
KabarMakassar.com — Direktur Penerangan Agama Islam Ditjen Bimas Islam Kementerian Agama RI, Ahmad Zayadi menegaskan pentingnya peningkatan kapasitas, kompetensi, dan kapabilitas penyuluh agama Islam dalam menghadapi beragam tantangan pelayanan keagamaan di Indonesia khususnya di Sulawesi Selatan (Sulsel).
Hal itu disampaikan saat membuka Workshop Pemetaan Ragam Permasalahan Layanan Keagamaan di Sulawesi Selatan, yang digelar di Hotel Dalton Makassar, 10–12 Agustus 2025.
Kegiatan yang diinisiasi Subdit Bina Penyuluh Agama Islam ini diikuti 90 peserta dari 24 kabupaten/kota se-Sulawesi Selatan, dua utusan Ormas dan 8 ASN Kanwil Kemenag Sulsel.
Sulsel menjadi provinsi pertama pelaksanaan workshop yang akan digelar di tiga provinsi.
Menurut Ahmad Zayadi, penyuluh agama adalah ujung tombak layanan keagamaan negara di tengah masyarakat.
Meski jumlah penyuluh saat ini hanya sekitar 28 ribu orang, dari kebutuhan ideal 71 ribu, namun peran mereka sangat strategis.
“Jumlah terbatas tidak boleh menjadi alasan menurunnya kualitas pelayanan. Justru tantangan ini menuntut penyuluh untuk memiliki kompetensi, kapasitas, dan kemampuan komunikasi efektif, agar mampu menjangkau umat secara lebih luas,” ungkapnya, Minggu (10/08).
Ia mengingatkan bahwa penyuluh agama Islam bukan hanya bertugas memberikan penyuluhan keagamaan di ruang-ruang terbatas, tetapi harus hadir di ruang publik.
“Agama tidak cukup hanya di ruang sepi. Harus tampil di ruang publik agar dampaknya dirasakan umat. Ketika umat merasakan manfaat dari kerja penyuluh, mereka akan menjadikannya teladan,” tegasnya.
Ahmad Zayadi juga menyoroti keberagaman Indonesia yang luar biasa, baik suku, bahasa, budaya, maupun keyakinan, yang menjadi kekuatan bangsa. Ia membandingkan dengan kondisi di Timur Tengah yang kerap dilanda konflik akibat kurangnya kedewasaan beragama.
“Kita bersyukur kedewasaan beragama di Indonesia telah teruji. Organisasi keagamaan seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dan lainnya adalah infrastruktur sosial keagamaan yang tak dimiliki negara lain,” ucapnya
Lebih lanjut, ia mengingatkan pentingnya memegang teguh Pancasila, khususnya sila pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa, yang menjadi landasan bagi empat sila lainnya, sekaligus sebagai landasan kehidupan berbangsa.
“Jangan pernah meminggirkan agama dalam konteks kebangsaan dan kenegaraan. Kita harus memahami paham kebangsaan yang berketuhanan,” pesannya.
Di tengah tantangan geopolitik global yang penuh ketidakpastian, Ahmad Zayadi mengajak seluruh penyuluh untuk mengoptimalkan perannya, termasuk dalam koordinasi program zakat, wakaf, dan pemberdayaan ekonomi umat.
Hal ini selaras dengan Asta Prioritas Menteri Agama, di antaranya kerukunan dan cinta kemanusiaan, ekoteologi, layanan keagamaan berdampak, dan pemberdayaan ekonomi umat.
“Kita harus memastikan tidak ada seorang pun di Indonesia yang tidak mendapat layanan keagamaan. Tantangan peningkatan mutu, perluasan akses, dan tata kelola layanan harus dijawab dengan kerja ikhlas dan tanggung jawab. Insyaallah, seberat apapun tantangan, kita mampu menghadapinya,” pungkasnnya.
Kepala Subdirektorat Bina Penyuluh Agama Islam, Jamaluddin M. Marki dalam laporannya menjelaskan tiga tujuan yang hendak dicapai dari pelaksanaan workshop ini.
“Tujuannya adalah untuk mengidentifikasi layanan keagamaan yang ada, mengembangkan strategi, dan menyusun rencana aksi penguatan layanan keagamaan masyarakat, sekaligus meningkatkan kualitasnya,” ungkapnya
Ia menambahkan, hasil dari workshop ini akan menjadi bagian dari program yang dilaporkan ke Bappenas.
“Kita ingin memastikan setiap langkah perbaikan layanan keagamaan terdokumentasi dan terintegrasi dengan perencanaan nasional,” pungkasnya