
KabarMakassar.com — Suhu politik jelang Musyawarah Daerah (Musda) Partai Golkar Sulawesi Selatan kian menghangat. Di balik kemesraan dan silaturahmi yang dipertontonkan ke publik, dinamika internal justru mengarah pada fragmentasi kekuatan dan tarik-menarik kepentingan yang intens.
Pakar Politik dari Universitas Hasanuddin, Andi Ali Armunanto, menyoroti fenomena konsolidasi para kandidat calon ketua DPD I Golkar Sulsel sebagai bentuk politik dramaturgi, yakni strategi memainkan narasi harmoni di permukaan, namun menyimpan pertarungan kepentingan di balik panggung.
Sinyal ini terlihat jelas dalam serangkaian pertemuan yang melibatkan petahana Taufan Pawe (TP) dengan tokoh lain seperti Ilham Arief Sirajuddin (IAS) dan Nurdin Halid (NH).
Pada beberapa kesempatan, ketiganya tampak kompak dalam forum-forum silaturahmi bersama DPD II se-Sulsel. Namun di balik keakraban tersebut, Ali menilai relasi mereka sejatinya rapuh.
“Secara kasat mata mereka akur, tapi kalau dilihat dari histori dan gestur politik, itu lebih ke panggung. NH punya kepentingan menjegal TP, dan masuknya IAS ke gelanggang tidak lepas dari skenario itu,” ungkap Ali, Kamis (17/07).
Lebih lanjut, ia menilai Nurdin Halid berperan besar dalam menghidupkan kembali kekuatan IAS, yang sebelumnya sempat berseberangan dengan Golkar. Kembalinya IAS ke pangkuan partai berlambang pohon beringin disebut Ali tak bisa dilepaskan dari manuver NH, yang disebut kecewa berat terhadap TP.
Di sisi lain, muncul poros ketiga yang dinilai sedang mengonsolidasikan kekuatan, yakni Munafri Arifuddin (Appi) Wali Kota Makassar yang kini menjadi figur baru dalam peta persaingan Golkar Sulsel.
Meski belum terbiasa dengan gaya ‘dramaturgi’ ala senior Golkar, posisi Appi dinilai strategis karena memiliki jejaring politik yang berbeda. Relasinya dengan tokoh nasional seperti Erwin Aksa dan Jusuf Kalla (JK) disebut menjadi kekuatan tersendiri yang menjauhkan Appi dari orbit NH dan TP.
“Appi lebih terlihat membangun kekuatan dengan jaringan independen. Sementara IAS cenderung berafiliasi dengan NH. TP sendiri bergerak dengan kekuatan struktural sebagai petahana,” jelas Ali.
Ali juga mencermati kekompakan politik antara Appi dan Aliyah Mustika Ilham istri IAS yang kini menjabat sebagai Wakil Wali Kota Makassar, sebagai dinamika yang menarik. Meski secara pribadi terlihat solid di pemerintahan, ia menilai kontestasi di internal Golkar dapat menguji relasi tersebut.
“Bukan tidak mungkin pemerintahan di Makassar ikut terbelah karena dinamika Musda ini. Friksi elite partai bisa merembet ke birokrasi dan pemerintahan,” ujarnya.
Lebih menarik lagi, isu teranyar menyebut nama Supriansa, anggota DPR RI, yang kabarnya akan didorong DPP Golkar untuk bertarung di Sulsel. Jika benar, kehadiran Supriansa dinilai akan menjadi faktor penentu.
“Jika Supriansa berkoalisi dengan Appi, maka posisi TP bisa makin terjepit. Supriansa punya basis dan legitimasi politik dari pusat. Ini bisa memecah kekuatan TP sebagai petahana,” kata Ali.
Secara keseluruhan, Ali menyimpulkan bahwa Musda Golkar Sulsel kali ini berpotensi menciptakan pertarungan tiga poros utama, yaitu kubu TP, poros NH–IAS, dan kekuatan baru yang dibangun Appi.
Ketiganya tidak hanya berlomba merebut jabatan ketua DPD I, tetapi juga mempertaruhkan kepentingan strategis yang bisa berdampak pada arah politik Golkar di Sulsel dan bahkan konstelasi Pilgub mendatang.
“Situasi ini bukan sekadar perebutan kursi, tapi perang pengaruh yang menyangkut masa depan Golkar Sulsel secara struktural dan elektoral,” pungkas Ali.