KabarMakassar.com — Festival Komunitas Seni Media (FKSM) 2024 yang berlangsung pada 3-9 November di Benteng Rotterdam Kota Makassar Sulawesi Selatan mengundang ribuan antusias anak muda yang haus akan kesegaran media dan teknologi.
Tercatat, kurang lebih 36 ribu pengunjung yang didominasi generasi muda hadir dan mengunjungi 24 karya yang dipamerkan dalam festival seni media pertama di Kota Makassar ini.
Direktur FKSM 2024, Yudi Ahmad Tajudin takjub dengan antusias ribuan warga Kota Makassar khususnya generasi muda yang terlibat dan haus akan keingintahuan serta menikmati setiap peristiwa dalam pamera seni media dengan tema ‘Jelajah Jala’ yang menggambarkan Makassar sebagai kota yang terbuka di mana beragam budaya, teknologi dan sejarah saling terhubung.
“Geleng-geleng kepala saya, luar biasa Makassar. Menyenangkan, banyak pengunjungnya itu adalah anak muda. Jadi terlihat bahwa seperti ada komunikasi dengan karyanya bagaimana media yang akrab dengan mereka itu dibuat sebagai karya seni,” ungkapnya saat diwawancara, Sabtu (09/11)
Yudi mengaku Festival Komunitas Seni Media kali ini sangat berbeda dibandingkan dengan giat kegiatan sebelumnya seperti di Bengkulu dan Lombok di mana pagelaran digelar di ruang-ruang yang ada di Benteng Rotterdam yang sekaligus merupakan cagar budaya dan situs sejarah.
“Kalau pameran jelas berbeda karena di Makassar berangkat dari situs jadi karyanya berdialog dengan ruangan. Bukan hanya fisik tapi juga dengan ruang sejarah kebudyaaan dan konteks itu yang paling berbeda. Karena sebelumnya di Lombok dan Bengkulu itu digelar di ruang yang netral yaitu di taman-taman budaya,” tambahnya
Yudi menuturkan Festival Komunitas Seni Media menawarkan kesegaran-kesegaran dalam menyikapi media dan kesenian sehingga diharapkan menjadi inspirasi bagi generasi muda di Makassar baik seniman ataupun bukan seniman.
“Ada semacam literasi media bahwa kita bisa tidak hanya bersikap pasif atau konsumtif atas media tapi kita bisa bersikap aktif atas teknologi juga mengadaptasinya, mengaprovisasi yaitu mengambilnya dan menggunakannya berdasarkan kebutuhan dan imajinasi. Aku harap nilai-nilai itu yang bisa jadi inspirasi buat teman-teman di sini seniman maupun non seniman,” pungkasnya.
Salah satu Kurator, Rachmat Mustamin membeberkan sejumlah pameran karya dengan eksplorasi seni media yang interaktif yang membuat banyak pengunjung tertarik dan berdialog yaitu seperti Karya Pirates of Global South oleh Mivubi yang secara bentuk adalah game interaktif dan Karya Gerak Gerik oleh Eka Wahyuni dan Ikmal Awfar yang mencoba mengeksplorasi gerak dan fotografi dengan ruangan gelap serta memainkan unsur negatif film.
“FKSM ini adalah event seni media pertama yang berlangsung di Makassar dan yang menarik adalah dampaknya setelah ini karena publik di Makassar mengapresiasi, mengalami kesenian, sudah pasti berbeda sehingga kemudian hari ketika ada kegiatan lain atau serupa publik kita sudah terbangun dan terdidik mengalami karya-karya seni media yang hadir di Makassar,” pungkasnya
Salah satu pengunjung, Haikal mengaku sangat senang dengan adanya pameran Festival Komunitas Seni Media di Makassar yang merupakan hal baru bagi dirinya.
Meski masih awam dengan dunia seni dan media, pelajar SMA ini antusias membaca dan berdialog dengan setiap karya yang dipamerkan.
“Masih awam dengan seni tapi menarik dan sebisa mungkin saya mencoba memahami pesan dalam setiap karya yang dipamerkan,” ucapnya.
Sebelumnya, FKSM yang dulunya dikenal sebagai Pekan Seni Media, sudah berlangsung sejak tahun 2015 di berbagai kota di Indonesia seperti Bandung, Pekanbaru, Palu, Samarinda, Bengkulu, hingga Lombok.
FKSM 2024 menghadirkan 24 karya seni media dari berbagai daerah, mulai dari Jawa Barat hingga Papua. Terdapat 7 seniman individu, 4 kelompok, dan 13 karya kolaborasi. Berbagai karya ini membawa cerita, gagasan, dan sudut pandang yang beragam tentang Indonesia.
Seniman: Balaan Tumaan x Sonikustik (Pontianak, Kalbar), Dea Widya & Kelvin Djunaidi (DKI Jakarta), Eka Wahyuni (DI Yogyakarta – Berau, Kaltim) & Ikmal Awfar (DKI Jakarta), Farhanaz Rupaidha (Cirebon, Jawa Barat) x Agnes Hansella (DKI Jakarta) x Barak Aziz Malinggi (Toraja, Sulsel), Haifa Marwan & Teater Ghanta (DKI Jakarta), Helaehili No (Jayapura, Papua), Jeffi Manzani (Bandung, Jawa Barat), Julia Garninda Guntur (Makassar, Sulsel), Kolektif Emehdeyeh (Pontianak, Kalbar), Kukuh Ramadhan (Palu, Sulteng), M. Adzan Krisnatalio Ferial (Makassar, Sulsel), Mira Rizki & Tomy Herseta (DKI Jakarta), Misbahuddin (Pacitan, Jawa Timur), Mivubi (DI Yogyakarta), Monica Hapsari (DKI Jakarta) x Lintang Radittya (DI Yogyakarta), Remzky Nikijuluw (Ambon, Maluku), Riar Rizaldi (DKI Jakarta), SkolMus (Kupang, NTT), Tomy Herseta x Convert Textured (DKI Jakarta) berkolaborasi dengan Fitrya Ali Imran (Bone, Sulsel) dan Basri Baharuddin Sila (Makassar, Sulsel).
Kolaborasi Seniman-seniman Makassar: Oro Kelling Mencari Tuan Adi Gunawan (benangbaja), Muhammad Adnan Surya, Nur Iqbal Ramli, Viny Mamonto; Walenreng: Chaos and Order – Zainal Beta, Fitrya Ali Imran, Uto Amrullah Amir, Abdurrahman Ebe, Ahmad Irfan; Broken Chord – Dion Kalimuddin, Hirah Sanada, M. Rais, Raka Nurditama, Haruna Rasyid, Sultan Alauddin; Stratigrafi Mega Herdiyanti, Reskyana Syam, Andika (Lemon gghhff), Muhammad Al Mustawa, Besse Illang Sari, Linda Sugiana.