
KabarMakassar.com — Fenomena menjamurnya minimarket berjaringan seperti Alfamart dan Indomaret, bahkan hingga ke pelosok desa, menjadi sorotan serius Anggota DPR RI Dapil Sulawesi Selatan II, Ismail Bachtiar.
Hal tersebut disampaikan Ismail Bachtiar dalam rapat bersama Menteri Perdagangan RI, pada Kamis (17/07).
Ia mengingatkan bahwa perlu ada keberpihakan nyata terhadap keberlangsungan pasar tradisional di tengah ekspansi besar-besaran ritel modern yang kian tak terkendali.
Ismail menyampaikan bahwa dalam konteks program revitalisasi pasar yang akan digalakkan pemerintah pada 2026, penting untuk tidak hanya fokus pada perbaikan infrastruktur fisik semata. Menurutnya, revitalisasi harus menjawab tantangan nyata yang dihadapi para pedagang kecil, salah satunya adalah dominasi ritel modern yang mengancam eksistensi pasar rakyat.
“Revitalisasi pasar jangan hanya dimaknai sebagai proyek pengecatan atau pembangunan gedung baru. Hari ini, masalah utama yang dihadapi masyarakat di sektor perdagangan adalah membanjirnya minimarket seperti Alfamart dan Indomaret, bahkan berdiri berdampingan di satu desa. Ini bukan hanya mengganggu, tapi mematikan ekonomi warga kecil,” ujar Ismail.
Ia menekankan perlunya regulasi yang mengatur ekspansi ritel modern secara ketat. Jika tidak dikendalikan, menurutnya, pasar rakyat akan kehilangan fungsi sosial dan ekonominya, serta semakin terpinggirkan oleh model bisnis yang mengandalkan skala besar dan sistem waralaba yang merata secara nasional.
“Saya harap revitalisasi pasar tidak berjalan sendiri tanpa mempertimbangkan fakta di lapangan. Jangan sampai pemerintah justru mempercantik pasar rakyat di satu sisi, namun membiarkan dominasi pasar modern menggerus mereka dari sisi lain,” tegasnya.
Ismail juga mengingatkan pentingnya kolaborasi antara pemerintah pusat dan daerah, terutama para kepala daerah seperti bupati dan wali kota, dalam menata ulang kebijakan ritel. Ia mendorong adanya sinergi dalam menetapkan zonasi pendirian minimarket dan perlindungan terhadap pasar tradisional.
“Ini tidak bisa hanya diserahkan ke pusat. Pemerintah daerah harus dilibatkan aktif dalam menyusun aturan agar tidak terjadi pembiaran ekspansi ritel modern yang tidak sesuai dengan daya dukung lokal,” lanjutnya.
Tak hanya soal regulasi, Ismail juga menyoroti aspek transformasi digital dalam pengelolaan pasar rakyat. Ia menyatakan bahwa revitalisasi seharusnya juga mencakup pemberdayaan pedagang melalui teknologi mulai dari digitalisasi transaksi, pelatihan pemasaran online, hingga sistem manajemen stok berbasis aplikasi.
“Kalau ingin pasar tradisional bertahan, kita harus bantu mereka naik kelas, termasuk lewat teknologi. Pasar harus terhubung dengan ekosistem digital agar punya daya saing,” ucapnya.
Meski begitu Ismail turut menyampaikan apresiasinya atas komitmen Kementerian Perdagangan dan Kementerian Keuangan dalam mendukung revitalisasi pasar tahun 2026.
“Kita harus memberikan apresiasi kepada pak Menteri karena sudah mau mempertimbangkan revitalisasi pasar yang ada di Indonesia,” ujarnya.
Namun ia kembali menekankan, bahwa keberhasilan program ini sangat bergantung pada keberanian pemerintah dalam menertibkan ekspansi ritel modern yang tak berpihak pada keadilan ekonomi rakyat.
Dengan pernyataan tersebut, Ismail Bachtiar mengingatkan bahwa keberlangsungan pasar rakyat tak cukup dijamin dengan bangunan baru, tetapi dengan keberpihakan kebijakan yang menyeluruh termasuk pengawasan terhadap retail raksasa yang kini perlahan menggeser denyut nadi ekonomi lokal di desa dan kota.