KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) berhasil menguat pada pembukaan perdagangan hari ini, Rabu (13/11), di tengah melemahnya dolar AS.
Rupiah dibuka menguat ke level Rp15.765 per dolar AS, naik sebesar 0,11% dibandingkan penutupan hari sebelumnya. Berdasarkan data dari Bloomberg pada pukul 09.00 WIB, indeks dolar AS melemah 0,10% menjadi 105,91. Penguatan rupiah ini turut didukung oleh sentimen positif dari pasar regional.
Selain rupiah, beberapa mata uang di kawasan Asia Pasifik juga menunjukkan penguatan. Yen Jepang naik tipis sebesar 0,03%, sementara won Korea Selatan melonjak 0,29%. Dolar Hong Kong dan dolar Singapura masing-masing menguat 0,02% dan 0,10%, sedangkan yuan China mencatat kenaikan signifikan sebesar 0,27% terhadap dolar AS.
Penguatan ini mencerminkan optimisme pasar terhadap prospek ekonomi Asia di tengah melemahnya dolar AS yang didorong oleh ekspektasi kebijakan moneter The Fed yang lebih dovish.
Namun demikian, analis pasar memperkirakan pergerakan nilai tukar rupiah masih akan fluktuatif dalam beberapa waktu ke depan.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, memproyeksikan bahwa rupiah berpotensi bergerak di rentang Rp15.770 hingga Rp15.880 per dolar AS sepanjang hari ini.
Meskipun rupiah dibuka menguat, tekanan dari tren penguatan dolar AS yang terjadi sebelumnya masih cukup kuat. Sentimen pasar global yang dipengaruhi oleh kebijakan moneter AS serta data ekonomi global akan sangat menentukan arah rupiah.
Ibrahim menambahkan bahwa dolar AS sempat menguat ke level tertingginya minggu ini didukung oleh kenaikan yield obligasi AS (US Treasury).
Ini merupakan dampak dari kebijakan The Fed yang cenderung mempertahankan suku bunga tinggi lebih lama untuk mengendalikan inflasi.
Pasar kini menantikan rilis data inflasi indeks harga konsumen (CPI) AS yang diharapkan akan menjadi penentu arah kebijakan The Fed. Jika inflasi AS tetap stabil, maka ekspektasi suku bunga tinggi bisa terus berlanjut.
Selain data inflasi, pasar juga akan mencermati sejumlah pidato dari pejabat Federal Reserve pekan ini. Pidato ini diperkirakan akan memberikan lebih banyak petunjuk terkait kebijakan moneter AS setelah pemangkasan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pekan lalu.
Berdasarkan data dari CME Fedwatch, pelaku pasar kini memperkirakan peluang sebesar 66,7% bahwa The Fed akan kembali memangkas suku bunga sebesar 25 basis poin pada Desember mendatang, sementara 33,3% pelaku pasar lainnya memprediksi suku bunga tetap tidak berubah.
Sentimen Eksternal dan Dampaknya pada Rupiah
Selain faktor internal, dinamika eksternal juga mempengaruhi pergerakan nilai tukar rupiah. Kebijakan proteksionis yang diambil oleh pemerintahan Trump, terutama terkait perdagangan internasional dan kebijakan imigrasi, berpotensi menimbulkan tekanan inflasi global yang lebih tinggi.
Hal ini tentunya menjadi perhatian pasar, terutama bagi negara-negara berkembang seperti Indonesia yang rentan terhadap perubahan kebijakan AS.
Di sisi lain, Tiongkok baru-baru ini mengumumkan langkah fiskal baru dengan menyetujui paket utang sebesar 10 triliun yuan (setara dengan US$1,4 triliun) untuk mendukung pemerintah daerah.
Namun, kebijakan ini dinilai kurang spesifik dalam mendorong konsumsi domestik dan memperbaiki sektor properti, yang saat ini sedang melemah. Para analis di JPMorgan memperkirakan Tiongkok akan meluncurkan lebih banyak langkah stimulus fiskal dalam beberapa bulan mendatang untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi.
Namun demikian, pelaku pasar di Asia masih menunjukkan kehati-hatian di tengah ketidakpastian global. Hal ini terlihat dari kinerja negatif beberapa mata uang Asia pada perdagangan sebelumnya.
Yen Jepang turun 0,07%, dolar Singapura terkoreksi 0,25%, dan baht Thailand mencatat pelemahan yang cukup tajam sebesar 0,74%. Mata uang lainnya, seperti peso Filipina, won Korea Selatan, ringgit Malaysia, dan rupee India, juga terpantau melemah terhadap dolar AS.
Secara teknikal, Ibrahim Assuaibi menjelaskan bahwa pola pergerakan rupiah saat ini menunjukkan tren fluktuatif.
Candle stick terakhir menunjukkan formasi bullish harami yang menandakan peluang penguatan. Selain itu, indikator stochastic menunjukkan sinyal golden cross di area oversold, yang dapat mengindikasikan potensi penguatan lanjutan pada rupiah.
Namun, faktor eksternal seperti hasil data inflasi AS dan pidato pejabat The Fed masih menjadi variabel kunci yang dapat menggerakkan pasar. Oleh karena itu, investor diharapkan tetap berhati-hati dalam mengambil keputusan investasi, terutama di tengah ketidakpastian pasar global yang tinggi.
Outlook Jangka Pendek: Tantangan dan Peluang
Di tengah ketidakpastian ini, prospek rupiah masih akan sangat bergantung pada perkembangan ekonomi global, khususnya kebijakan moneter AS dan dinamika politik internasional.
Meski demikian, optimisme pasar terhadap langkah-langkah kebijakan domestik yang diambil oleh Bank Indonesia untuk menjaga stabilitas rupiah dapat menjadi penopang bagi mata uang Garuda.
Bank Indonesia sebelumnya telah mengumumkan komitmen untuk menjaga stabilitas rupiah melalui intervensi di pasar valuta asing jika diperlukan.
Secara keseluruhan, rupiah dibuka menguat pada perdagangan pagi ini, namun pergerakannya masih rentan terhadap tekanan eksternal.
Pelaku pasar diimbau untuk terus memantau perkembangan global, termasuk kebijakan ekonomi di AS dan Tiongkok, yang berpotensi memengaruhi arus modal masuk ke pasar negara berkembang seperti Indonesia.
Dengan dinamika ini, pelaku pasar diharapkan dapat lebih bijaksana dalam menyusun strategi investasi mereka, baik dalam jangka pendek maupun panjang, guna memaksimalkan potensi keuntungan sekaligus memitigasi risiko di tengah fluktuasi nilai tukar yang tak terhindarkan.