
KabarMakassar.com — Harga minyak mentah global bergerak mendatar pada perdagangan Rabu (13/08) pagi, di tengah sikap wait and see pelaku pasar menanti rilis data resmi stok minyak Amerika Serikat (AS).
Kekhawatiran bahwa permintaan musim panas telah mencapai puncaknya turut menekan pergerakan harga.
Berdasarkan data Refinitiv pukul 10.25 WITA, harga minyak mentah berjangka Kontrak Brent terdekat tercatat di level US$66,02 per barel, melemah tipis 0,15% dari penutupan Selasa (12/08) di US$66,12 per barel.
Sementara minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS berada di US$63,02 per barel, turun 0,24% dibandingkan posisi sebelumnya di US$63,17.
Tekanan harga muncul setelah laporan American Petroleum Institute (API) menunjukkan kenaikan stok minyak mentah AS sebesar 1,52 juta barel pada pekan lalu.
Data tersebut menunjukkan puncak permintaan musim mengemudi musim panas mulai mereda, seiring penurunan stok bensin dan sedikit kenaikan stok distilat.
Jika data resmi US Energy Information Administration (EIA) yang dirilis Rabu malam waktu konfirmasi kenaikan stok setempat, pasar akan menilai kilang AS mulai mengurangi aktivitas produksi.
Namun, survei Reuters memproyeksikan penurunan stok sekitar 300.000 barel, yang berpotensi menjadi sentimen positif jangka pendek bagi harga minyak.
Dari sisi fundamental, laporan terbaru OPEC dan EIA yang dirilis Selasa (12/08) memproyeksikan produksi minyak global masih akan meningkat pada tahun ini.
AS sebagai produsen terbesar diperkirakan mencapai rekor produksi 13,41 juta barel per hari pada tahun 2025, meskipun berpotensi turun pada tahun 2026 akibat harga lebih rendah.
Sementara negara produsen lain diproyeksikan meningkatkan pasokan minyak dan gas pada tahun depan.
OPEC mempertahankan proyeksi konsumsi minyak global tahun 2025, namun merevisi naik estimasi 2026 menjadi 1,38 juta barel per hari, atau bertambah 100.000 barel per hari dibandingkan perkiraan sebelumnya.
Dari faktor geopolitik, pasar masih mencermati perkembangan perang Rusia-Ukraina. Presiden AS Donald Trump dan Presiden Rusia Vladimir Putin dijadwalkan bertemu di Alaska pada Jumat (15/08).
Meski Gedung Putih meredam ekspektasi tercapainya gencatan senjata dalam waktu dekat, pasar menilai potensi sanksi tambahan terhadap minyak Rusia semakin kecil, sehingga menekan premi risiko harga.