
KabarMakassar.com — Ketegangan politik soal penguasaan aset Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Pemprov Sulsel) di kawasan reklamasi Centre Point of Indonesia (CPI) terus memanas.
Meski enam fraksi di DPRD Sulsel telah menyatakan dukungan terhadap penggunaan hak angket untuk mengusut dugaan pelanggaran dalam kerja sama Pemprov dengan PT Yasmin Bumi Asri, Fraksi Gerindra masih memilih bersikap hati-hati dan belum bergabung dalam gerbong interpelasi tersebut.
Ketua Fraksi Gerindra DPRD Sulsel, Fadel Muhammad Tauphan Ansar, menegaskan bahwa fraksinya belum mendapat arahan resmi dari pimpinan partai di tingkat daerah (DPD) untuk menentukan posisi dalam isu ini.
“Kami dari Fraksi Gerindra belum ada keputusan terkait itu. Kita belum juga dapat instruksi, jadi belum bisa beri banyak komentar,” kata Fadel kepada awak medi, Senin (07/07).
Fadel mengakui, satu anggota Fraksi Gerindra memang ikut menandatangani usulan hak angket, lantaran posisinya sebagai anggota Panitia Kerja Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (Panja LKPJ) Gubernur. Namun, ia memastikan bahwa langkah itu bukan merupakan sikap resmi fraksi.
“Saya sudah instruksikan belum ada pergerakan. Kita masih menahan diri dulu,” ujarnya.
Kendati belum bergabung dalam usulan hak angket, Fraksi Gerindra tidak menutup mata terhadap substansi persoalan. Fadel, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Komisi C DPRD Sulsel, menyoroti langsung sikap PT Yasmin dalam proses pembahasan aset CPI. Ia menilai pihak pengembang tidak menunjukkan iktikad baik saat diundang ke rapat dengar pendapat (RDP) bersama Komisi C.
“PT Yasmin kemarin sudah kita panggil. Tapi mereka tetap berlindung di balik perjanjian kerja sama lama itu. Saya nilai mereka tidak punya etika saat bertemu kami,” kata Fadel.
Menurutnya, niat DPRD mendorong penyerahan aset kepada Pemprov Sulsel merupakan langkah yang logis dan sesuai dengan amanat kerja sama. Sayangnya, PT Yasmin masih tetap melakukan reklamasi tanpa mengindahkan komitmen penyerahan aset.
“Kita hanya minta yang menjadi hak Pemprov diserahkan. Tapi PT Yasmin tetap reklamasi. Ini bukan semata persoalan administrasi, ini soal etika dan integritas,” tutup Fadel.
Sebelumnya, sebanyak 29 legislator dari enam fraksi di DPRD Sulsel yakni Golkar, Demokrat, NasDem, PDIP, PPP, dan PKS telah resmi menandatangani dokumen usulan hak angket. Langkah ini didorong oleh keresahan atas belum diserahkannya aset seluas 12,11 hektare dari kawasan reklamasi CPI kepada Pemprov Sulsel, sebagaimana diatur dalam perjanjian kerja sama.
Anggota Fraksi Golkar, Kadir Halid, menjelaskan bahwa kerja sama reklamasi antara Pemprov dan PT Yasmin mencakup total 157 hektare. Namun, hingga kini baru sekitar 106 hektare yang direklamasi. Dari jumlah itu pun, sebagian besar belum diserahkan kepada pemerintah daerah.
“PT Yasmin tidak mampu melanjutkan reklamasi. Tapi yang lebih krusial, aset milik Pemprov tak kunjung diserahkan. Padahal nilainya sangat besar,” kata Kadir.
Ia menyebut nilai aset Pemprov di CPI ditaksir mencapai Rp2,4 triliun, dengan asumsi harga tanah Rp20 juta per meter persegi. Aset tersebut kini terancam tidak termanfaatkan secara optimal karena statusnya belum jelas secara hukum.
Desakan penggunaan hak angket bukan hanya datang dari internal DPRD, tetapi juga dari berbagai elemen masyarakat sipil dan pengamat hukum tata negara. Mereka menilai DPRD Sulsel perlu mengambil langkah tegas sebagai bentuk kontrol atas eksekutif dan perlindungan terhadap aset negara.
Namun sikap wait and see dari Fraksi Gerindra dan beberapa fraksi lainnya masih menjadi batu sandungan. Apalagi mengingat Gerindra merupakan salah satu fraksi besar dengan peran strategis dalam dinamika pengambilan keputusan politik di DPRD Sulsel.