Beranda Ekonomi Bisnis Bisnis Hotel di Makassar Terpuruk, PHRI Desak Pemkot Ringankan Pajak

KabarMakassar.com — Sektor perhotelan di Makassar tengah menghadapi tantangan besar akibat ketidakpastian ekonomi dan efisiensi anggaran.
Di tengah kondisi tersebut, Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Sulawesi Selatan meminta kebijakan keringanan pajak dari Pemerintah Kota Makassar.
Pajak hiburan yang saat ini mencapai 70 persen dinilai terlalu memberatkan, terutama ketika okupansi hotel hanya berada di kisaran 20-25 persen.
Ketua PHRI Sulsel, Anggiat Sinaga, menyampaikan permintaan ini langsung dalam audiensi dengan Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin baru-baru ini.
Ia menegaskan bahwa beban pajak yang tinggi semakin memperburuk kondisi sektor perhotelan yang telah mengalami penurunan pendapatan dalam beberapa waktu terakhir.
“Kami meminta kepada Pak Wali agar mempertimbangkan relaksasi pajak, mengingat kondisi saat ini sangat sulit. Pajak sebesar 70 persen sangat berat bagi kami. Bahkan Pak Wali sendiri memahami bagaimana sulitnya menjalankan usaha dengan pajak setinggi itu. Beliau bercerita bahwa saat masih memiliki event organizer, pajak seperti ini menyulitkan dalam menyelenggarakan acara,” ujar Anggiat, Jumat (14/03).
Namun, ia juga menyadari bahwa permintaan tersebut tidak mudah untuk direalisasikan karena Pemkot Makassar memiliki target pendapatan yang harus dicapai.
“Kami paham bahwa pemerintah juga memiliki kewajiban untuk memenuhi target pendapatan daerah. Tapi, kami berharap ada solusi yang bisa meringankan beban kami,” lanjutnya.
Anggiat menambahkan bahwa PHRI Sulsel sangat berharap adanya formulasi khusus yang bisa diterapkan agar industri perhotelan tetap bertahan di tengah kondisi sulit ini.
Menurutnya, jika pajak hiburan dapat dikurangi atau diberikan kelonggaran, maka industri ini memiliki peluang lebih besar untuk bertahan dan bahkan berkembang.
Menanggapi permintaan tersebut, Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, menyatakan bahwa kebijakan relaksasi pajak tidak bisa langsung diterapkan tanpa kajian lebih lanjut.
Menurutnya, segala perubahan terkait pajak harus melalui analisis mendalam karena menyangkut pendapatan asli daerah (PAD) yang telah ditargetkan setiap tahunnya.
“Ini bukan perkara yang bisa langsung diubah begitu saja. Harus ada kajian yang matang karena Pemkot Makassar sudah memiliki target pendapatan yang harus dipenuhi,” kata Munafri.
Ia juga menjelaskan bahwa jika relaksasi pajak diberikan tanpa perhitungan yang matang, maka dapat berdampak pada turunnya pendapatan daerah, yang pada akhirnya bisa mempengaruhi berbagai program pembangunan dan pelayanan masyarakat.
Oleh karena itu, Pemkot Makassar akan mencari solusi lain yang dapat membantu sektor perhotelan tanpa mengganggu keseimbangan APBD.
“Jika pajak ini dipotong begitu saja, maka bisa muncul masalah baru. Namun, kami menyadari bahwa kondisi industri ini memang sedang sulit. Oleh karena itu, pemerintah akan mencari cara agar sektor perhotelan tetap bisa bertahan tanpa mengganggu struktur APBD kita,” tegasnya.
Lebih lanjut, Munafri menegaskan bahwa Pemkot Makassar sangat memperhatikan kondisi yang dialami oleh para pelaku usaha hotel dan restoran.
Ia memastikan bahwa pemerintah akan terus hadir untuk memberikan dorongan serta dukungan agar industri ini tetap berjalan dan tidak mengalami dampak lebih besar, seperti pemutusan hubungan kerja (PHK) atau penutupan usaha.
“Kami sangat peduli dengan masalah yang dihadapi teman-teman di industri ini. Pemerintah akan melihat apa yang bisa dilakukan agar sektor ini tetap berjalan tanpa harus ada PHK atau dampak negatif lainnya,” tambah Munafri.