
KabarMakassar.com — Polemik pengelolaan aset Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Pemprov Sulsel) di kawasan reklamasi Centre Point of Indonesia (CPI) memasuki babak baru.
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sulsel tengah mematangkan wacana pengajuan hak angket untuk menyelidiki dugaan pelanggaran dalam pengelolaan lahan seluas lebih dari 12 hektare di kawasan strategis tersebut.
Wakil Ketua DPRD Sulsel, Fauzi A Wawo, menyebut seluruh syarat administratif untuk membawa usulan hak angket ke sidang paripurna telah terpenuhi. Ia menegaskan bahwa pimpinan dewan tidak memiliki dasar untuk menolak agenda tersebut karena sepenuhnya merupakan hak konstitusional anggota legislatif.
“Ini adalah hak konstitusional anggota. Semua persyaratan sudah lengkap, sehingga tidak ada alasan bagi kami di pimpinan untuk menghalangi. Tahapan selanjutnya adalah membahasnya dalam Badan Musyawarah dan menjadwalkan paripurna,” kata Politisi PKB itu, Jumat (18/07).
Namun, Fauzi menekankan bahwa sidang paripurna akan menjadi titik krusial dalam proses ini. Usulan hak angket hanya bisa dilanjutkan jika mendapatkan persetujuan dari setidaknya tiga perempat dari total 85 anggota DPRD Sulsel, atau sebanyak 64 orang. Bila tidak mencapai jumlah tersebut, proses otomatis dihentikan.
“Itu akan dibuka di paripurna. Jika 3/4 anggota yang hadir menyetujui, maka hak angket bisa dilanjutkan. Jika tidak, prosesnya otomatis terhenti,” tegasnya.
Kendati agenda hak angket mulai menguat, Fauzi menyampaikan bahwa prioritas DPRD saat ini masih terfokus pada penyelesaian Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Penandatanganan dokumen RPJMD dijadwalkan berlangsung pada 4 Agustus 2025.
Setelah itu, DPRD akan masuk masa reses, sehingga pembahasan hak angket diperkirakan baru bergulir pertengahan hingga akhir Agustus.
“Teman-teman menyebut ini sebagai semangat kemerdekaan, karena waktunya bertepatan dengan bulan Agustus. Tapi semua tergantung pada proses paripurna dan dukungan 3/4 anggota dewan,” ujarnya.
Di sisi lain, dinamika politik di internal DPRD Sulsel masih berlangsung. Sejauh ini, tiga fraksi yakni Demokrat, PDIP, dan Harapan telah menyatakan penolakan terhadap hak angket. Penolakan itu, menurut Fauzi, disebut merupakan arahan langsung dari partai masing-masing.
Sementara itu, Fraksi Gerindra belum menyampaikan sikap resmi dan juga belum menandatangani formulir dukungan.
“Demokrat, Harapan, dan PDIP menyampaikan bahwa mereka tidak menyetujui hak angket, katanya perintah dari partai. Gerindra belum menyatakan secara resmi menolak, tapi sejauh ini belum menandatangani dukungan,” ungkapnya.
Meski begitu, Fauzi menyebut bahwa komunikasi politik lintas fraksi masih terus berjalan. Tim inisiator hak angket masih melakukan konsolidasi untuk membangun kekuatan politik dan memenuhi kuorum dukungan.
“Komunikasi politik masih jalan. Kita tidak bisa pastikan hasil akhirnya, tapi tim inisiator terus berusaha membangun dukungan dari fraksi-fraksi,” jelasnya.
Fauzi juga tak menutup kemungkinan bahwa penyelidikan lewat hak angket nanti dapat menyasar keterlibatan eksekutif, termasuk Gubernur Sulsel, jika terbukti ada peran pemerintah yang memperpanjang polemik CPI.
Menurutnya, permasalahan CPI bukan sekadar urusan swasta, melainkan menyangkut pengelolaan aset negara oleh pihak-pihak yang seharusnya bertanggung jawab.
“Ini bukan persoalan swasta semata, tapi bagaimana peran pemerintah dalam pengelolaan aset. Kenapa setiap periode rekomendasi selalu berulang dan tidak tuntas?” tegasnya.
Jika disetujui, hak angket CPI akan menjadi langkah politik penting bagi DPRD Sulsel untuk membongkar potensi penyimpangan pengelolaan aset daerah di kawasan prestisius tersebut sekaligus menguji konsistensi sikap politik fraksi dalam menjaga transparansi dan akuntabilitas pemerintah.