KabarMakassar.com — Guru Besar Ekonomi Universitas Hasanuddin (Unhas) Prof Marsuki DEA memebebrkan tantangan dan strategi yang bakal dihadapi dalam pembangunan ekonomi Sulawesi Selatan (Sulsel). Khususnya dalam mendukung visi Indonesia Emas 2045.
Prof. Marzuki menyebutkan bahwa meski Sulsel memiliki potensi besar sebagai salah satu pusat ekonomi di Kawasan Timur Indonesia, berbagai permasalahan masih membayangi pertumbuhan ekonomi daerah ini.
“Sektor pertanian kita, meski menjadi sektor andalan, mengalami perlambatan. Kontribusi manufaktur terhadap PDRB juga stagnan dan cenderung menurun,” ungkapnya.
Ia menyebut, saat ini ada beberapa permasalahan yang diidentifikasi dalam pengembangan perekonomian Sulsel, di antaranya;
- Tingkat Pendapatan Per Kapita yang masih rendah – PDRB per kapita masih di bawah rata-rata nasional, menunjukkan adanya ketimpangan produktivitas.
- Ketimpangan Pendapatan Antarmasyarakat dan Antardaerah – Belum meratanya pembangunan infrastruktur ekonomi menjadi salah satu penyebab utama.
- Rendahnya Inovasi dan Produktivitas – Minimnya penerapan IPTEK dan rendahnya adaptasi ekonomi hijau turut memperburuk situasi.
- Kapasitas Adaptasi terhadap Mitigasi Bencana Rendah – Sebagai daerah dengan risiko bencana, Sulsel perlu memperkuat ketahanan lingkungan dan ekonomi.
- Penerapan ekonomi hijau dan biru belum optimal
- Integrasi ekonomi domestik dan global masih lemah
- Rendahnya kapasitas mitigasi bencana
“Selain itu, tantangan global seperti tingginya emisi gas rumah kaca (GRK) dan perlambatan ekonomi mitra dagang utama menjadi ancaman serius bagi stabilitas ekonomi makro,” katanya.
Sementara, lanjut Prof Marsuki, tantangan Pembangunan Ekonomi Sulsel diantaranya sektor pertanian mengalami perlambatan, tumbuh jauh di bawah pertumbuhan ekonomi Sulsel.
Kontribusi manufaktur terhadap PDRB relatif stagnan, bahkan cenderung menurun, hilirisasi komoditas unggulan tidak berjalan optimal.
Ekspor berfluktuatif seiring dengan prediksi terjadinya perlambatan ekonomi negara mitra dagang utama Sulsel, konsumsi rumah tangga melambat seiring dengan menurunnya daya beli masyarakat akibat tekanan inflasi. Serta Kemampuan fiskal daerah mengalami tekanan.
Ia menjelaskan, upaya-upaya yang dilakukan pemerintah daerah dalam mendukung Indonesia Emas 2045, harus menitikberatkan kebijakan pada:
- Iptek, Inovasi, dan Produktivitas Ekonomi;
- Penerapan Ekonomi Hijau dan Ekonomi Biru
- Transformasi Digital
- Integrasi Ekonomi Domestik dan Global;
- Perkotaan dan Perdesaan sebagai Pusat Pertumbuhan Ekonomi;
- Stabilitas Ekonomi Makro Daerah;
- Lingkungan Hidup Berkualitas
- Berketahanan Energi, Air, dan Kemandirian Pangan
- Resiliensi terhadap Bencana dan Perubahan Iklim
Prof. Marzuki juga menyoroti peran penting kolaborasi antara pemerintah daerah, Kementerian Keuangan, BI, OJK, dan lembaga lainnya.
Beliau menekankan pentingnya sinergi antara pemerintah daerah, kementerian, lembaga keuangan, dan berbagai pemangku kepentingan untuk memperkuat ekonomi daerah menuju keberlanjutan.
“Melalui pendekatan yang sinergis, kami berupaya mendorong pembangunan ekonomi Sulsel dengan fokus pada keberlanjutan, inovasi, dan pemberdayaan sektor-sektor utama seperti pertanian, kelautan, serta UMKM,” ungkap Prof. Marsuki.
Beberapa kebijakan strategis yang diusung meliputi upaya meningkatkan produksi pertanian berkelanjutan, pembangunan sub-sektor hortikultura, serta peningkatan nilai tambah sektor riil melalui industrialisasi dan penciptaan lapangan kerja. Selain itu, ketahanan pangan, air, energi, dan lingkungan hidup juga menjadi perhatian utama.
Pemerintah daerah bersama lembaga terkait mendorong sektor kelautan dan perikanan melalui penerapan ekosistem ekonomi biru.
Dalam sektor UMKM, berbagai program seperti pemberdayaan UMKM berbasis ekspor (UMKM Baji’na), klasterisasi bisnis, dan penghapusan rentenir (Program Phinisi) menjadi langkah nyata untuk meningkatkan daya saing pelaku usaha lokal.
Program lain seperti edukasi keuangan, layanan keuangan inklusif, dan fasilitasi akses melalui Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD) juga terus dikembangkan untuk mendorong inklusi keuangan.
Prof. Marsuki menegaskan bahwa kolaborasi antara pemerintah, lembaga keuangan, dan pelaku usaha merupakan kunci sukses dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
“Sinergi ini adalah langkah penting untuk memastikan Sulawesi Selatan dapat menjadi motor penggerak pembangunan ekonomi nasional, sekaligus mendukung visi Indonesia Emas 2045,” tutupnya.
Sebelumnya diberitakan, Sulawesi Selatan (Sulsel) bersiap menyongsong tahun 2025 dengan optimisme tinggi terhadap pertumbuhan ekonominya. Bank Indonesia (BI) memprediksi ekonomi Sulsel akan tumbuh di kisaran 4,8 persen hingga 5,6 persen, dengan inflasi tetap terkendali pada sasaran 2,5 persen ± 1 persen.
Hal ini diungkapkan Kepala Perwakilan BI Sulsel, Rizki Ernadi Wimanda, dalam acara Sulsel Talk bertema “Outlook Pertumbuhan Ekonomi Sulsel” di Kantor Perwakilan BI Sulsel, Makassar, Selasa (10/12) kemarin.
“Perekonomian Sulsel tahun 2025 diproyeksikan tumbuh lebih kuat, didukung inflasi yang terkendali. Ini adalah momentum untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” ujar Rizki dalam sambutannya.
Rizki menegaskan pentingnya komitmen dan kolaborasi berbagai pihak untuk mewujudkan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Sinergi antara pemerintah pusat, pemerintah daerah, dan sektor swasta diperlukan untuk mendorong akselerasi ekonomi serta menjaga stabilitas harga.
“Upaya pengendalian inflasi di tingkat daerah melalui kolaborasi erat Tim Pengendalian Inflasi Pusat dan Daerah (TPIP-TPID) akan sangat menentukan, terutama melalui Gerakan Nasional Pengendalian Inflasi Pangan (GNPIP),” tambahnya.
Secara nasional, BI memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2025 berada di rentang 4,8 persen hingga 5,6 persen, meningkat menjadi 4,9 persen hingga 5,7 persen pada 2026.
Konsumsi rumah tangga tetap menjadi pendorong utama pertumbuhan, diikuti kinerja investasi dan ekspor yang stabil meski tantangan global terus membayangi.
Dalam acara tersebut, BI Sulsel juga memaparkan sejumlah rekomendasi strategis untuk mendukung akselerasi ekonomi daerah, terutama di sektor pertanian, perkebunan, dan pariwisata.
Di bidang pertanian dan perkebunan, langkah yang disarankan meliputi optimalisasi lahan melalui pembangunan infrastruktur irigasi, penerapan mekanisasi dan teknologi modern, serta pemetaan wilayah potensial seperti Enrekang, Toraja, dan Mamasa untuk pengembangan kopi Arabika.
Sedangkan di sektor pariwisata, BI mendorong percepatan reaktivasi penerbangan langsung ke destinasi wisata unggulan seperti Bali, Selayar, dan Makassar, serta peningkatan promosi dan infrastruktur di kawasan wisata potensial, termasuk Toraja, Maros, dan Takabonerate.
Meski pertumbuhan Sulsel diprediksi kuat, Rizki mengingatkan pentingnya kewaspadaan terhadap tantangan global seperti ketidakpastian ekonomi dunia dan risiko inflasi impor.
Oleh karena itu, BI akan terus menjalankan kebijakan moneter yang adaptif untuk menjaga stabilitas makroekonomi.
“Stabilitas ekonomi merupakan fondasi utama. Dengan langkah-langkah strategis yang tepat, Sulsel mampu menjadi salah satu pilar utama pertumbuhan ekonomi nasional,” tutup Rizki.
Dengan potensi besar di berbagai sektor unggulan, 2025 menjadi tahun yang penuh peluang bagi Sulawesi Selatan untuk memperkuat perannya dalam perekonomian Indonesia.