KabarMakassar.com — Banyak orang merasa khawatir atau cemas saat mendengar tentang kista ovarium, karena kondisi tersebut sering kali dikaitkan dengan kanker ovarium yang menakutkan. Tetapi, penting untuk diketahui bahwa tidak semua kista ovarium berpotensi berkembang menjadi kanker atau bersifat ganas.
Sebagian besar kista ovarium merupakan jinak dan dapat sembuh dengan pengobatan yang tepat. Dengan deteksi dini serta penanganan yang sesuai, kista ovarium dapat dikelola dengan baik, sehingga risiko untuk berkembang menjadi masalah yang lebih serius bisa diminimalkan atau bahkan dicegah.
Oleh sebab itu, penting bagi wanita untuk tetap waspada serta berkonsultasi dengan tenaga medis apabila mengalami gejala yang mencurigakan.
Kista ovarium umumnya tidak menimbulkan bahaya serta seringkali dapat hilang dengan sendirinya tanpa memerlukan perawatan khusus. Namun, kista ovarium dapat menjadi berisiko jika terjadi beberapa kondisi tertentu, seperti ketika kista tersebut pecah, tumbuh menjadi sangat besar, atau mengganggu aliran darah ke ovarium.
Kondisi-kondisi itu bisa menyebabkan komplikasi serius yang memerlukan perhatian medis segera. Selain itu, jika kista ovarium tidak terdeteksi atau tidak mendapatkan penanganan yang tepat sejak awal, terdapat kemungkinan kista tersebut berkembang menjadi lebih buruk, bahkan berpotensi menjadi ganas atau berubah menjadi kanker.
Oleh karena itu, maka penting untuk memeriksakan diri secara rutin dan berkonsultasi dengan dokter jika ada gejala yang mencurigakan agar masalah ini dapat diatasi sejak dini.
Dilansir dari Alodokter yang merupakan mitra resmi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, terdapat sejumlah faktor risiko dari kista ovarium diantaranya adalah penyakit tertentu, seperti endometriosis dan infeksi atau radang panggul, riwayat kista ovarium sebelumnya, riwayat operasi pada ovarium, kelainan hormon, efek samping obat-obatan, contohnya pil KB atau terapi pengganti hormon.
Dalam sejumlah kasus, kista ovarium yang bersifat jinak bisa berkembang menjadi kanker ovarium. Perubahan ini biasanya terjadi pada wanita yang memiliki faktor risiko tertentu, seperti memiliki berat badan berlebih atau obesitas, menjalani terapi hormon setelah menopause, merokok, mengonsumsi obat untuk meningkatkan kesuburan, misalnya terapi hormon berusia di atas 50 tahun atau telah menopause dan memiliki keluarga dengan riwayat penyakit kanker ovarium, kanker payudara, atau kanker usus besar.
Gejala kista ovarium
Kista ovarium sering kali sulit dideteksi karena umumnya tidak menimbulkan gejala yang jelas pada awalnya. Kista tersebut baru akan menunjukkan gejala ketika sudah tumbuh besar, pecah, atau mulai mengganggu fungsi normal ovarium. Pada tahap tersebut, gejala-gejala yang timbul bisa cukup mengganggu dan memerlukan perhatian medis.
Tetapi, meskipun banyak kista ovarium yang tidak menimbulkan gejala, sebagian kista dapat menyebabkan beberapa tanda atau keluhan, seperti rasa ingin buang air kecil yang lebih sering dari biasanya.
Selain itu, wanita yang mengalami kista ovarium juga dapat merasakan nyeri saat buang air besar atau saat berhubungan seksual. Gejala lainnya termasuk perut yang terasa tertekan atau penuh, perut kembung yang tidak biasa, serta perubahan dalam siklus menstruasi yang dapat menjadi tidak teratur.
Beberapa wanita juga melaporkan nyeri panggul yang muncul sebelum atau selama menstruasi, bahkan ada kalanya nyeri panggul yang sangat mendalam serta mendadak, yang bisa disertai dengan mual dan muntah.
Cara mendeteksi kista ovarium
1. Biopsi
Biopsi merupakan sebuah prosedur medis yang dilakukan untuk mengambil sampel jaringan dari ovarium guna dianalisis lebih lanjut di laboratorium. Proses tersebut bertujuan untuk memeriksa apakah kista yang ada bersifat jinak atau memiliki potensi untuk berkembang menjadi ganas.
Dengan melakukan tindakan biopsi, dokter dapat memperoleh informasi yang lebih akurat mengenai jenis kista tersebut, sehingga dapat menentukan langkah penanganan yang tepat. Pemeriksaan laboratorium tersebut sangat penting dalam membantu menentukan diagnosis dan merencanakan pengobatan selanjutnya.
2. Pemeriksaan USG (ultrasonografi)
Ini menjadi salah satu metode utama yang digunakan untuk mendiagnosis kista ovarium. Dengan menggunakan teknologi USG, maka dokter dapat memperoleh gambaran yang jelas mengenai ukuran, bentuk, dan lokasi kista di dalam ovarium.
Selain itu, pemeriksaan tersebut juga memungkinkan dokter untuk memeriksa apakah kista tersebut mengandung cairan atau jaringan padat, yang dapat memberikan petunjuk mengenai jenis kista tersebut.
USG tidak hanya berguna untuk diagnosis awal, tetapi juga digunakan untuk memantau perkembangan kista ovarium dari waktu ke waktu. Pemeriksaan tersebut memungkinkan dokter untuk melihat perubahan yang terjadi pada kista, seperti apakah kista tersebut membesar atau mengalami perubahan lainnya.
USG juga berperan penting dalam memandu dokter ketika melakukan prosedur biopsi, karena memberikan informasi visual yang dibutuhkan untuk mengarahkan alat biopsi ke lokasi yang tepat pada ovarium.
3. Laparoskopi
Melalui prosedur yang dilakukan dengan sayatan kecil pada kulit, maka dokter akan memasukkan alat yang disebut laparoskop. Alat laparoskop tersebut berupa sebuah selang panjang yang dilengkapi dengan kamera kecil di ujungnya, serta lampu untuk menerangi area yang diperiksa.
Dengan bantuan laparoskopi, dokter bisa secara langsung melihat ke dalam rongga panggul dan memeriksa organ-organ reproduksi wanita, termasuk ovarium, untuk mendeteksi adanya kelainan atau masalah lainnya yang mungkin ada.
Umumnya, kista ovarium akan mendapatkan penanganan medis apabila kista tersebut telah mencapai ukuran yang cukup besar atau menyebabkan gejala yang mengganggu, seperti rasa nyeri yang terus-menerus.
Kista ovarium juga perlu ditangani ketika menimbulkan masalah lain seperti seringnya rasa ingin buang air kecil atau gangguan pada siklus menstruasi, yang bisa menunjukkan adanya komplikasi.
Apabila kista menyebabkan keluhan yang signifikan atau berisiko memburuk, dokter akan merencanakan pengobatan yang sesuai agar kondisi tersebut dapat diatasi dengan baik.
4. Tes darah
Saat hasil pemeriksaan USG atau biopsi menunjukkan bahwa kista ovarium berpotensi menjadi ganas atau memiliki ciri-ciri yang mengarah pada kanker ovarium, maka dokter akan melanjutkan dengan melakukan tes darah.
Tes tersebut penting untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai kondisi kesehatan pasien. Salah satu jenis pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah uji untuk mendeteksi kadar protein CA-125 dalam darah.
CA-125 merupakan suatu protein yang biasanya ditemukan dalam jumlah tinggi pada wanita yang menderita beberapa kondisi medis tertentu, termasuk kanker ovarium. Selain itu, kadar CA-125 juga bisa meningkat pada wanita yang mengalami penyakit radang panggul, endometriosis, atau fibroid rahim.
Walau demikian, pemeriksaan ini tidak selalu spesifik untuk kanker ovarium, karena kadar CA-125 juga dapat meningkat pada kondisi lain yang tidak terkait dengan kanker. Oleh sebab itu, tes ini digunakan sebagai bagian dari serangkaian pemeriksaan untuk membantu dokter dalam menentukan diagnosis yang lebih akurat.