
KabarMakassar.com — Anggota Komisi IX DPR RI, Nurhadi, mengungkap adanya dugaan dapur fiktif dalam pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dikelola Badan Gizi Nasional (BGN).
Ia menuding praktik tersebut merupakan permainan dalam penentuan satuan pelayanan pemenuhan gizi dengan dalih kuota penuh, padahal faktanya lokasi yang dimaksud belum memiliki dapur.
Nurhadi menjelaskan, istilah ‘kuota penuh’ kerap digunakan untuk menolak calon dapur yang sebenarnya sudah lulus survei lapangan. Penolakan itu, menurutnya, justru dimanfaatkan untuk memasukkan kepala dapur yang kompetensinya diragukan.
“Kalau sistem bilang kuota penuh tapi di lapangan belum ada dapur, itu bukan masalah teknis. Itu permainan yang mengunci kesempatan orang lain berkontribusi,” ujarnya, Kamis (14/08).
Ia membeberkan laporan yang diterimanya dari berbagai daerah, termasuk calon dapur yang sudah dinyatakan lulus survei di portal resmi BGN, namun tiba-tiba dicoret dengan alasan kuota kecamatan penuh. Padahal pengecekan di lapangan menunjukkan tidak ada bangunan dapur yang berdiri di lokasi tersebut.
“Ini jelas kuota penuh fiktif. Faktanya, tidak ada pembangunan sama sekali. Kalau alasannya kuota penuh, berarti ada tangan-tangan yang sengaja mengunci titik dapur itu,” tegasnya.
Temuan serupa juga diungkap Forum Masyarakat Makan Bergizi Gratis (FMMBG) Jawa Barat. Dari hasil penelusuran, sejumlah titik dapur yang tercatat penuh di data resmi BGN ternyata belum dibangun, bahkan tidak pernah ada wujud fisiknya.
Nurhadi menambahkan, persoalan ini makin memprihatinkan karena banyak calon pengelola dapur telah menggelontorkan modal hingga puluhan juta rupiah untuk membangun fasilitas dan membeli peralatan sesuai standar. Namun, investasi mereka menjadi sia-sia setelah tiba-tiba dicoret dari daftar.
“Bayangkan, orang sudah keluarkan modal besar, sudah siapkan alat dapur, tapi dicoret begitu saja. Ini menghancurkan semangat masyarakat yang ingin mendukung program negara,” katanya.
Legislator Partai NasDem itu juga menyoroti penempatan kepala dapur atau Sarjana Penggerak Pembangunan Indonesia (SPPI) yang dianggap tidak memenuhi kualifikasi. Menurutnya, banyak tenaga terlatih yang sudah melalui pelatihan profesional selama tiga bulan justru tidak dipakai, digantikan orang yang tidak paham teknis.
Untuk itu, Nurhadi mendesak BGN melakukan audit internal menyeluruh, membuka data lapangan secara transparan, dan menghapus sistem ‘penguncian’ titik dapur yang rawan dimanipulasi.
“Kalau BGN tidak bersih-bersih, jangan salahkan publik kalau menilai MBG ini hanya proyek bagi-bagi jatah. Anak-anak kita butuh makan bergizi, bukan jadi korban drama kuota dan titipan jabatan,” pungkasnya.