KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS mengalami tekanan signifikan pada awal pekan ini. Berdasarkan data Bloomberg, rupiah dibuka melemah 0,55% atau turun ke level Rp15.776 per dolar AS pada Selasa (12/11) pukul 09.05 WIB.
Pada perdagangan sebelumnya, Senin (11/11/2024), rupiah ditutup melemah sebesar 0,11% atau turun 17,5 poin ke posisi Rp15.689 per dolar AS. Sementara itu, indeks dolar AS tercatat menguat 0,32% ke level 105,225. Pergerakan nilai tukar ini diperkirakan masih akan fluktuatif dengan kecenderungan melemah di kisaran Rp15.670-Rp15.770 pada hari ini.
Sejumlah mata uang di kawasan Asia turut mengalami tekanan terhadap dolar AS. Yen Jepang melemah 0,78%, dolar Singapura turun 0,42%, baht Thailand merosot 0,25%, dan yuan China sedikit terkoreksi 0,07%. Selain itu, peso Filipina terdepresiasi 0,54%, ringgit Malaysia melemah 0,63%, dan dolar Taiwan terkoreksi 0,66%. Di sisi lain, won Korea dan dolar Hong Kong justru menguat masing-masing sebesar 0,03% dan 0,02%.
Direktur PT Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuaibi, memperkirakan rupiah akan terus bergerak fluktuatif sepanjang perdagangan hari ini, namun dengan kecenderungan melemah.
Pihaknya memperkirakan nilai tukar rupiah akan berada di rentang Rp15.670 hingga Rp15.770. Ini didorong oleh berbagai faktor eksternal, termasuk rilis data ekonomi dari Amerika Serikat.
Ibrahim menambahkan bahwa perhatian pasar minggu ini akan tertuju pada sejumlah pidato pejabat Federal Reserve, termasuk Ketua The Fed Jerome Powell.
Pasar sedang menunggu arahan lebih lanjut terkait prospek kebijakan suku bunga The Fed. Sementara itu, data inflasi inti AS yang diproyeksikan tetap di atas 0,3% bulan ini bisa mengurangi peluang pelonggaran kebijakan moneter pada Desember mendatang.
Sementara itu, sentimen dari Asia turut dipengaruhi oleh ringkasan pertemuan kebijakan Bank of Japan (BOJ) pada Oktober lalu. Beberapa anggota BOJ masih ragu mengenai waktu yang tepat untuk menaikkan suku bunga kembali, terutama dengan pertimbangan volatilitas pasar yang cukup tinggi.
Dengan berbagai faktor global yang mempengaruhi pasar mata uang, pelaku pasar diharapkan tetap waspada terhadap perkembangan terbaru, terutama terkait kebijakan moneter AS dan Asia yang berpotensi memperkuat posisi dolar AS lebih lanjut.
Disisi lain, Dana Asing Rp10,23 Triliun Keluar dari Pasar Keuangan Indonesia, Dipicu Kemenangan Trump Bank Indonesia (BI) melaporkan adanya arus keluar dana asing sebesar Rp10,23 triliun dari tiga instrumen keuangan domestik pada periode 4-7 November 2024.
Dana asing tersebut terpantau keluar dari pasar saham, Surat Berharga Negara (SBN), dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), dengan rincian masing-masing sebesar Rp2,29 triliun, Rp4,66 triliun, dan Rp3,28 triliun.
Keluarnya dana asing dari Indonesia terjadi di tengah penguatan indeks dolar AS (DXY) dan kenaikan imbal hasil obligasi AS (US Treasury) bertenor 10 tahun. Fenomena ini dipicu oleh kemenangan Donald Trump dalam Pemilu Presiden Amerika Serikat (AS) 2024, yang kembali terpilih setelah mengalahkan Kamala Harris pada 5 November 2024.
Dampak Kemenangan Trump terhadap Pasar Keuangan Indonesia
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan bahwa terpilihnya kembali Donald Trump sebagai Presiden AS memberikan tantangan baru bagi stabilitas ekonomi global, termasuk Indonesia. Menurutnya, kemenangan Trump telah mengurangi sentimen positif di pasar domestik, terutama terkait nilai tukar rupiah yang tengah berusaha menguat terhadap dolar AS.
“Kembalinya Trump ke Gedung Putih menimbulkan ketidakpastian baru yang bisa mengganggu stabilitas eksternal Indonesia, khususnya di sektor keuangan. Hal ini terjadi meskipun terdapat sentimen positif dari ekspektasi penurunan suku bunga acuan Fed Fund Rate,” ujar Sri Mulyani.
Ia menambahkan bahwa aliran keluar modal asing setelah kemenangan Trump dapat mempersulit upaya Indonesia dalam memperkuat nilai tukar rupiah di tengah gejolak pasar global.
BI dan Pemerintah Terus Pantau Perkembangan
Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo juga memberikan tanggapannya terkait dampak kemenangan Trump terhadap ekonomi Indonesia. Perry menekankan bahwa BI akan terus memantau pergerakan pasar keuangan global dan siap mengambil langkah-langkah yang diperlukan untuk menjaga stabilitas ekonomi.
“Kami akan terus berkoordinasi dengan pemerintah untuk memastikan bahwa volatilitas pasar keuangan tidak berdampak signifikan terhadap perekonomian nasional. Langkah-langkah stabilisasi nilai tukar akan kami lakukan jika diperlukan,” kata Perry.
Kenaikan indeks dolar dan imbal hasil US Treasury menandakan bahwa investor global cenderung kembali menempatkan dana mereka di aset berbasis dolar AS, yang dianggap lebih aman. Hal ini turut memicu arus keluar dana dari pasar keuangan negara berkembang, termasuk Indonesia.
Dampak Jangka Panjang
Analis memperkirakan bahwa kemenangan Trump bisa membawa implikasi negatif terhadap aliran modal asing ke pasar negara berkembang, terutama di tengah kebijakan yang lebih proteksionis dan berorientasi pada ekonomi domestik AS. Hal ini berpotensi memicu volatilitas di pasar keuangan global dan memperberat tekanan pada nilai tukar rupiah serta suku bunga di Indonesia.
Sejumlah pihak kini menantikan langkah-langkah yang akan diambil oleh otoritas moneter dan fiskal Indonesia untuk mengantisipasi dampak lebih lanjut dari dinamika politik dan ekonomi di AS.