
KabarMakassar.com — Realisasi belanja Pemerintah Kota Makassar tahun anggaran 2024 kembali menjadi sorotan tajam Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD). Meskipun secara agregat capaian realisasi belanja dinilai memuaskan, sejumlah pos strategis justru menunjukkan kinerja yang timpang dan perlu dievaluasi secara menyeluruh.
Anggota DPRD Kota Makassar dari Fraksi Golkar, Eshin Usami Nur Rahman, mengungkapkan dua area belanja yang menjadi perhatian khusus yakni Belanja Modal dan Belanja Tidak Terduga (BTT).
“Realisasi Belanja Modal baru menyentuh angka 54,10 persen dari pagu sebesar Rp1,36 triliun, atau sekitar Rp739,21 miliar. Ini menunjukkan bahwa pelaksanaan proyek-proyek pembangunan infrastruktur belum berjalan sesuai harapan,” ujar Eshin dalam rapat pembahasan evaluasi anggaran, Rabu (03/07).
Menurutnya, lambatnya serapan Belanja Modal berpotensi menghambat efek berganda pembangunan kota. Padahal, dana tersebut seharusnya menjadi pemicu pertumbuhan ekonomi dan peningkatan layanan publik yang nyata.
“Kita harus memastikan anggaran yang sudah disiapkan untuk investasi dan pembangunan ini tidak hanya diam di atas kertas. Pemerintah kota harus melakukan percepatan realisasi agar manfaatnya segera dirasakan masyarakat,” tegas Eshin.
Sebaliknya, pos Belanja Tidak Terduga (BTT) yang dianggarkan untuk kebutuhan darurat justru nyaris tak tersentuh. Dari total anggaran Rp4,25 miliar lebih, baru Rp811 juta lebih yang digunakan, atau hanya 19,09 persen.
“Memang idealnya BTT tidak digunakan secara masif. Tapi rendahnya realisasi juga bisa menandakan lemahnya mekanisme respons saat kondisi darurat. Ini perlu dikaji, agar fleksibilitas anggaran tetap terjaga ketika ada kebutuhan mendesak,” jelasnya.
Meski begitu, Fraksi Golkar tetap memberi apresiasi atas tingginya realisasi Belanja Daerah secara keseluruhan. Dari total pagu anggaran Rp5,29 triliun lebih, Pemkot Makassar telah berhasil merealisasikan Rp4,26 triliun lebih, atau mencapai 80,67 persen.
Pencapaian tertinggi terdapat pada Belanja Operasi, yang menyentuh 89,99 persen atau sekitar Rp3,52 triliun dari total alokasi Rp3,92 triliun. Komponen ini mencakup Belanja Pegawai, Belanja Barang dan Jasa, Hibah, serta Bantuan Sosial.
“Ini menunjukkan bahwa roda pemerintahan tetap berjalan dengan efektif. Program-program pelayanan dasar bisa dikatakan tidak mengalami gangguan,” kata Eshin.
Namun, menurutnya, capaian ini tidak boleh membuat pemerintah kota larut dalam kepuasan semu. Fraksi Golkar menilai bahwa tren positif dalam penyerapan anggaran harus menjadi momentum strategis untuk membangun fondasi tata kelola yang lebih kuat ke depan.
“Fokus kita harus kembali pada aspek perencanaan. Tanpa perencanaan yang matang dan eksekusi yang disiplin, serapan tinggi pun bisa kehilangan makna. Karena bisa jadi itu hanya kegiatan rutin, bukan program transformasional,” kritik Eshin.
Lebih lanjut, ia menekankan pentingnya dorongan terhadap perangkat daerah pengelola pendapatan untuk bekerja lebih progresif. Menurutnya, kunci penguatan fiskal Makassar terletak pada optimalisasi potensi penerimaan asli daerah yang dijalankan secara inovatif namun tetap mematuhi regulasi.
“Kreativitas dalam menggali pendapatan harus terus dilakukan, tapi tetap berlandaskan transparansi dan akuntabilitas. Yang terpenting, output-nya harus kembali ke masyarakat dalam bentuk layanan yang nyata,” tegasnya.
Fraksi Golkar juga mendesak agar pemerintah kota memastikan bahwa dampak realisasi APBD benar-benar menyentuh seluruh lapisan masyarakat, bukan hanya dalam bentuk data statistik, tapi juga pada level pengalaman hidup warga kota.
“Jangan sampai masyarakat tidak merasa perubahan apa-apa, padahal anggarannya triliunan,” pungkasnya.