KabarMakassar.com — Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat penurunan sebesar 1,13 persen dalam periode perdagangan 25-29 November 2024.
IHSG ditutup pada level 7.114,266, turun dari posisi 7.195,565 pada pekan sebelumnya. Meskipun demikian, beberapa indikator menunjukkan peningkatan aktivitas pasar yang cukup signifikan, memberikan sinyal optimisme menjelang akhir tahun.
Menurut Sekretaris Perusahaan PT Bursa Efek Indonesia (BEI), Kautsar Primadi Nurahmad, rata-rata nilai transaksi harian Bursa mengalami lonjakan sebesar 35,53 persen menjadi Rp13,45 triliun dari Rp9,93 triliun pada pekan sebelumnya.
Kenaikan ini juga tercermin pada rata-rata volume transaksi harian yang meningkat 31,23 persen menjadi 26,10 miliar lembar saham dibandingkan 19,89 miliar lembar saham di minggu sebelumnya.
Selain itu, frekuensi transaksi harian turut mengalami kenaikan sebesar 3,27 persen menjadi 1,14 juta kali transaksi dari 1,10 juta kali transaksi pada pekan lalu.
Namun, kapitalisasi pasar Bursa mengalami penurunan tipis sebesar 0,43 persen, dari Rp12.053 triliun pada pekan sebelumnya menjadi Rp12.000 triliun.
Investor asing juga mencatatkan aksi jual bersih sebesar Rp1,89 triliun pada Jumat, 29 November 2024.
Meskipun demikian, secara keseluruhan sepanjang tahun ini, investor asing telah membukukan nilai beli bersih sebesar Rp21,56 triliun, menunjukkan masih adanya minat dari investor luar negeri terhadap pasar saham Indonesia.
IHSG diproyeksikan tetap memiliki peluang untuk menguat menjelang akhir tahun. Para analis memprediksi bahwa indeks dapat bergerak dalam kisaran 7.300 hingga 7.400, dengan skenario terbaik berada pada level 7.400.
Optimisme ini didukung oleh berbagai sentimen, termasuk kebijakan pelonggaran suku bunga yang diharapkan mampu meningkatkan daya tarik sektor perbankan.
Saham-saham perbankan dinilai masih undervalued namun memiliki fundamental yang positif, menjadikannya peluang investasi yang menarik di penghujung tahun.
Meski demikian, perjalanan IHSG menuju level yang lebih tinggi masih menghadapi tantangan dari berbagai faktor.
Secara garis besar, terdapat tiga sentimen utama yang memengaruhi pergerakan IHSG di masa mendatang. Pertama adalah situasi makroekonomi, yang mencakup inflasi, suku bunga, dan pertumbuhan ekonomi.
Kedua adalah perkembangan di sektor komoditas atau industri tertentu, yang sering kali menjadi penentu kinerja saham di Indonesia. Ketiga, yang paling sulit diprediksi, adalah stabilitas politik baik di dalam maupun luar negeri.
Jika stabilitas politik dan ekonomi tetap terjaga, peluang IHSG menuju level 8.000 bahkan 8.200 pada awal 2025 masih terbuka lebar.
Proyeksi optimis ini juga bergantung pada keberlanjutan sentimen positif dari faktor makroekonomi serta dukungan dari investor asing.
Selain itu, pekan ini BEI mencatat enam penerbitan obligasi dan satu sukuk, yaitu Obligasi Berkelanjutan I Dian Swastatika Sentosa Tahap III Tahun 2024, Obligasi Berkelanjutan II Hartadinata Abadi Tahap I Tahun 2024.
Adapula Obligasi Berkelanjutan IV Toyota Astra Financial Services dengan Tingkat Bunga Tetap Tahap IV Tahun 2024, Obligasi Berkelanjutan VII, Obligasi Berwawasan Sosial Berkelanjutan I Sarana Multigriya Finansial Tahap IV Tahun 2024.
Obligasi Berkelanjutan III Bussan Auto Finance Tahap II Tahun 2024, serta Sukuk Mudharabah Berkelanjutan I Dian Swastatika Sentosa Tahap III Tahun 2024.
Secara keseluruhan, total emisi obligasi dan sukuk yang tercatat sepanjang 2024 telah mencapai 131 emisi dari 70 emiten dengan nilai Rp125,88 triliun.
Hingga kini, jumlah total emisi obligasi dan sukuk di BEI mencapai 595 emisi dengan nilai outstanding sebesar Rp473,19 triliun dan USD86,0163 juta.
Sementara itu, Surat Berharga Negara (SBN) yang tercatat di BEI mencapai 190 seri dengan nilai nominal Rp6.061,51 triliun dan USD502,10 juta. Pasar juga mencatat delapan emisi Efek Beragun Aset (EBA) dengan nilai Rp2,70 triliun.
Di tengah tekanan yang dihadapi IHSG pekan ini, peningkatan aktivitas pasar dan proyeksi optimis menjelang akhir tahun tetap menjadi angin segar bagi para pelaku pasar. Sentimen global dan domestik akan terus menjadi faktor kunci dalam menentukan arah pergerakan indeks di masa mendatang.
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) menutup perdagangan Jumat (28/11) sore kemarin dengan pelemahan signifikan, merosot 85,89 poin atau 1,19 persen ke level 7.114,27.
Kinerja indeks LQ45 turut tertekan, turun 16,69 poin atau 1,91 persen ke posisi 856,78. Pelemahan ini terutama dipimpin oleh sektor energi, yang menjadi penghambat utama pergerakan indeks.
Secara regional, bursa saham Asia juga cenderung bergerak melemah. Pasar sedang mencerna berbagai rilis data ekonomi penting dari Jepang dan Korea Selatan, yang memberikan tekanan tambahan pada sentimen investor di kawasan.
Salah satu data yang menjadi perhatian utama adalah laporan inflasi Jepang. Tingkat inflasi di negara tersebut tercatat meningkat di atas 2 persen pada November, yang mengindikasikan potensi langkah kebijakan dari Bank of Japan (BOJ).
Kondisi ini memicu spekulasi bahwa BOJ mungkin akan menaikkan suku bunga dalam pertemuan kebijakan mendatang pada Desember.
Saat ini, pasar memperkirakan kemungkinan sebesar 60 persen bahwa BOJ akan menaikkan suku bunga sebesar 25 basis poin bulan depan.
Probabilitas ini naik dibandingkan pekan lalu, yang hanya berada di kisaran 50 persen. Spekulasi tersebut memberikan tekanan tambahan pada pasar saham regional, termasuk Indonesia, karena kekhawatiran akan pengurangan likuiditas global.
Dalam situasi ini, investor terus mencermati perkembangan eksternal yang dapat memengaruhi pasar, sekaligus mempersiapkan strategi menghadapi potensi perubahan kebijakan di negara-negara utama. Sementara itu, tekanan di sektor energi domestik juga memperberat langkah IHSG menuju pemulihan dalam waktu dekat.