
KabarMakassar.com — Pemerintah Kota Makassar masih menghadapi tantangan serius dalam serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025.
Berdasarkan laporan Kepala Bidang Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Makassar, Fajar Hidayat, hingga 30 Juli 2025, realisasi belanja baru mencapai sekitar Rp1,4 triliun dari total anggaran Rp5,7 triliun atau sedikit di atas 25 persen.
Fajar menjelaskan, capaian tersebut mencakup dua komponen besar: belanja dari pendapatan asli daerah (PAD) dan belanja yang bersumber dari transfer pusat maupun provinsi. Meski sebagian anggaran sudah dibekukan untuk efisiensi, jumlah serapan di pertengahan tahun ini dinilai masih jauh dari target ideal.
“Untuk PAD, dari target Rp2,4 triliun, realisasi baru sekitar Rp830 miliar atau 33 persen. Sedangkan pendapatan transfer dari target Rp2,9 triliun sudah terealisasi Rp1,3 triliun. Jadi, kalau digabungkan, total pendapatan daerah kita saat ini berada di angka Rp4,46 triliun,” ungkap Fajar dalam Rapat Pelaksanaan Laporan Realisasi Belanja Daerah dan Realisasi PAD Triwulan 2025 di Ruang Sipakatauk 2, Kantor Wali Kota Makassar, Rabu (13/08).
Dengan sisa waktu kurang dari lima bulan di tahun anggaran berjalan, Fajar Hidayat menegaskan Bapenda akan memaksimalkan koordinasi lintas SKPD dan memanfaatkan momentum APBD Perubahan 2025 untuk mendorong lonjakan serapan.
“Proyeksi kami tetap optimistis. Beberapa proyek strategis sudah siap jalan, dan kami akan kawal realisasinya sampai akhir tahun,” tutup Fajar.
Sebelumnya, Sekretaris Kota Makassar, Andi Zulkifly Nanda, menegaskan bahwa percepatan realisasi APBD menjadi prioritas pada semester II. Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, bahkan turun langsung memonitor seluruh SKPD setelah penyesuaian anggaran dalam Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS).
“Awalnya memang ada beberapa hambatan, tapi sekarang kami sudah mulai berjalan. Target kami, realisasi bisa di atas 80 persen pada akhir tahun,” ujar Zulkifly, Selasa (12/08).
Menurut Zulkifly, capaian ini tak lepas dari dinamika teknis dan administrasi yang terjadi pada awal tahun anggaran. Penuntasan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) baru selesai pada Februari 2025, sehingga pelaksanaan program baru berjalan efektif mulai Maret. Kondisi tersebut diperparah oleh transisi sistem pengadaan barang dan jasa dari versi 5 ke versi 6, yang memerlukan adaptasi lintas SKPD.
Lambatnya serapan APBD Makassar juga disorot oleh Menteri Dalam Negeri RI, Tito Karnavian. Dalam Rapat Koordinasi Pengendalian Inflasi Daerah 2025, Tito membeberkan data Sistem Informasi Daerah Kemendagri per 10 Agustus 2025 yang menempatkan Makassar di jajaran terbawah nasional.
Realisasi pendapatan Makassar tercatat 47,81 persen, sedangkan realisasi belanja hanya 31,40 persen. Capaian ini hanya unggul tipis dari Kota Subulussalam yang pendapatannya 37,56 persen dan belanjanya 28,50 persen.
“Makassar ini biasanya pendapatannya tinggi, belanjanya juga tinggi. Tapi sekarang pendapatannya 47,81 persen dan belanjanya baru 31,40 persen. Ini nanti membuat ekonominya melambat karena uang yang beredar dari pemerintah untuk menstimulasi sektor swasta kurang,” kata Tito.
Tito menekankan, belanja daerah adalah instrumen vital untuk memacu peredaran uang, mendorong investasi swasta, dan memperkuat daya beli masyarakat. Jika daya beli terjaga, konsumsi rumah tangga akan naik, dan ini menjadi penyumbang utama pertumbuhan ekonomi nasional.
“Belanja pemerintah itu uang yang beredar dan menstimulasi perekonomian. Kalau daya beli kuat, konsumsi rumah tangga naik, dan konsumsi rumah tangga menyumbang 50 persen terhadap pertumbuhan ekonomi,” paparnya.