
KabarMakassar.com — Mansyur, Warga Desa Bulo-bulo, Kecamatan Arungkeke, Kabupaten Jeneponto, Sulawesi Selatan, terkejut setelah melihat pajak rumahnya tahun ini, naik Rp 132 ribu.
Padahal di tahun 2024, pajak bangunan rumah berukuran 7,5 meter x 25 meter dengan luas lahan 330 meter persegi tersebut saat itu hanya Rp 25 ribu saja.
Jika dibandingkan maka total pembayaran yang harus ditutupi sebanyak Rp 107 ribu dari biaya tarif pajak awal.
” Berdasarkan pembayaran tahun 2024, pembayaran pemberitahuan pajak itu hanya Rp 25 ribu, sedangkan di tahun 2025 ini naik menjadi Rp 132 ribu, jadi memang kenaikannya luar biasa,” ujar Mansyur saat dikonfirmasi awak media. Jumat, (14/8)
Selain dirinya, Masyur juga menyebut jika dampak kenaikan PBB tersebut turut dialami tetangganya. Bahkan, jumlahnya lebih tak masuk akal, totalnya, mencapai ratusan ribu rupiah.
Alih-alih membayar tagihan, tetangganya malah mengembalikan bukti pembayaran selembaran SPPT tersebut ke Aparat desa.
“Bukan hanya saya, ada beberapa warga juga yang mengeluh terkait dengan kenaikan pajak ini, kalau di tetangga tahun kemarin, menurut informasinya, Rp 50 ribu dan sekarang naik Rp 600 ribu, tapi sampai sekarang dia tidak bayar karena tidak punya uang,” kata Mansyur.
Jika memang kenaikan tarif PBB terjadi, maka semestinya Pemerintah Kabupaten Jeneponto melakukan sosialisasi, namun kenyataannya, hal tersebut tak pernah dilakukan.
Apabila pemerintah tidak melakukan transparansi di Masyarakat, maka peristiwa yang terjadi di Pati, Jawa Tengah atau di Kabupaten Bone juga dapat berdampak kepada Masyarakat Jeneponto.
“Sampai sekarang pemerintah belum melakukan sosialisasi, baik Camat, Kepala Desa maupun seluruh perangkatnya sehingga kebijakan ini otomatis dapat mempengaruhi kondisi di daerah,” imbuhnya.
Menanggapi hal ini, Kepala Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Jeneponto, Saripuddin Lagu membenarkan jika tarif PBB tahun ini mengalami kenaikan, namun hanya 0,3 persen saja. Itu pun hanya PBB yang memiliki bangunan.
“Kenaikan 0,3 persen ini berdasarkan peraturan daerah atau Perda Nomor 7 Tahun 2023 tentang pajak daerah, itu pun hanya yang mempunyai bangunan, tetapi yang lahannya kosong masih tetap di angka 0,2 persen,” jelas Saripuddin saat dikonfirmasi di ruang kerjanya.
Pihaknya juga tak ingin di kambing hitamkan jika sosialisasi tentang tarif kenaikan pajak tersebut tak pernah dilakukan.
Ia berdalih jika sosialisasi tersebut sebelumnya sudah pernah disampaikan ke masing-masing pemerintah setempat.
” Jadi kita sudah sampaikan melalui camat, kepala Desa dan lurah-lurah, kita harapkan informasi ini disampaikan, hingga disampaikan di setiap rapat bahwa ada kenaikan tarif karena perubahan Perda,” tandasnya.
Meski begitu, Saripuddin menyatakan apabila ada masyarakat yang ingin komplain maka, pihaknya bersedia menerima dilayan pengaduan yang tersedia.