KabarMakassar.com — Terdakwa kasus skincare berbahan merkuri, Mira Hayati akhirnya mengikuti sidang pembacaan dakwaan di Pengadilan Negeri (PN) Makassar, Selasa (11/03). Dengan menggunakan kursi roda Mira Hayati tampak lemas menguti sidang.
Jaksa Penuntut Umum (JPU), Herawati saat membacakan dakwaan menyebut ada dua produk skincare yang diproduksi MH Cosmetic, dan diduga mengandung bahan berbahaya yakni merkuri. Adapun dua produk tersebut yakni MH Cosmetic Lightening Skin dan MH Cosmetic Night Cream.
“Hasil pengujian laboratorium BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan) Makassar, dua produk kosmetik yaitu MH Cosmetic Lightening Skin dan MH Cosmetic Night Cream positif mengandung merkuri/raksa/HG,” ujarnya saat membacakan dakwaan.
Tak hanya mengandung bahan berbahaya merkuri, dua produk MH Cosmetik juga tidak memiliki izin edar dari BPOM Makassar, sehingga diduga ilegal dalam memasarkan produk tersebut.
“Kedua produk yang telah diproduksi dan diedarkan oleh terdakwa, ternyata tidak memiliki notifikasi sebagai persyaratan izin edar yang secara resmi terdaftar di BPOM,” ungkapnya.
JPU menilai Mira Hayati sebagai pemilik perusahaan melanggar Pasal 435 Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Adapun ancaman hukumannya yakni pidana penjara paling lama 12 tahun dan atau denda paling banyak Rp5 miliar.
Sementara itu, Penasihat hukum Mira Hayati, Ida Hamidah mengaku kliennya ingin persidangan yang dilaluinya selesai, sehingga enggan untuk mengajukan eksepsi.
“Kami tidak mengajukan eksepsi, meskipun didakwaan jaksa itu ada yang mau ditanggapi. Ya, sudah untuk mempercepat jalannya persidangan kami tidak ajukan eksepsi,” ujarnya.
Meski tidak mengajukan eksepsi, kata Ida, pihaknya mengajukan permohonan agar Mira Hayati menjalani tahanan rumah, dengan alasan kliennya baru selesai melahirkan.
“Alasannya karena beliau (Mira Hayati) baru melahirkan operasi sesar dan anaknya juga masih di rumah sakit dan butuh ibunya. ASI ibunya juga harus dia,” katanya.
Ida mengungkapkan anak Mira Hayati yang baru dilahirkan dalam kondisi prematur, sehingga pihaknya kawatir pada kondisi bayi tersebut.
“Sudah kembali ke Rutan (Rumah Tahanan Makassar), makanya kami mengajukan pengalihan tahanan agar Ibu Mira bisa menyusui anaknya. Tidak mungkin bayi dibawa ke Rutan, karena kita tahukan bayi yang prematur harus yang steril tempatnya. Jadi mamanya (Mira Hayati) yang harus ke rumah sakit,” terangnya.
Sementara, untuk persidangan berikutnya, Ida mengatakan akan menghadirkan saksi yang dapat mematahkan dakwaan JPU.
“Kalau dari kami insya Allah ada mengajukan ahli dua kalau tidak ada halangan dan saksi fakta,” tandasnya.
Sebelumnya, sidang perdana kasus skincare mengandung merkuri yang menjerat Mira Hayati dua kali mengalami penundaan.
Alasan Mira Hayati tidak hadir dalam persidangan, karena dibantarkan ke rumah sakit akibat tekanan darahya tidak stabil sehingga saat ini terdakwa masih menjalani perawatan medis, sejak 7 Februari lalu setelah dilimpahkan ke jaksa.
“Tadi ditunda karena terdakwa lagi sakitkan. Jadi nanti sidang di hari Selasa tanggal 4 Maret 2025,” kata penasehat hukum, Mira Hayati, Ida Hamida usai persidangan, Selasa (25/02).
“Tekanan darah beliau naik turun, tidak pernah normal, tinggi 200, kadang rendah 160-170. Dibantarkan ke Rumah Sakit Wahidin,” ungkapnya.
Dalam persidangan, majelis hakim sempat menanyakan surat keterangan sakit kepada pihak penasehat hukum terdakwa dan jaksa. Namum, surat bantaran tersebut terlambat diberikan ke hakim sebelum masuk sidang.
“Kalau dari kami ada, karena pada saat itu pun urgen, karna beliau sakit di rutan ternyata dokter rutan tidak bisa mengawasi itu, karena tekana darah tinggi mengakibatkan oksigen untuk bayi kurang. Jadi kemarin air ketubannya keruh dan bayinya masih 1,6 kilogram, untuk usia kehamilan delapan bulan sangat riskan sekali untuk kehamilan normal,” jelasnya.
Ida mengaku bahwa Mira Hayati pada intinya sudah siap untuk menghadiri sidang, namun berdasarkan hasil pemeriksaan dokter disarankan untuk beristirahat dulu, karena tekanan darahnya tidak stabil dan kondisi janinnya yang sangat riskan.
“Tadi sebenarny beliau sudha siap (ke PN) tapi ternyata diperiksa sama dokter ternyata tekannya tidak normal. Artinya memang beliau sakit, bayinya saja janinnya masih 1,6 usia 8 bulan, kan itu sangat riskan. Makanya kemarin dilarikan di rumah sakit dan mungkin tidak mengikuti, tidak sempat pihak rutan memberitahukan ke jaksa, karena urgen menyangkut dua nyawa, ibu dan bayinya,” pungkasnya.
JPU Kejati Sulsel menjerat dua terdakwa yakni Mira Hayati dengan Pasal 435 jo Pasal 138 Ayat (2) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Atas dakwaan tersebut, Mira Hayati terancam hukuman pidana penjara maksimal 12 tahun atau denda hingga Rp5 miliar.