
KabarMakassar.com — Desakan agar pemerintah menghentikan seluruh aktivitas pertambangan nikel di kawasan Raja Ampat, Papua Barat Daya, kian menguat.
Anggota DPR RI dari Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Saadiah Uluputty dari Komisi IV dan Rofik Hananto dari Komisi VII, menyuarakan kritik keras terhadap operasi tambang di Pulau Gag, Kawe, dan Manuran yang dinilai mencederai nilai konservasi dan masa depan ekosistem laut dunia.
Saadiah Uluputty, yang dikenal sebagai advokat lingkungan dari Timur Indonesia, menyebut aktivitas tambang di Raja Ampat bukan hanya mencoreng komitmen pemerintah terhadap keberlanjutan, tetapi juga melanggar amanah konstitusi dalam menjaga kekayaan hayati.
Ia menyayangkan bahwa kawasan yang dijuluki sebagai ‘mahkota biodiversitas dunia’ justru kini terancam oleh kepentingan ekstraktif.
“Raja Ampat bukan sekadar gugusan pulau kecil. Ini adalah pusat keanekaragaman hayati global, rumah bagi lebih dari 75% spesies karang dunia, dan ribuan spesies ikan yang menopang kehidupan masyarakat adat,” tegas Saadiah.
“Apakah kita rela menukar surga terakhir dunia dengan kerusakan permanen demi keuntungan sesaat?” tambahnya.
Saadiah menilai aktivitas pertambangan tersebut bertentangan langsung dengan semangat konservasi serta berpotensi melanggar Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 yang melarang eksploitasi tambang di pulau-pulau kecil. Ia juga menyambut baik temuan awal dari Kementerian Lingkungan Hidup terkait indikasi pelanggaran, namun mendesak agar tidak berhenti pada evaluasi administratif.
“Jika ada pelanggaran, maka izinnya harus dicabut. Penegakan hukum lingkungan harus tegas,” ujarnya.
Lebih jauh, Saadiah mengingatkan bahwa masyarakat lokal Raja Ampat menggantungkan hidup pada laut dan sektor pariwisata berkelanjutan. Kerusakan alam bukan hanya menghilangkan keindahan visual, tetapi juga mengancam ekonomi lokal dan warisan budaya yang sudah berakar ratusan tahun.
“Saya mendukung penuh gerakan #SaveRajaAmpat. Ini bukan hanya persoalan lokal, ini adalah panggilan global untuk menyelamatkan bumi,” pungkas Saadiah.
Senada dengan Saadiah, anggota Komisi VII DPR RI dari PKS, Rofik Hananto, turut menyampaikan desakan serupa agar pemerintah segera menghentikan secara permanen aktivitas pertambangan nikel di wilayah Raja Ampat.
Menurutnya, tambang di wilayah geopark berkelas dunia ini merupakan pengingkaran terhadap prinsip pembangunan berkelanjutan yang selama ini digaungkan pemerintah Indonesia di forum internasional.
“Raja Ampat bukan sekadar wilayah administratif. Ini adalah pusat biodiversitas laut tertinggi di dunia. Aktivitas ekstraktif seperti tambang nikel sangat berisiko menghancurkan ekosistem yang unik, rapuh, dan tidak tergantikan,” ujar Rofik.
Ia menekankan pentingnya menyusun Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS) dan Analisis Dampak Lingkungan (AMDAL) secara objektif, bebas dari konflik kepentingan, dan melibatkan suara masyarakat adat. Tanpa itu, katanya, segala bentuk eksploitasi akan menimbulkan krisis kepercayaan publik dan dampak jangka panjang yang sulit dipulihkan.
Lebih jauh, Rofik menilai tambang nikel bukan solusi kesejahteraan bagi masyarakat Raja Ampat. Justru sebaliknya, keberadaan tambang berpotensi memicu konflik sosial, kemiskinan struktural, dan menyingkirkan masyarakat lokal dari ruang hidup mereka.
“Negara tidak boleh membiarkan eksploitasi merampas masa depan rakyat. Kita harus menegakkan moratorium, bahkan pelarangan permanen terhadap tambang di kawasan lindung,” tegasnya.
Ia juga menyebut bahwa menjaga Raja Ampat bukan hanya soal melindungi satu wilayah, tetapi menjaga marwah Indonesia di mata dunia.
“Ini adalah ujian integritas kebijakan kita dalam hal konservasi, perubahan iklim, dan komitmen pembangunan hijau,” pungkas Rofik.