Hapus Piutang Macet UMKM, Pemerintah Baru Capai 10.000 dari Target 67.000 Debitur

14 hours ago 4

banner 468x60

KabarMakassar.com — Program penghapusan piutang macet bagi pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) masih berjalan, namun realisasinya belum mencapai target yang ditetapkan.

Hingga 17 Januari 2025, Kementerian UMKM mencatat bahwa 10.000 debitur telah mendapatkan manfaat dari kebijakan ini. Angka tersebut masih cukup jauh dari target keseluruhan yang mencapai 67.000 debitur.

Pemprov Sulsel

Deputi Bidang Usaha Mikro Kementerian UMKM, Riza Adha Damanik, mengungkapkan bahwa data ini diperoleh melalui proses monitoring dan evaluasi yang dilakukan dalam beberapa pekan terakhir.

Program ini merupakan hasil kerja sama dengan empat bank yang bertanggung jawab atas proses penghapusan utang bagi para pelaku UMKM yang memenuhi kriteria.

“Target program ini adalah menghapus piutang macet dari 67.000 debitur UMKM. Hingga 17 Januari, sudah lebih dari 10.000 debitur yang mendapatkan manfaat penghapusan utang,” ujar Riza dalam Rapat Kerja bersama Komisi VII DPR RI di Senayan, Jakarta Pusat, Rabu (05/02) kemarin.

Guna mengejar ketertinggalan dari target yang telah ditetapkan, pemerintah berencana mempercepat implementasi program ini pada Februari dan Maret 2025. Dengan percepatan tersebut, diharapkan seluruh proses penghapusan piutang bagi 67.000 debitur dapat rampung sebelum akhir tahun.

Dari keempat bank yang terlibat dalam program ini, PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BRI) menjadi institusi dengan jumlah debitur terbesar yang mendapat manfaat dari program ini.

Namun, pelaksanaan penghapusan utang di BRI masih harus menunggu Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang dijadwalkan berlangsung pada Maret 2025. Hal yang sama juga berlaku bagi PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN), yang perlu menyelesaikan proses internal sebelum dapat mengimplementasikan kebijakan penghapusan piutang macet.

“Debitur terbanyak memang ada di BRI, jumlahnya bahkan lebih dari setengah dari total target 67.000 debitur,” jelas Riza.

Salah satu pertanyaan yang kerap muncul terkait kebijakan ini adalah mengapa Kredit Usaha Rakyat (KUR) tidak termasuk dalam program penghapusan piutang macet.

Menanggapi hal ini, Riza menjelaskan bahwa KUR memiliki mekanisme penjaminan tersendiri melalui lembaga seperti Askrindo dan Jamkrindo.

“KUR sudah mendapatkan penjaminan dari Askrindo atau Jamkrindo, sehingga apabila terjadi kredit macet, bank tetap mendapat kompensasi dari penjaminan tersebut,” kata Riza.

Oleh karena itu, program penghapusan piutang ini hanya berlaku untuk kredit-kredit yang tidak mendapatkan jaminan, terutama yang berasal dari sektor pertanian, perkebunan, peternakan, dan kelautan.

Program penghapusan utang UMKM ini didasarkan pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 yang mengatur tentang penghapusan kredit macet bagi pelaku UMKM yang bergerak di sektor-sektor tersebut, serta UMKM lainnya yang memenuhi kriteria tertentu.

Dengan adanya kebijakan ini, pemerintah berharap dapat membantu meringankan beban para pelaku UMKM yang mengalami kesulitan keuangan, sehingga mereka bisa kembali mengembangkan usahanya tanpa terhambat oleh utang macet.

Pemerintah terus berupaya agar implementasi program ini berjalan sesuai target, sehingga lebih banyak UMKM yang dapat merasakan manfaatnya dalam waktu dekat.

Sebelumnya diberitakan, Menteri Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) Maman Abdurrahman memberikan penjelasan mengenai langkah pemerintah untuk merealisasikan penghapusan piutang macet bagi 67.000 pelaku UMKM.

Kebijakan ini merupakan bagian dari tahap awal program penghapusan utang macet bagi total 1 juta UMKM yang direncanakan pemerintah. Menurut Maman, UMKM yang menjadi sasaran program ini telah tercatat dalam daftar hapus buku di sistem perbankan.

Maman menegaskan bahwa kebijakan ini tidak hanya menguntungkan UMKM, tetapi juga pihak perbankan. Dengan penghapusan piutang macet, daftar hitam yang selama ini tercatat pada administrasi perbankan akan kembali bersih.

“Ini bukan soal ikhlas atau tidak. Mereka (perbankan) justru diuntungkan karena daftar piutang macet mereka bersih lagi. Jadi, dari sisi keuangan, tidak ada isu terkait ini,” jelas Maman.

Ia juga menambahkan bahwa piutang macet yang masuk dalam daftar hapus buku sebenarnya juga merugikan pihak perbankan.

“Kalau sudah masuk daftar hapus buku, biasanya nasabah itu diblacklist karena tidak mampu membayar utang. Hal ini mencatatkan kerugian administrasi bagi pihak bank. Jadi, langkah ini sebenarnya membantu kedua belah pihak,” tambahnya.

Di sisi lain, Maman mengungkapkan bahwa kondisi para pengusaha UMKM yang terdaftar sangat beragam.

Ada yang sudah meninggal dunia, ada yang sulit dilacak keberadaannya, dan ada pula yang ingin kembali mendapatkan akses pembiayaan.

Menurutnya, langkah penghapusan piutang macet ini penting untuk memberikan peluang baru bagi pelaku UMKM.

“Mereka perlu diputihkan. Itulah mengapa mereka masuk dalam daftar ini,” ujar Maman.

Dasar hukum dari kebijakan ini adalah Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 47 Tahun 2024 yang telah ditandatangani Presiden Prabowo Subianto pada 5 November 2024.

Aturan tersebut memberikan landasan hukum untuk menghapus utang macet UMKM di berbagai sektor, termasuk pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, kelautan, dan sektor lainnya.

Secara keseluruhan, pemerintah menargetkan penghapusan utang macet untuk 1 juta UMKM, dengan estimasi nilai lebih dari Rp 14 triliun.

Pada tahap awal, program ini akan dimulai dengan menghapuskan piutang macet bagi 67.000 UMKM, dengan nominal mencapai Rp 2,4 hingga Rp 2,5 triliun.

Rencananya, peluncuran program ini akan dilakukan secara simbolis oleh Presiden Prabowo Subianto pada pekan kedua Januari 2025.

“Kita upayakan program ini bisa rampung secepatnya. Kami akan bekerja maksimal agar realisasi berjalan lancar,” tegas Maman.

Pemerintah berharap melalui program ini,dapat memberikan angin segar bagi pelaku UMKM, sekaligus memperkuat ekosistem ekonomi nasional.

Langkah ini diharapkan dapat memberikan akses pembiayaan baru bagi UMKM yang sebelumnya terkendala akibat catatan utang macet di perbankan.

Diketahui, enghapusan buku dan piutang macet bagi Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) kini menjadi fokus pemerintah sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2024. Kebijakan ini bertujuan meringankan beban UMKM yang terdampak sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi.

Kepala Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulselbar, Darwisman, menyampaikan bahwa pelaksanaan program ini di Sulsel khususnya masih menunggu arahan teknis dan hasil pemetaan.

“Secara prinsip, program ini sudah menjadi kebijakan pemerintah. Namun, kami masih menunggu data final terkait jumlah UMKM dan total kredit yang akan dihapuskan di wilayah Sulselbar, termasuk Sulsel,” ujarnya, Kamis (9/1).

Berdasar data yang diterima, kredit UMKM di Sulawesi Selatan terus menunjukkan tren positif pada November 2024. Kredit ini tumbuh sebesar 2,84% secara tahunan, meski dihadapkan pada tantangan berupa rasio Non-Performing Loan (NPL) yang mencapai 4,63%.

Penyaluran kredit UMKM tercatat mencapai Rp 61,99 triliun, menyumbang 38,47% dari total kredit perbankan di wilayah tersebut, yang secara keseluruhan mencapai Rp 161,1 triliun.

Meskipun demikian, penyaluran kredit UMKM baru mencakup sekitar 50% dari total UMKM yang terdata di Sulawesi Selatan, yakni 1,8 juta unit.

Kredit ini melibatkan 912.128 rekening debitur, menunjukkan tingginya antusiasme pelaku UMKM terhadap pembiayaan perbankan.

Dari rincian kredit UMKM, segmen mikro mendominasi dengan total penyaluran sebesar Rp 25,58 triliun atau 41,26% dari total kredit UMKM.

Kredit mikro tumbuh 2,82% secara tahunan dengan rasio NPL hanya 1,57%. Segmen ini melibatkan lebih dari 800 ribu debitur.

Namun, segmen kredit kecil mencatat penurunan sebesar 3,94%, dengan total penyaluran Rp 20,41 triliun. Kredit ini melibatkan sekitar 95 ribu debitur, dengan rasio NPL mencapai 6,42%.

Di sisi lain, kredit menengah menunjukkan pertumbuhan signifikan sebesar 7,47%, dengan total penyaluran Rp 16,38 triliun dan melibatkan 15 ribu debitur.

Selain kredit UMKM, penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Sulawesi Selatan hingga 16 Desember 2024 mencapai Rp 16,51 triliun.

KUR diberikan kepada 305.093 debitur, dengan segmen mikro mendominasi sebesar Rp 13,47 triliun atau 81,40% dari total KUR.

Kabupaten Bone menjadi wilayah dengan penyaluran KUR tertinggi, yakni Rp 1,72 triliun, diikuti oleh Makassar dan Gowa.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news