KabarMakassar.com — Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat kinerja perdagangan saham yang bervariasi sepanjang pekan lalu, periode 4-8 November 2024. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan signifikan sebesar 2,91%, ditutup pada level 7.287,191, turun dari 7.505,257 pada pekan sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya tekanan yang cukup kuat di pasar modal Indonesia menjelang akhir tahun.
Menurut Kautsar Primadi Nurahmad, Sekretaris BEI, penurunan IHSG diiringi dengan melemahnya kapitalisasi pasar yang turun 2,86% menjadi Rp12.241 triliun dari sebelumnya Rp12.601 triliun. Namun, di tengah tekanan pada indeks, beberapa indikator perdagangan justru menunjukkan tren positif.
Rata-rata nilai transaksi harian saham naik 3,27% menjadi Rp11.686 triliun, mencerminkan minat yang masih tinggi dari pelaku pasar untuk bertransaksi.
Selain itu, rata-rata frekuensi transaksi harian juga meningkat 2,87%, mencapai 1,30 juta kali transaksi dari 1,27 juta transaksi pekan lalu. Volume perdagangan harian turut mengalami kenaikan tipis sebesar 0,31% dengan 21,53 miliar lembar saham diperdagangkan.
Rebalancing MSCI dan Dampaknya pada Saham Indonesia
Perubahan komposisi indeks saham oleh Morgan Stanley Capital International (MSCI) menjadi salah satu sentimen utama pekan ini. MSCI melakukan evaluasi rutin terhadap indeks Global Standard, Small Cap, dan Micro Cap, dengan hasil yang cukup mengejutkan bagi beberapa emiten lokal. Saham PT Avia Avian Tbk (AVIA) masuk ke dalam MSCI Indonesia Small Cap, sementara PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS) dan PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) dikeluarkan dari indeks tersebut. Rebalancing ini akan efektif mulai 26 November 2024.
Masuknya AVIA ke dalam MSCI Small Cap diharapkan dapat memberikan dampak positif pada harga sahamnya. Sejumlah analis pasar memprediksi bahwa saham yang masuk indeks MSCI sering kali menarik minat investor institusi, terutama asing, yang mengikuti pergerakan indeks tersebut. Hal ini berpotensi mendorong arus modal masuk ke saham AVIA, memberikan sentimen positif bagi pasar.
Budi Frensidy, Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia, menyebutkan bahwa perubahan indeks ini lebih berdampak pada pergerakan harga saham daripada kinerja fundamental perusahaan. “Masuknya saham ke dalam indeks MSCI bisa memicu aksi beli dari investor institusi, yang biasanya mengikuti indeks sebagai acuan investasi. Sebaliknya, saham yang keluar dari indeks mungkin mengalami tekanan jual,” ujarnya.
Fluktuasi Saham Pasca Evaluasi MSCI
Dalam perdagangan Kamis (7/11), saham AVIA melonjak 4,34% menjadi Rp505 per saham, sementara saham SCMA, meskipun dikeluarkan dari MSCI, berhasil naik tipis 1,59% ke Rp128 per saham. Sebaliknya, BTPS mengalami penurunan sebesar 2,86% dan ditutup pada level Rp1.020 per saham.
Analis memandang bahwa penurunan BTPS mungkin memberikan peluang beli, terutama jika sahamnya terkoreksi hingga level psikologis Rp1.000 per saham, dengan target harga Rp1.100 per saham dalam jangka pendek. Meski dikeluarkan dari MSCI, BTPS masih memiliki prospek positif di sektor perbankan syariah yang sedang berkembang di Indonesia
Prospek Emiten di Tengah Tantangan Pasar
Melihat prospek jangka panjang, PT Avia Avian (AVIA) berpotensi mendapatkan keuntungan dari peningkatan permintaan produk cat dan bahan konstruksi, terutama jika sektor properti terus bertumbuh. Sementara itu, PT Bank BTPN Syariah (BTPS) masih bisa memanfaatkan momentum dari meningkatnya inklusi keuangan syariah di Indonesia, meski harus menghadapi tantangan berupa suku bunga yang stabil tinggi dan kebijakan makro yang ketat.
Di sisi lain, PT Surya Citra Media (SCMA) harus terus berinovasi dalam menghadapi persaingan di industri media. Meskipun persaingan ketat, prospek peningkatan belanja iklan digital dapat menjadi katalis bagi pertumbuhan SCMA, terutama jika mampu menarik lebih banyak pengiklan dengan konten yang menarik.
Sentimen Investor Asing dan Likuiditas Pasar
Menariknya, di tengah fluktuasi ini, investor asing mencatatkan nilai jual bersih sebesar Rp2,22 triliun pada akhir pekan (8/11). Namun, sepanjang tahun 2024, investor asing masih membukukan beli bersih sebesar Rp33,75 triliun, menunjukkan minat yang masih kuat terhadap pasar Indonesia.
Ke depan, investor akan mencermati perkembangan global dan domestik, termasuk evaluasi indeks MSCI berikutnya yang dijadwalkan pada Februari 2025. Sentimen dari rebalancing indeks dan data ekonomi global akan menjadi faktor penentu bagi pergerakan pasar saham Indonesia dalam beberapa bulan mendatang.
Dengan demikian, meski IHSG dan kapitalisasi pasar mengalami tekanan pekan ini, optimisme tetap ada, didukung oleh peningkatan aktivitas perdagangan dan potensi arus modal asing yang lebih besar.