Prediksi IHSG Awal Pekan, Berikut Rekomendasi Hari Ini!

5 days ago 2

banner 468x60

KabarMakassar.com — Memasuki awal pekan depan, pelaku pasar diperkirakan masih mencari level terendah (bottom level) di tengah minimnya sentimen baru. Pasar cenderung hati-hati setelah rangkaian peristiwa yang memicu tekanan terhadap kepercayaan investor.

Dari sisi domestik, pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal III 2024 tercatat melambat menjadi 4,95% secara tahunan (year on year). Perlambatan ini menunjukkan adanya tekanan pada ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global yang masih tinggi.

Pemprov Sulsel

Dari sisi eksternal, kemenangan Donald Trump dalam Pemilu Amerika Serikat (AS) telah meningkatkan kekhawatiran terkait kebijakan proteksionisme yang mungkin akan diambil. Kebijakan semacam ini berpotensi mempengaruhi prospek ekonomi global, khususnya di pasar negara berkembang.

Selain itu, tekanan jangka pendek terhadap Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) juga datang dari spekulasi stimulus fiskal tambahan dari Pemerintah China pada akhir pekan lalu. Setiap kali China mengumumkan stimulus ekonomi, pasar modal Indonesia sering kali tertekan akibat potensi arus keluar dana asing.

Setiap pengumuman stimulus dari China sering dikaitkan dengan potensi aliran keluar modal dari Indonesia, sehingga memberikan tekanan tambahan bagi IHSG.

Sementara itu, meski The Fed melalui rapat Federal Open Market Committee (FOMC) telah memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin ke level 4,75%, pasar tidak merespon dengan euforia berlebihan. Meskipun demikian, langkah ini membantu menahan tekanan jual, dengan nilai tukar rupiah menguat tipis hingga mencapai Rp 15.665 per dolar AS pada penutupan perdagangan Jumat (8/11).

Analis pasar modal, Alrich, memperkirakan IHSG hari ini pada Senin (11/11) akan bergerak di kisaran level resistance 7.430 dan support di 7.200, dengan titik tengah (pivot) di sekitar level 7.330. Beberapa saham yang layak untuk diperhatikan oleh investor di antaranya adalah ADMR, INCO, SSIA, ICBP, PNLF, ARTO, dan EMTK.

Menurut Herditya Wicaksana, analis dari MNC Sekuritas, penurunan kinerja IHSG pekan lalu disebabkan oleh beberapa faktor penting. Pertama, terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden AS diperkirakan membawa dampak negatif bagi pasar negara berkembang (emerging market) akibat kebijakan ekonomi proteksionis yang dapat memicu keluarnya aliran dana asing dari IHSG.

“Kemenangan Trump yang membawa agenda proteksionisme domestik AS akan memberi tekanan pada pasar negara berkembang, termasuk Indonesia,” ujar Herditya pada Jumat (8/11).

Selain itu, data makroekonomi Indonesia menunjukkan perlambatan, di mana Produk Domestik Bruto (PDB) tumbuh lebih lambat di level 4,95% pada kuartal ketiga 2024.

Tak hanya itu, kenaikan harga minyak global turut memberikan tekanan, terutama setelah OPEC mengumumkan rencana untuk menahan produksi hingga akhir tahun.

“Kenaikan harga minyak bisa menambah beban ekonomi, terutama bagi negara-negara pengimpor minyak seperti Indonesia,” tambah Herditya.

Menghadapi pekan ini, Herditya memproyeksikan IHSG berpotensi mengalami penguatan terbatas.

Ia memperkirakan level support IHSG berada di 7.243 dengan resistance di 7.314. Faktor-faktor yang akan mempengaruhi pergerakan IHSG meliputi harga komoditas yang cenderung melemah, nilai tukar rupiah yang masih berpotensi tertekan, serta penantian pelaku pasar terhadap kebijakan konkret dari pemerintahan AS yang baru.

Untuk rekomendasi saham, investor disarankan untuk mencermati saham-saham seperti BBRI dengan target harga Rp 4.680 – Rp 4.850 per saham, HRUM di kisaran Rp 1.225 – Rp 1.270 per saham, dan GOTO pada level Rp 67 – Rp 71 per saham.

Dengan berbagai dinamika tersebut, pekan depan akan menjadi momen krusial bagi para pelaku pasar untuk mencermati arah kebijakan global dan respons ekonomi domestik dalam menghadapi ketidakpastian yang sedang berlangsung.

Sebelumnya diberitakan, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat kinerja perdagangan saham yang bervariasi sepanjang pekan lalu, periode 4-8 November 2024.

Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mengalami penurunan signifikan sebesar 2,91%, ditutup pada level 7.287,191, turun dari 7.505,257 pada pekan sebelumnya. Hal ini menunjukkan adanya tekanan yang cukup kuat di pasar modal Indonesia menjelang akhir tahun.

Menurut Kautsar Primadi Nurahmad, Sekretaris BEI, penurunan IHSG diiringi dengan melemahnya kapitalisasi pasar yang turun 2,86% menjadi Rp12.241 triliun dari sebelumnya Rp12.601 triliun. Namun, di tengah tekanan pada indeks, beberapa indikator perdagangan justru menunjukkan tren positif.

Rata-rata nilai transaksi harian saham naik 3,27% menjadi Rp11.686 triliun, mencerminkan minat yang masih tinggi dari pelaku pasar untuk bertransaksi.

Selain itu, rata-rata frekuensi transaksi harian juga meningkat 2,87%, mencapai 1,30 juta kali transaksi dari 1,27 juta transaksi pekan lalu. Volume perdagangan harian turut mengalami kenaikan tipis sebesar 0,31% dengan 21,53 miliar lembar saham diperdagangkan.

Rebalancing MSCI dan Dampaknya pada Saham Indonesia

Perubahan komposisi indeks saham oleh Morgan Stanley Capital International (MSCI) menjadi salah satu sentimen utama pekan ini. MSCI melakukan evaluasi rutin terhadap indeks Global Standard, Small Cap, dan Micro Cap, dengan hasil yang cukup mengejutkan bagi beberapa emiten lokal. Saham PT Avia Avian Tbk (AVIA) masuk ke dalam MSCI Indonesia Small Cap, sementara PT Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS) dan PT Surya Citra Media Tbk (SCMA) dikeluarkan dari indeks tersebut. Rebalancing ini akan efektif mulai 26 November 2024.

Masuknya AVIA ke dalam MSCI Small Cap diharapkan dapat memberikan dampak positif pada harga sahamnya. Sejumlah analis pasar memprediksi bahwa saham yang masuk indeks MSCI sering kali menarik minat investor institusi, terutama asing, yang mengikuti pergerakan indeks tersebut. Hal ini berpotensi mendorong arus modal masuk ke saham AVIA, memberikan sentimen positif bagi pasar.

Budi Frensidy, Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia, menyebutkan bahwa perubahan indeks ini lebih berdampak pada pergerakan harga saham daripada kinerja fundamental perusahaan. “Masuknya saham ke dalam indeks MSCI bisa memicu aksi beli dari investor institusi, yang biasanya mengikuti indeks sebagai acuan investasi. Sebaliknya, saham yang keluar dari indeks mungkin mengalami tekanan jual,” ujarnya.

Fluktuasi Saham Pasca Evaluasi MSCI

Dalam perdagangan Kamis (7/11), saham AVIA melonjak 4,34% menjadi Rp505 per saham, sementara saham SCMA, meskipun dikeluarkan dari MSCI, berhasil naik tipis 1,59% ke Rp128 per saham. Sebaliknya, BTPS mengalami penurunan sebesar 2,86% dan ditutup pada level Rp1.020 per saham.

Analis memandang bahwa penurunan BTPS mungkin memberikan peluang beli, terutama jika sahamnya terkoreksi hingga level psikologis Rp1.000 per saham, dengan target harga Rp1.100 per saham dalam jangka pendek. Meski dikeluarkan dari MSCI, BTPS masih memiliki prospek positif di sektor perbankan syariah yang sedang berkembang di Indonesia

Prospek Emiten di Tengah Tantangan Pasar

Melihat prospek jangka panjang, PT Avia Avian (AVIA) berpotensi mendapatkan keuntungan dari peningkatan permintaan produk cat dan bahan konstruksi, terutama jika sektor properti terus bertumbuh. Sementara itu, PT Bank BTPN Syariah (BTPS) masih bisa memanfaatkan momentum dari meningkatnya inklusi keuangan syariah di Indonesia, meski harus menghadapi tantangan berupa suku bunga yang stabil tinggi dan kebijakan makro yang ketat.

Di sisi lain, PT Surya Citra Media (SCMA) harus terus berinovasi dalam menghadapi persaingan di industri media. Meskipun persaingan ketat, prospek peningkatan belanja iklan digital dapat menjadi katalis bagi pertumbuhan SCMA, terutama jika mampu menarik lebih banyak pengiklan dengan konten yang menarik.

Sentimen Investor Asing dan Likuiditas Pasar

Menariknya, di tengah fluktuasi ini, investor asing mencatatkan nilai jual bersih sebesar Rp2,22 triliun pada akhir pekan (8/11). Namun, sepanjang tahun 2024, investor asing masih membukukan beli bersih sebesar Rp33,75 triliun, menunjukkan minat yang masih kuat terhadap pasar Indonesia.

Ke depan, investor akan mencermati perkembangan global dan domestik, termasuk evaluasi indeks MSCI berikutnya yang dijadwalkan pada Februari 2025. Sentimen dari rebalancing indeks dan data ekonomi global akan menjadi faktor penentu bagi pergerakan pasar saham Indonesia dalam beberapa bulan mendatang.

Dengan demikian, meski IHSG dan kapitalisasi pasar mengalami tekanan pekan ini, optimisme tetap ada, didukung oleh peningkatan aktivitas perdagangan dan potensi arus modal asing yang lebih besar.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news