
KabarMakassar.com — Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyatakan kesiapannya untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu).
Ketua Komisi II, Rifqinizamy Karsayuda, menegaskan bahwa proses revisi akan dilakukan secara terbuka, akuntabel, dan mengedepankan partisipasi publik.
Ia menekankan pentingnya transparansi dalam setiap proses legislasi, terutama dalam konteks undang-undang yang sangat strategis seperti UU Pemilu.
“Kami akan membuka proses revisi ini secara akuntabel dan transparan. Semua pihak akan memiliki kesempatan yang sama untuk menyampaikan pandangannya,” tegas Rifqi dalam keterangannya, Senin (21/07).
Menurutnya, Komisi II DPR berkomitmen kuat untuk menerapkan prinsip meaningful participation atau partisipasi yang bermakna dalam setiap tahapan pembahasan revisi. Ia menyebut bahwa DPR akan mengundang berbagai elemen masyarakat, akademisi, lembaga penyelenggara pemilu, organisasi masyarakat sipil, dan pihak-pihak lain yang relevan untuk berdialog dan memberikan masukan.
“Kami tidak akan menutup ruang diskusi. Kami mempersilakan semua pihak yang ingin menyampaikan pikiran dan pandangannya terhadap revisi UU Pemilu ini,” ujar legislator dari Fraksi Partai NasDem itu.
Rifqi mengakui bahwa DPR kerap menerima kritik dari publik, khususnya dalam proses pembentukan undang-undang. Namun ia menilai kritik tersebut merupakan bagian dari dinamika demokrasi dan menjadi dorongan penting bagi parlemen untuk terus melakukan pembenahan dalam fungsi legislasi.
“Banyak kritik yang masuk, dan itu adalah sesuatu yang harus kami terima dengan terbuka. Justru dari situlah kami bisa mengevaluasi dan memperbaiki diri. Kalau ini bisa kita reduksi sedemikian rupa, saya yakin kualitas parlemen kita akan perlahan-lahan naik,” terangnya.
Lebih lanjut, Rifqi menyatakan bahwa revisi UU Pemilu harus menjadi momentum untuk memperkuat sistem demokrasi Indonesia, termasuk memperjelas aturan teknis, menyempurnakan sistem proporsional terbuka, serta memperkuat integritas penyelenggaraan pemilu di masa depan.
Ia juga menyinggung pentingnya mendengar langsung aspirasi dari penyelenggara pemilu seperti KPU dan Bawaslu, serta kelompok masyarakat sipil yang selama ini aktif melakukan pemantauan pemilu.
“UU Pemilu ini menyangkut hajat demokrasi kita yang paling fundamental. Maka harus kita rumuskan bersama dengan jernih dan penuh tanggung jawab,” ucapnya.
Revisi UU No. 7 Tahun 2017 menjadi sorotan publik karena dianggap sebagai tonggak penting dalam menentukan arah demokrasi Indonesia lima tahun ke depan. Beberapa isu krusial yang kerap mencuat dalam diskursus publik antara lain ambang batas parlemen (parliamentary threshold), sistem proporsional terbuka vs tertutup, serta efektivitas tahapan penyelenggaraan pemilu.
Komisi II DPR RI dijadwalkan mulai membahas draf revisi dalam masa sidang mendatang, dengan menargetkan adanya keterlibatan aktif seluruh elemen bangsa guna melahirkan regulasi pemilu yang lebih inklusif, adil, dan demokratis.