Aturan VMS Dilonggarkan, Pemprov Sulsel Siapkan Subsidi bagi Nelayan Kecil

5 hours ago 2

KabarMakassar.com — Surat Laik Operasi (SLO) dan Surat Perintah Berlayar (SPB) sementara bisa diterbitkan kembali untuk kapal-kapal nelayan yang belum memasang Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) atau Vessel Monitoring System (VMS).

Kelonggaran aturan VMS tersebut dikonfirmasi langsung oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Muhammad Ilyas.

Keputusan tersebut menyusul rapat koordinasi daring antara Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel dengan Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia, pada Senin (14/04).

“Alhamdulillah, sudah dapat informasi dari Direktur Pengendalian Operasi Armada bahwa SLO dan SPB. Bahwa sudah bisa diterbitkan kembali untuk kapal-kapal yang belum memasang VMS dan dapat beroperasi di laut,” jelas Ilyas.

Rapat yang digelar tersebut merupakan tindak lanjut dari surat permohonan perpanjangan relaksasi aturan VMS yang diajukan DKP Sulsel dari aspirasi Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sulsel.

Lebih jauh Ilyas menjelaskan, berdasarkan informasi yang ada, relaksasi sementara masih diberikan tenggang waktu hingga Desember 2025.

Ia menyebut permohonan ini dilatarbelakangi kekhawatiran dampak ekonomi akibat terhentinya operasional 382 kapal nelayan di Sulsel yang belum memenuhi kewajiban pemasangan VMS.

Dia mengatakan, apa yang menjadi permohonan Pemprov Sulsel, bersama DKP provinsi lain, merupakan respons atas tuntutan nelayan di hampir seluruh daerah yang menghadapi kendala serupa.

“Sembari mengupayakan bersama pemasangan VMS sesegera mungkin. Baik mandiri maupun berupa bantuan dari pemerintah daerah masing-masing,” imbuhnya.

Sebagai langkah konkret, maka Pemprov Sulsel di bawah kepemimpinan Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman, akan mempercepat pengalokasian anggaran subsidi pengadaan VMS pada APBD Perubahan 2025, khususnya untuk kapal di bawah 30 GT.

Bantuan tersebut diharapkan meringankan beban nelayan kecil sekaligus memastikan kepatuhan terhadap regulasi nasional.

Ketua Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel), Andi Chairil Anwar, menyambut positif kebijakan tersebut.

“Pada prinsipnya kami sambut gembira dan bersyukur karena upaya kami dari HNSI berkordinasi dengan Pemprov Sulsel melalui Dinas Kelautan dan Perikanan Sulsel diapresiasi posistif oleh KKP,” sebutnya.

Ia mengonfirmasi bahwa proses penerbitan Surat Laik Operasi (SLO) dan Surat Perintah Berlayar (SPB) telah berjalan lancar sejak keputusan KKP dikeluarkan Senin sore.

“Proses pelayanan SLO dan SPB tadi sore sesuai laporan pemilik kapal ke kami sudah jalan,” ujarnya.

Ini menjadi angin segar bagi nelayan, terutama di bulan April hingga Agustus yang merupakan musim penangkapan ikan ideal dan menjanjikan.

Tetapi, ia menegaskan pentingnya kepastian jangka panjang agar nelayan tidak kembali terhambat oleh aturan pemantauan kapal tersebut.

“Untuk itu kami sudah mempersiapkan surat dan 1 sampai 2 hari ini kami akan layangkan ke komisi IV DPR RI, untuk diterima menyampaikan usulan agar kegiatan nelayan memiliki kepastian,” tuturnya.

Untuk diketahui, aturan wajib VMS bagi kapal yang bermigrasi ke perizinan pusat menuai pro-kontra. Di satu sisi, teknologi tersebut dinilai krusial untuk memantau aktivitas penangkapan ikan dan mencegah praktik ilegal.

Di sisi lain, biaya pemasangan yang mencapai Rp10 hingga 15 juta per unit menjadi hambatan utama nelayan tradisional. Dengan kebijakan sementara ini, nelayan Sulsel dapat kembali melaut.

Sebelumnya diberitakan, usaha memperpanjang masa relaksasi kewajiban pemasangan Sistem Pemantauan Kapal Perikanan (SPKP) atau Vessel Monitoring System (VMS) bagi kapal nelayan terus digalakkan oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel).

Pengajuan tersebut diambil menyusul berlakunya kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) Republik Indonesia per 1 April 2025 yang mewajibkan kapal bermigrasi ke perizinan pusat untuk menggunakan VMS sebagai syarat penerbitan Surat Laik Operasi atau SLO.

Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Sulsel, Muhammad Ilyas menegaskan pihaknya telah merespon hal tersebut.

“Hal ini sudah kami tindaklanjuti sejak Jumat. Hari ini akan bersama Kementerian menindaklanjuti dengan rapat koordinasi secara virtual,” ujarnya, Senin (14/04).

Disampaikan, aturan tersebut mengikat kapal berkapasitas 32 Gross Tonnage ke atas dan kapal 5-30 Gross Tonnage yang beroperasi di zona lebih dari 12 mil.

“Itu persyaratan yang harus dipenuhi nelayan ketika sudah bermigrasi ke izin pusat. Tujuannya Pemerintah Pusat itu adalah bagaimana ikan yang ditangkap nelayan itu tetap terkontrol. Bisa dijual di tempat yang tepat, bisa terukur berapa jumlahnya,” jelasnya.

Untuk diketahui, pada Kamis (10/04) lalu, Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Sulsel telah melakukan audiensi dengan Gubernur Sulsel, Andi Sudirman Sulaiman dan diterima langsung oleh Kepala DKP Sulsel, Muhammad Ilyas.

Ia menyatakan, tanpa SLO dan Surat Perintah Berlayar (SPB), maka kapal-kapal tersebut tidak bisa melaut. Sedangkan di Sulsel sendiri tercatat 382 unit kapal perikanan yang tercatat by name and by address.

Hal itu berpotensi mengganggu stabilitas produksi pangan akuatik, memicu inflasi, serta mengancam mata pencaharian nelayan.

Berdasarkan regulasi maka 31 Maret merupakan hari terakhir dari relaksasi aturan tersebut. Sehingga otomatis tidak dapat lagi diterbitkan Surat Laik Beroperasi dan izin berlayar SPB.

Sebagai solusi jangka panjang, maka Pemprov Sulsel akan mengalokasikan anggaran subsidi pengadaan VMS pada APBD Perubahan 2025 untuk kapal dibawah 30 GT.

“Solusi kita bantu kapal ukuran kecil yang sudah bermigrasi yang berukuran di bawah 30 gross tonnage, kita bantu untuk pengadaan alat agar mereka tidak berhenti mencari ikan, karena ini akan berdampak ke ekonomi,” imbuh Ilyas.

Upaya tersebut disambut positif oleh HNSI Sulsel. Ketua DPD HNSI Sulsel, Andi Chairil Anwar, menyebut jika harapan mereka disambut positif oleh Pemprov Sulsel.

“Kalau tidak ada itu (alat VMS) artinya kan ilegal, teman-teman tidak bisa melaut dan aparat bisa memberikan sanksi,” ungkapnya.

Pemprov Sulsel telah mengambil langkah positif untuk meminta perpanjangan waktu relaksasi.

“Saya sudah dapat (melihat) suratnya. Upaya tindaklanjut dari Pemprov adalah hal yang cukup positif untuk bisa membantu,” tuturnya.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news