NasDem Dorong Amnesti bagi Pekerja Migran Nonprosedural dalam Revisi UU PPMI

1 month ago 16

KabarMakassar.com — Fraksi Partai NasDem menegaskan komitmennya untuk memperjuangkan perlindungan menyeluruh bagi Pekerja Migran Indonesia (PMI) melalui revisi Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2017 tentang Pelindungan PMI.

Salah satu langkah terobosannya adalah pemberian amnesti bagi PMI nonprosedural agar dapat mendaftarkan diri sesuai aturan tanpa takut terkena sanksi hukum.

Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI dari Fraksi NasDem, Martin Manurung, menjelaskan, kebijakan ini bertujuan mendorong sebanyak mungkin PMI nonprosedural beralih ke jalur prosedural, sehingga mendapatkan perlindungan penuh negara.

“Kita ingin memberikan jaminan bahwa ketika mereka melakukan pendaftaran secara sukarela, tidak ada implikasi hukum. Dengan begitu, mereka bisa masuk ke dalam rezim prosedural,” ujar Martin dalam diskusi daring bertajuk Revisi UU Pelindungan Pekerja Migran, Lebih Progresif atau Regresif? yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (13/08).

Martin menegaskan, NasDem sepakat meminimalkan keberadaan PMI nonprosedural karena para pekerja migran merupakan penyumbang devisa terbesar kedua setelah migas dan layak memperoleh perlindungan maksimal.

Revisi UU ini juga dilakukan untuk menyesuaikan regulasi pascaperubahan status Badan Pelindungan Pekerja Migran Indonesia menjadi Kementerian Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (Kementerian PPMI) dengan kewenangan yang lebih luas.

“Tentu cakupan kewenangan yang lebih besar ini akan berpengaruh pada penyusunan anggaran. Kita perlu merumuskan batasan dan cakupan kewenangan Kementerian PPMI agar layanan kepada PMI bisa maksimal,” jelasnya.

Martin memaparkan sejumlah perubahan norma yang diusulkan, antara lain, penambahan kategori PMI, Pembentukan Pelayanan Terpadu Satu Atap.

Kemudian, pendampingan mediasi, advokasi, dan bantuan hukum oleh pemerintah pusat atau perwakilan RI, memasukkan Maritime Labour Convention (MLC) 2006 dan ILO Convention 180 untuk pelaut dan menghapus Pasal 64 UU PPMI dan mengatur ulang ketentuan bagi pelaut di beleid baru.

Revisi UU PPMI ini merupakan usul inisiatif DPR dan kini telah mendapat Surat Presiden serta Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dari pemerintah.

“Sekarang tinggal menunggu pimpinan DPR menjadwalkan di Bamus. Baleg siap, bahkan besok pun kita bisa mulai pembahasan jika sudah diputuskan,” tegas Martin.

Sementara itu, Wakil Ketua MPR RI dari Fraksi NasDem, Lestari Moerdijat, menekankan bahwa revisi UU PPMI harus berlandaskan amanat konstitusi untuk melindungi segenap bangsa Indonesia, dengan pendekatan responsif gender dan berbasis Hak Asasi Manusia (HAM).

“Kontribusi remitansi PMI bagi perekonomian nasional sangat besar, tetapi masih banyak persoalan, mulai dari rendahnya pendidikan dan keterampilan, penipuan rekrutmen, penempatan nonprosedural, hingga minimnya perlindungan bagi PMI dan keluarganya,” ujar Lestari.

Menurutnya, masalah ini harus diatasi melalui perbaikan regulasi yang komprehensif agar potensi ekonomi PMI tidak terganggu oleh praktik-praktik yang merugikan.

Menurut Lestari, pekerja migran menjadi salah satu penopang tumbuhnya perekonomian nasional dan berkontribusi secara konkret bagi pendapatan negara dan produktivitas ekonomi, melalui tingginya remitansi atau pendapatan yang dikirimkan ke dalam negeri.

Namun, ujar Rerie, sapaan akrab Lestari, potensi ekonomi melalui pendapatan negara dari para pekerja migran itu tidak luput dari berbagai masalah.

Masalah yang dihadapi, tambah Rerie yang juga anggota Komisi X DPR RI dari Dapil Jawa Tengah II (Kudus, Demak, Jepara) itu, antara lain pendidikan PMI yang didominasi lulusan SMA ke bawah, kurangnya keterampilan dan pelatihan, maraknya penipuan dalam proses rekrutmen hingga timbul proses penempatan non-prosedural, dan kurangnya perlindungan PMI dan keluarganya secara menyeluruh.

Selain itu, Sekretaris Jenderal Kementerian PPMI, Irjen Pol. Dwiyono, menilai revisi UU diperlukan karena sistem perlindungan saat ini belum maksimal. Salah satu usulan penting adalah penguatan fungsi atase ketenagakerjaan di negara penempatan agar langsung berada di bawah Kementerian PPMI.

Ketua Umum Serikat Awak Kapal Transportasi Indonesia (SAKTI), Syofyan, menambahkan perlunya lembaga tripartit untuk mengatasi masalah pelaut secara khusus.

Sementara itu, Ketua Komnas HAM, Anis Hidayah, menekankan pentingnya memasukkan prinsip-prinsip HAM ke dalam revisi, termasuk memastikan informasi yang komprehensif kepada PMI di sektor informal, perikanan, dan perkebunan untuk mencegah pelanggaran hak.

Wartawan senior Saur Hutabarat mengingatkan agar pembentukan Kementerian PPMI mengakhiri tumpang tindih kewenangan dengan Kementerian Tenaga Kerja. Ia juga menyoroti pentingnya memperkuat akses hukum di negara penempatan dan menjaga hak PMI untuk menyimpan paspor sendiri atau menitipkannya di KBRI, bukan pada majikan atau perusahaan.

Dengan seluruh masukan ini, Fraksi NasDem mendorong pembahasan revisi UU PPMI segera dimulai agar perlindungan bagi PMI menjadi lebih efektif, menyeluruh, dan mampu menjawab tantangan di lapangan.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news