Peternak Lokal Tertekan Susu Impor, Pemerintah Diharap Segera Evaluasi FTA

3 days ago 1

banner 468x60

KabarMakassar.com — Dominasi susu impor di pasar dalam negeri memicu kerugian bagi peternak sapi perah lokal. Hal ini terlihat dari aksi unjuk rasa para peternak susu sapi perah yang baru-baru ini viral karena membuang ribuan liter hasil perah yang tak terserap di perusahaan.

Pengamat Ekonomi dari Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar (UINAM), Murtiadi Awaluddin, mengungkapkan bahwa aksi protes peternak lokal baru-baru ini merupakan reaksi terhadap kebijakan pemerintah yang lebih menguntungkan produsen susu impor daripada pelaku usaha susu lokal.

Pemprov Sulsel

Menurut Murtiadi, salah satu penyebab utama kerugian peternak adalah perjanjian perdagangan bebas (FTA) yang diterapkan pemerintah, di mana pajak impor susu dibebaskan. Akibatnya, harga susu impor lebih murah dibandingkan susu lokal.

“Produsen susu di luar negeri menggunakan teknologi canggih sehingga biaya produksi lebih rendah. Sementara itu, peternak lokal masih banyak yang bergantung pada metode tradisional yang lebih mahal,” jelas Murtiadi.

Faktor lainnya adalah kualitas susu lokal yang dianggap belum memenuhi standar yang dibutuhkan oleh industri pengolahan susu. Murtiadi menyebutkan, ada ketidakpercayaan dari pengusaha besar terhadap kualitas susu lokal.

“Bahkan ditemukan ada praktik di mana susu lokal dicampur dengan bahan lain untuk menambah volume, yang justru menurunkan kualitasnya,” katanya.

Ia menilai, pemerintah harus segera mengambil langkah untuk menjembatani kesenjangan ini.

“Harus ada titik temu antara pengusaha dengan peternak lokal terkait standar kualitas yang diharapkan. Jika standar ini jelas, peternak bisa menyesuaikan produksi mereka,” ujarnya.

Di sisi lain, Murtiadi juga melihat potensi besar dalam mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) sebagai solusi penyerapan susu lokal. Menurutnya, pemerintah dapat bekerja sama dengan UMKM untuk menciptakan produk turunan susu, seperti sabun susu atau makanan olahan berbahan dasar susu. Ini tidak hanya akan meningkatkan permintaan terhadap susu lokal, tetapi juga membuka lapangan kerja baru.

“Dengan melibatkan UMKM, kita tidak hanya bergantung pada industri besar. Pelaku usaha kecil bisa berinovasi dan menciptakan produk baru yang berbasis susu, sehingga permintaan susu lokal bisa meningkat,” jelasnya.

Peluang besar lain yang bisa menjadi solusi dari kerugian para peternak susu sapi perah ialah adanya program makan gizi gratis yang digagas pasangan Prabowo-Gibran.

Menurut Murtiadi, jika susu lokal dijadikan salah satu komponen gizi dalam program tersebut, peternak sapi perah akan memiliki pasar baru yang stabil.

“Ini bisa menjadi peluang luar biasa bagi peternak susu. Namun, tentu dengan syarat kualitas susu harus ditingkatkan sesuai standar yang diharapkan,” tambahnya.

Murtiadi menekankan pentingnya peran pemerintah dalam memberikan dukungan lebih kepada peternak lokal. Selain menciptakan standar kualitas yang jelas, pemerintah juga bisa membuka peluang pasar baru bagi peternak melalui kemitraan dengan industri kecil.

“Ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga kesejahteraan peternak lokal. Pemerintah harus segera bertindak agar peternak bisa lebih sejahtera,” tutup Murtiadi.

Sementara itu, Menteri Koperasi dan UKM, Budi Arie Setiadi, mengungkapkan bahwa kebijakan impor menjadi salah satu penyebab utama membanjirnya susu impor di Indonesia, yang berdampak negatif pada peternak lokal. Dalam konferensi pers di kantor Kementerian Koperasi, Budi menjelaskan bahwa ada dua faktor utama yang menyebabkan tingginya volume impor susu di Tanah Air.

Faktor pertama adalah terkait aturan bea masuk. Menurut Budi, berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 101 Tahun 2009, bea masuk untuk produk susu tertentu ditetapkan sebesar 5 persen.

Namun, sejumlah negara seperti Selandia Baru dan Australia memanfaatkan perjanjian perdagangan bebas (FTA) dengan Indonesia, yang menghapuskan bea masuk untuk produk susu.

“Negara-negara pengekspor ini menggunakan perjanjian perdagangan bebas untuk menekan harga produk mereka, sehingga setidaknya lima persen lebih murah dibandingkan pengekspor susu global lainnya,” jelas Budi.

Akibat dari kebijakan FTA ini, susu impor memiliki harga yang lebih kompetitif dibandingkan susu lokal. Kondisi ini semakin diperparah dengan fakta bahwa produk yang diimpor kebanyakan adalah susu bubuk atau skim, bukan susu segar.

“Harga susu impor menjadi lebih murah hingga 5 persen dibandingkan susu sapi lokal. Padahal, susu skim kualitasnya lebih rendah karena telah melalui proses pemanasan atau ultra proses,” tegas Budi.

Budi Arie menekankan bahwa dampak dari kebijakan ini membuat peternak lokal kesulitan bersaing di pasar domestik. Susu segar dari peternak lokal kalah bersaing dengan susu impor yang harganya lebih murah. Selain itu, konsumen lebih banyak memilih produk impor yang harganya lebih terjangkau meskipun kualitasnya lebih rendah.

“Dengan harga yang lebih murah, produk impor ini lebih menarik bagi pengusaha olahan susu di Indonesia, sehingga penyerapan susu dari peternak lokal menurun,” tambahnya.

Budi Arie mengusulkan perlunya peninjauan ulang terhadap kebijakan impor susu guna melindungi industri susu lokal. Ia menyarankan agar pemerintah memberikan dukungan lebih kepada peternak lokal, termasuk melalui insentif dan peningkatan kualitas produk.

“Harus ada upaya bersama untuk meningkatkan daya saing susu lokal, baik dari segi harga maupun kualitas, agar peternak lokal tidak terus-menerus tertekan oleh produk impor,” pungkas Budi.

Baru-baru ini, para peternak sapi perah di Jawa Timur dan Jwa Tengah melakukan aksi protes dengan melakukan mandi susu hingga membuang susu perah secara cuma-cuma. Hal ini sebagai bentuk kekecewaan, karena industri dituding lebih memilih menggunakan susu impor serta pembatasan serapan kuota dari Industri Pengolahan Susu (IPS).

Pengusaha pengolahan susu mengungkapkan alasan tidak menyerap susu peternak lokal yakni karena kualitas susu yang dihasilkan tidak sesuai dengan standar perusahaan. Oleh sebab itu, pembatasan terpaksa dilakukan.

Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman langsung ambil tindakan usai melakukan pertemuan dengan pengusaha susu. Ia langsung menangguhkan izin impor 5 perusahaan susu.

Tujuannya, agar perusahaan tersebut menyerap produksi susu dalam negeri.

Apabila selama masa penangguhan perusahaan kekeh tidak mau menyerap susu lokal, maka izin impornya akan dicabut permanen.

“Kalau dari lima ada yang masih mencoba (tidak serap susu lokal), aku cabut izinnya dan tidak boleh impor lagi. Itu ketegasan kami dari kementerian, karena kami tidak ingin antara peternak dengan industri tidak bergandengan tangan,” tegasnya.

Untuk informasi, berdasar Ketentuan pasal 7 ayat (2) huruf (i) PP 49 Tahun 2022 tentang PPN Dibebaskan dan PPN atau PPnBM Tidak Dipungut atas Impor dan/ atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu dan/ atau Jasa Kena Pajak Tertentu dan/ atau Pemanfaatan Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean.

Disebutkan bahwa susu termasuk dalam kategori barang yang dibutuhkan rakyat banyak yang atas impor dan/ atau penyerahannya dibebaskan dari pengenaan PPN.

Lebih lanjut ketentuan tersebut mengatur bahwa susu tersebut adalah susu yang memenuhi kriteria susu perah, baik yang telah melalui proses didinginkan maupun dipanaskan (pasteurisasi) dan tidak mengandung tambahan gula atau bahan lainnya.

Dengan demikian, sepanjang memenuhi kriteria tersebut, atas impor dan/ atau penjualan susu di dalam negeri dibebaskan dari pengenaan PPN.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news