KabarMakassar.com — Keluhan soal tumpukan sampah di Kota Makassar kian memuncak. Warga dari berbagai kecamatan membanjiri media sosial, menyoroti buruknya layanan pengangkutan sampah oleh Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
Padahal, sebagian besar dari mereka tetap membayar iuran sampah secara rutin. Bahkan, muncul pertanyaan besar soal efektivitas kebijakan iuran sampah gratis, mengingat layanan yang berbayar pun dianggap belum menyelesaikan persoalan mendasar.
Menanggapi situasi tersebut, anggota DPRD Kota Makassar Komisi B, Basdir, buka suara. Ia membenarkan bahwa kondisi layanan pengangkutan sampah saat ini tengah bermasalah, utamanya disebabkan oleh kondisi armada pengangkut milik DLH yang sudah tidak layak operasional.
“Jadi begini, kemarin saya bertemu langsung dengan Kepala DLH. Saya sampaikan bahwa laporan dari masyarakat sangat banyak soal sampah yang tidak terangkut. DLH sendiri rencananya mulai hari ini akan turun langsung ke seluruh wilayah untuk memeriksa kesiapan armada. Dan memang betul, ternyata banyak armada yang tidak layak digunakan,” ujar Basdir, Sabtu (05/07).
Menurut Basdir, penurunan kualitas layanan ini bukan hanya soal manajemen pengangkutan, tapi juga menyangkut infrastruktur teknis yang sudah aus dimakan usia. Ia mengatakan bahwa banyak kendaraan pengangkut sampah yang sudah rusak, bahkan dalam kondisi mengkhawatirkan.
“Coba lihat sendiri truk-truk yang masih beroperasi di jalanan. Banyak yang bolong, bocor, bahkan nyaris tidak layak pakai. Itu yang harus segera dibenahi,” tegasnya.
Basdir menilai peremajaan armada merupakan solusi mendesak. Untuk itu, ia meyakini bahwa penguatan layanan kebersihan kota akan lebih optimal setelah masuk dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Perubahan. Dalam dokumen perubahan anggaran tersebut, DPRD akan mendorong pengalokasian dana untuk pembelian atau penyewaan armada baru, termasuk kendaraan kecil yang bisa masuk ke dalam lorong-lorong sempit.
“Kalau kita bicara ke depan, saya yakin akan lebih efektif setelah anggaran perubahan. Karena dalam pembahasan itu, kita akan anggarkan pembelian atau sewa armada baru, terutama untuk menjangkau wilayah yang selama ini sulit diakses,” terangnya.
Ia juga menambahkan, dalam diskusi internal DPRD, banyak anggota sepakat bahwa pengelolaan sampah harus menjadi prioritas tinggi pemerintahan baru. Basdir mengajak masyarakat untuk bersabar, sambil tetap memberi ruang kepada pemerintah kota untuk memperbaiki sistem yang ada.
“Jadi wajar saja masyarakat mengeluh, karena mereka berharap pemerintahan yang baru ini bisa lebih baik dari yang lalu. Tapi mari kita kasih kesempatan dulu sampai anggaran perubahan. Kalau nanti kita sudah support anggaran untuk program prioritas Pak Wali, termasuk soal sampah ini, tapi hasilnya tetap tidak efektif, maka DPRD akan mengambil langkah sesuai dengan fungsi dan kewenangan kami,” tandasnya.
Basdir menegaskan bahwa DPRD siap mengawal anggaran dan pelaksanaan program kebersihan kota secara ketat. Menurutnya, tidak ada alasan untuk membiarkan tumpukan sampah menjadi pemandangan rutin di ibu kota Provinsi Sulawesi Selatan ini.
Ia juga mendorong keterbukaan DLH dalam menyampaikan kondisi riil ke publik, termasuk soal keterbatasan armada dan tenaga kerja. Basdir menilai transparansi akan memperkuat kepercayaan masyarakat serta mempermudah evaluasi kinerja secara objektif.
“Persoalan sampah bukan hanya urusan teknis, ini soal wajah kota, soal kesehatan warga, dan soal kepercayaan publik. Pemerintah kota harus bersungguh-sungguh,” tutupnya.
Sebelumnya, Sejumlah akun X (dulu Twitter) dalam beberapa minggu terakhir ramai membagikan keluhan terkait tumpukan sampah di depan rumah mereka, yang tak kunjung diangkut meski mereka rutin membayar.
Hal ini disampaikan warga di kolom komentar akun KabarDewan, yang menampilkan Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin yang tengah melaunching Iuran sampah gratis.
Seorang pengguna, @Andini1507, menulis, “Percuma gratis, Pak, kalau sampah tidak diambil. Ini saja dibayar Mei-Juni, tapi terhitung sudah 15 hari sampah tidak diambil di Taman Sudiang Blok K3,” tulisnya.
Hal serupa disampaikan oleh @Reniyanti, yang justru menyoroti ketimpangan antara kewajiban warga dan kinerja petugas.
“Saya tidak gratis, bayar tiap bulan Rp50 ribu dalam lorong. Tapi sampahnya tidak diambil tiap hari, malah bisa sampai satu minggu baru datang tukang sampah,” keluh warganet.
Akun lain, @faizah syafania, menyinggung adanya penurunan semangat kerja petugas meski warga tetap membayar.
“Waktu dibayar saja malas mi datang ambil sampah. Apalagi sekarang tidak dibayar. Sudah dua minggu tidak diambil,” terang faizah.
Kondisi ini menimbulkan rasa frustrasi di tengah masyarakat. Warga merasa telah membayar kewajibannya, tetapi tidak mendapat layanan dasar sebagaimana mestinya. Bahkan ketika iuran dianggap kecil, seperti diutarakan oleh @Lily, kualitas layanan tetap tidak memadai.
“20 ribu per bulan sebenarnya tidak berat dibanding gratis tapi malas-mi datang ambil. Bau sampah masuk ke hidung, ke paru-paru. Tidak sehat.”