
KabarMakassar.com — Di tengah maraknya isu penarikan royalti untuk pemutaran lagu di ruang publik, masyarakat sebenarnya memiliki ruang legal untuk memutar lagu secara gratis.
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta (UU Hak Cipta) mengatur sejumlah kondisi di mana lagu dapat digunakan tanpa membayar royalti, selama memenuhi syarat tertentu.
Makna ‘bebas royalti’ dalam konteks ini adalah penggunaan, distribusi, hingga penggandaan karya yang tidak dianggap melanggar hak cipta. Ketentuan tersebut tercantum dalam Pasal 43 dan Pasal 44 UU Hak Cipta, yang mengatur pembatasan hak cipta demi kepentingan publik. Meski begitu, kewajiban mencantumkan nama pencipta tetap berlaku sebagai bentuk penghormatan hak moral.
Empat kategori lagu bebas royalti, Pertama, lagu kebangsaan. Pasal 43 UU Hak Cipta menegaskan bahwa pengumuman, distribusi, dan penggandaan lagu kebangsaan sesuai versi asli tidak dianggap pelanggaran hak cipta. Dengan demikian, siapa pun bebas membawakan lagu kebangsaan selama tidak mengubah bentuk aslinya.
Kedua, lagu domain publik. Berdasarkan Pasal 58, hak cipta berlaku selama pencipta hidup dan 70 tahun setelah meninggal dunia. Jika dimiliki oleh badan hukum, perlindungan hanya berlaku 50 tahun sejak pertama kali diumumkan. Setelah masa perlindungan berakhir, hak ekonomi pencipta gugur dan lagu masuk domain publik. Lagu dalam kategori ini dapat digunakan secara bebas dengan syarat tetap mencantumkan identitas pencipta.
Ketiga, lagu yang dibebaskan penciptanya. UU Hak Cipta memberi ruang bagi kreator untuk melepas hak ekonominya secara sukarela. Pasal 43 poin d dan Pasal 49 ayat 1 poin d mengatur bahwa penggandaan atau penyebarluasan karya tidak dianggap pelanggaran bila pencipta menyatakan tidak keberatan. Sejumlah musisi Indonesia seperti Dewa 19, Charly Van Houten, Rhoma Irama, Juicy Luicy, dan Thomas Ramdhan GIGI bahkan secara terbuka mengizinkan lagu-lagu mereka diputar di kafe, restoran, atau tempat usaha lain tanpa royalti.
Keempat, lagu untuk tujuan nonkomersial. Pasal 43 poin d dan Pasal 44 menyebutkan, penggunaan karya cipta untuk pendidikan, penelitian, kritik, ilmu pengetahuan, atau pementasan tanpa pungutan bayaran tidak dianggap melanggar hak cipta. Contohnya, acara pribadi seperti pesta ulang tahun atau hiburan di rumah.
UU Hak Cipta dorong masyarakat bernyanyi Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjadjaran, Prof Ahmad M Ramli, yang turut membidani lahirnya UU Hak Cipta, menegaskan bahwa aturan ini justru dirancang untuk mendorong masyarakat membawakan lagu sebanyak-banyaknya, sepanjang tidak untuk tujuan komersial.
“Undang-undang ini mendorong ‘ayo nyanyikan lagu sebanyak-banyaknya’. Tapi kalau digunakan untuk mendatangkan orang secara komersial, baik konser atau kegiatan serupa, maka tolong bayar ke Lembaga Manajemen Kolektif (LMK). Itu saja,” kata Ramli dalam sidang uji materi di Mahkamah Konstitusi.
Dengan memahami ketentuan ini, masyarakat dapat lebih leluasa memutar lagu dalam berbagai kesempatan tanpa khawatir melanggar hukum, sekaligus tetap menghormati hak moral para pencipta. UU Hak Cipta berupaya menjaga keseimbangan antara perlindungan karya dan kemudahan akses untuk kepentingan publik.