indonesia tetap menjaga sikap netral demi kelancaran hubungan dagang yang telah terjalin.
Menurutnya, ndonesia harus bijak dalam menjaga keseimbangan ini, sehingga tidak menimbulkan kesan bahwa kita lebih condong pada negara-negara BRICS.
“Jika ada kesan seperti itu, negara-negara barat mungkin merasa tersinggung, yang dapat berdampak negatif pada akses pasar Indonesia, bahkan berpotensi menimbulkan sanksi atau embargo,” tambahnya.
Lebih lanjut, Murtiadi mengusulkan agar Indonesia terus memperlihatkan komitmen pada kedua belah pihak, baik negara-negara BRICS maupun negara-negara barat, melalui keterlibatan aktif dalam forum-forum internasional. Hal ini akan membantu menjaga persepsi bahwa Indonesia tetap netral dan terbuka untuk bekerja sama dengan semua pihak.
“Dengan aktif menghadiri pertemuan-pertemuan di BRICS maupun di blok barat, Indonesia dapat menunjukkan sikap netral dan menghindari diskriminasi dalam perdagangan internasional,” ujarnya.
Menurut Murtiadi, bergabungnya Indonesia ke BRICS seharusnya dilandasi oleh tujuan memperkuat kerja sama bisnis, khususnya dalam memperbaiki fasilitas ekspor-impor yang menguntungkan perekonomian Indonesia.
Sementara itu, tetap menjaga keseimbangan dalam kebijakan luar negeri menjadi kunci agar hubungan dagang Indonesia dengan negara-negara barat tetap stabil.
Untuk informasi, Indonesia secara resmi menyatakan minatnya untuk bergabung dengan aliansi ekonomi BRICS Plus, seperti yang diumumkan Menteri Luar Negeri RI, Sugiono dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) BRICS Plus di Kazan, Rusia, pada Kamis (24/10). Hal ini disampaikan oleh Juru Bicara Kementerian Luar Negeri, Roy Soemirat.
“Bapak Menlu sudah menyampaikan bahwa Indonesia berkeinginan untuk bergabung dalam BRICS,” dalam keterangannya yang dirilis Sabtu (26/10).
Roy menjelaskan bahwa Indonesia telah mengajukan keinginannya ini melalui pernyataan di KTT serta surat resmi yang diberikan kepada Menteri Luar Negeri Rusia, Sergey Lavrov, menandai dimulainya proses aplikasi keanggotaan Indonesia dalam BRICS.
Di forum tersebut, Menlu Sugiono menekankan pentingnya kerja sama dengan negara-negara BRICS dan negara-negara dunia selatan untuk mendukung hak pembangunan berkelanjutan dan reformasi sistem multilateral yang lebih inklusif serta sesuai dengan kondisi global saat ini.
Indonesia juga berharap BRICS bisa menjadi kekuatan yang menjunjung persatuan dan solidaritas antarnegara dunia selatan. Roy menyebutkan bahwa keputusan terkait keanggotaan Indonesia nantinya akan bergantung pada mekanisme BRICS.
Sebagai blok ekonomi yang terdiri dari Brazil, Rusia, India, China, dan Afrika Selatan, BRICS telah memperluas pengaruh globalnya sejak Agustus 2023 dan mencakup sekitar seperlima perdagangan dunia.
Indonesia saat ini tercatat sebagai mitra BRICS, berdasarkan pengumuman melalui akun resmi BRICS di platform X pada Kamis (24/10), yang menyebutkan penambahan 13 negara mitra baru, termasuk Indonesia.
Negara-negara lainnya yang tergabung sebagai mitra adalah Aljazair, Belarus, Bolivia, Kuba, Kazakhstan, Malaysia, Nigeria, Thailand, Turki, Uganda, Uzbekistan, dan Vietnam.