Beranda News Petani Polongbangkeng Kembali Aksi, Protes Aktivitas Ilegal PTPN di Takalar
KabarMakassar.com — Puluan Petani Polongbangkeng kembali turun ke jalan memprotes aktivitas ilegal uang dilakukan PTPN di Takalar pada Rabu (06/11)
Para Petani kembali menagih janji yang dilontarkan oleh Pj Bupati saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 11 September 2024 lalu.
Berdasarkan hasil RDP, Pj Bupati Takalar wajib segera mungkin untuk membentuk Tim Penyelesaian Konflik melalui Gugus Tugas Reforma Agraria.
Namun pasca RDP, hal tersebut tak kunjung dilakukan.
Asisten 1 Pj Bupati Takalar, Ikbal Batong mengatakan pihaknya telah melakukan koordinasi terkait pembentukan gugus tugas.
“Kami telah melakukan koordinasi terkait gugus tugas, tapi belum pembentukan tim Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA). Terkait penandatanganan surat himbauan agar PTPN tidak melakukan pengolahan lahan warga sebagaimana tuntutan warga, Pj Bupati menyampaikan pesan bahwa tidak dapat memenuhi atau tanda tangan karena harus dibicarakan bersama terlebih dahulu. Konflik seperti ini tidak bisa diselesaikan lewat telepon. Makanya kami menunggu Pj Bupati,” ungkapnya.
APBH LBH Makassar, Nurwahida menjelaskan bahwa dari penyampaian Ikbal memperlihatkan ketidakseriusan pemerintah dalam penyelesaian konflik yang terjadi terhadap tanah HGU yang berakhir.
Hal ini kata dia memperjelas bahwa saat ini HGU PTPN Takalar berada di atas wilayah konflik.
“Belum selesai dengan hal tersebut, saat ini aparat kepolisian dan Brimob terus mengintimidasi masyarakat dengan kehadirannya di wilayah konflik. Sedangkan syarat perpanjangan atau pembaharuan HGU menurut Pasal 73 Permen Nomor 18 tahun 2021 mensyaratkan tanah tersebut tidak berada dalam sengketa, jika hal ini terjadi jelas aturan tersebut telah dikangkangi,” ungkapnya.
Salah satu warga, Zainal mengatakan desakan petani menjadi satu hal yang krusial, kepastian akan dikembalikan tanah setidaknya menunjukkan satu hal yang positif bagi para Petani Polongbangkeng pasca 9 Juli 2024 yang di mana telah dinyatakan berakhirnya masa Hak Guna Usaha (HGU) yang dikantongi oleh PTPN Takalar.
“Kalau PTPN tidak mau berhenti mengelola lahan warga yang dikuasai PTPN, maka siapa yang akan bertanggung jawab jika terjadi sesuatu di lapangan? Surat sudah di masukkan dua bulan lalu tapi sampai sekarang belum ada kejelasan padahal yang kami minta hanya PTPN berhenti mengolah lahan masyarakat yang ada patok di atas tanah,” ujarnya
Salah satu perempuan Petani Polongbangkeng Utara, Hatia Dg. Enang menyayangkan fakta di lapangan menunjukkan betapa masifnya aktivitas ilegal yang dilakukan oleh PTPN Takalar yang kemudian dilindungi oleh Aparat Keamanan. Upaya menghadang seturut itu dilakukan oleh para Petani Polongbangkeng.
“Waktu aksi pertama kami sudah memasukkan surat terkait penyelesaian konflik dan permintaan untuk tidak memperpanjang HGU tetapi asisten 1 menolak untuk tanda tangan, tetapi bupati menyampaikan tunggu dua hari karena saya tidak bisa menyelesaikan sendiri. Tapi sampai sekarang kami hanya di janji-janji kemudian karena tidak mendapat hasil, kami ke ATR/BPN dan surat yang kami ajukan ditandatangani. ATR/BPN juga berjanji untuk turun ke lapangan bersama tim mengukur tanah masyarakat, tetapi pada saat tadi kami menemui ATR/BPN kami malah disuruh membuktikan bahwa tanah itu adalah tanah kami,” pungkasnya
Massa aksi menilai bahwa dengan berakhirnya HGU, sudah tidak ada lagi aktivitas yang dapat dilakukan.
Warga berpendapat, semestinya PTPN menghormati hasil RDP yang telah dilaksanakan di Kantor Bupati Takalar.
Namun pengabaian terhadap aturan terus dinampakkan oleh PTPN. Terakhir, aktivitas ilegal ini berlangsung pada 5 November yang dilakukan secara terang oleh Perusahaan.
Warga mendesak Bupati Takalar harus segera menunaikan janjinya untuk membentuk tim penyelesaian konflik Agraria yang melibatkan warga.
“Menuntut kepada PJ Bupati Takalar segera membentuk Tim Penyelesaian Konflik Agraria yang melibatkan warga. Meminta kepada pihak PTPN Takalar untuk menghentikan pengolahan tebu sebelum konflik diselesaikan. Meminta penarikan aparat keamanan TNI/POLRI termasuk BRIMOB di wilayah konflik dan menghormati hak warga yang memperjuangkan hak atas tanahnya,” seru desakan para massa aksi