KabarMakassar.com — Di tengah maraknya aktivitas keuangan ilegal, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terus memperkuat upayanya dalam melindungi konsumen melalui strategi edukasi dan peningkatan literasi keuangan.
Targetnya ambisius mendorong inklusi keuangan hingga 90% pada tahun 2045 sejalan dengan Peraturan Presiden Nomor 114 Tahun 2020. Namun, tantangannya nyata. Data terbaru menunjukkan kesenjangan yang cukup signifikan antara tingkat literasi (65,43%) dan inklusi keuangan (75,02%) di Indonesia.
Kepala OJK Sulselbar, Darwisman mengaku target ini dicapai melalui berbagai inisiatif literasi dan inklusi keuangan, OJK berupaya memberdayakan masyarakat agar semakin memahami produk keuangan yang aman dan mampu mengenali risiko, terutama risiko keuangan ilegal.
“Salah satu inisiatif terbaru adalah Bulan Inklusi Keuangan (FinEXPO BIK) 2024 yang baru-baru dilaksanakan di Makassar, Sulawesi Selatan,” katanya dalam Journalists Class OJK Senin (04/11) di The Rinra Hotel.
Mengusung tema “Akses Keuangan Inklusif, Wujudkan Masyarakat Produktif,” acara ini digelar oleh OJK Sulselbar, FKIJK, dan TPAKD untuk membangun masyarakat yang melek finansial dan mampu menggunakan layanan keuangan secara cerdas dan aman.
Lebih lanjut, dalam upaya meningkatkan literasi keuangan, OJK juga menggelar Gerakan Nasional Cerdas Keuangan (GENCARKAN) pada Agustus 2024, yang bertujuan mencetak 2 juta duta literasi keuangan.
Dengan target mencakup 90% pelajar memiliki tabungan hingga tahun 2024, serta memperluas akses kredit bagi UMKM dan penyandang disabilitas, program ini dirancang untuk mendorong pemahaman masyarakat agar lebih cerdas dalam mengelola keuangan.
OJK juga aktif dalam program “LAYARKU” di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat yang telah mencapai 993 desa pada 2024. Program ini menjangkau komunitas-komunitas terpencil, dengan melibatkan mahasiswa sebagai duta literasi keuangan.
“Dalam pelaksanaannya, LAYARKU membantu masyarakat mengenali layanan keuangan yang sesuai dan aman, mengurangi potensi kerentanan terhadap jebakan keuangan ilegal,” lanjutnya.
Darwisman mengaku, saat ini ada beberapa tantangan yang dihadapi dalam meningkatkan literasi dan inklusi keuangan, khususnya di Sulawesi.
Menurutnya, kondisi geografis menjadi salah satu tantangan dalam pemerayaan literasi dan inklusi keuangan.
“Ada tiga tantangan secara garis besar, selain akses internet, akses geografis dan tingkat perekonomian yang berbeda,” lanjutnya.
Tak sekadar menggelar acara edukasi, OJK Sulselbar telah berhasil mengadakan lebih dari 1.372 kegiatan edukasi keuangan, melibatkan 176.585 peserta dari berbagai kalangan—termasuk pelajar, pekerja, hingga penyandang disabilitas.
OJK menggunakan pendekatan edukasi yang beragam, mulai dari materi cetak hingga platform digital, guna memastikan bahwa pesan literasi keuangan bisa menjangkau berbagai lapisan masyarakat.
Disisi lain, tantangan OJK kian besar dengan meningkatnya fenomena judi online dan pinjaman ilegal di Indonesia. Data terbaru mencatat lebih dari 3,7 juta orang terjerat judi online, dengan perputaran dana yang mencapai Rp327 triliun pada 2023, meningkat drastis dari Rp2 triliun pada 2017. Mirisnya, mayoritas pemain judi online (80%) adalah dari kalangan berpenghasilan rendah, yang mencakup pelajar, mahasiswa, hingga ibu rumah tangga.
Selain judi online, OJK dan Satgas PASTI juga tengah menghadapi ancaman pinjaman online ilegal yang terus berkembang.
Sejak 2017, lebih dari 8.271 kasus pinjaman ilegal telah teridentifikasi, dengan total kerugian mencapai Rp139,7 triliun hingga 2023. Tak hanya di tingkat nasional, di Sulawesi Selatan, penutupan entitas ilegal yang mencakup investasi dan pinjaman online ilegal terus ditingkatkan, sejalan dengan meningkatnya pengaduan masyarakat.
Di tengah gempuran pinjaman ilegal dan judi online, OJK mengimbau masyarakat untuk waspada. Berbagai modus, mulai dari tawaran pinjaman melalui WhatsApp hingga pinjaman dengan nama yang menyerupai fintech resmi, semakin marak. Masyarakat diharapkan tidak tergoda dengan pinjaman cepat tanpa syarat yang sering berujung pada praktik penagihan tak beretika.
Dengan penguatan literasi dan inklusi keuangan ini, OJK berharap masyarakat Indonesia bisa lebih cerdas dan siap menghadapi tantangan keuangan di era digital. Langkah ini diharapkan tidak hanya melindungi konsumen, tetapi juga membangun masyarakat yang lebih tangguh dan melek keuangan di tengah kompleksitas finansial yang kian meningkat.