
KabarMakassar.com — Anggota Komisi A DPRD Kota Makassar, Andi Makmur Burhanuddin, kembali angkat bicara soal kepatuhan Tempat Hiburan Malam (THM) terhadap kebijakan yang dikeluarkan Pemerintah Kota, khususnya menjelang momentum hari besar keagamaan.
Dalam pernyataannya, ia menyoroti pentingnya ketaatan terhadap surat edaran sebagai wujud nyata penghormatan terhadap nilai-nilai toleransi dan kehidupan beragama di tengah masyarakat kota.
Menurut Makmur, surat edaran yang rutin diterbitkan jelang hari-hari besar seperti Idulfitri, Natal, dan hari keagamaan lainnya bukan hanya sekadar formalitas birokrasi, melainkan instrumen penting untuk menjaga ketenangan publik dan menciptakan ruang spiritual yang nyaman bagi umat beragama dalam menjalankan ibadah mereka.
“Setiap menjelang peringatan hari besar keagamaan, Pemkot Makassar selalu mengeluarkan surat edaran terkait operasional THM. Ini bukan hal baru, dan seharusnya sudah menjadi kesadaran bersama. Jangan sampai ruang ibadah dan ruang hiburan saling bertabrakan karena minimnya penghormatan,” tegas Makmur melalui saluran telpon, Kamis (05/06).
Politikus yang dikenal konsisten menyuarakan isu ketertiban umum ini menyatakan bahwa surat edaran tersebut bukanlah sebuah pilihan, melainkan bentuk komitmen bersama antara pemerintah, pelaku usaha, dan masyarakat dalam menjaga harmoni sosial.
Ia mencontohkan bagaimana malam Natal atau malam Idulfitri seharusnya dihormati dengan membatasi bahkan menutup operasional THM demi menciptakan suasana tenang bagi umat yang menjalankan ibadah.
“Ini bukan soal membatasi ekonomi atau membunuh usaha hiburan malam. Tapi lebih pada penyesuaian dan empati terhadap warga yang sedang menjalankan ibadahnya. Kita tidak bisa berbicara tentang toleransi jika kita sendiri tak bisa menghormati waktu-waktu sakral mereka,” ujarnya.
Makmur juga mengimbau agar asosiasi pengusaha hiburan mengambil peran aktif dalam mengedukasi dan mengingatkan seluruh anggotanya. Menurutnya, langkah ini penting agar pengelolaan hiburan di Kota Makassar tidak menjadi pemantik konflik sosial atau menimbulkan kegaduhan di tengah masyarakat.
“Kita tidak sedang mencari siapa yang salah. Fokus kita adalah menciptakan kesadaran kolektif. Kehidupan kota yang damai, sejuk, dan saling menghargai hanya bisa lahir kalau semua pihak bersedia mematuhi aturan yang ada,” ucapnya.
Lebih lanjut, ia meminta Pemerintah Kota Makassar agar tidak ragu mengambil langkah tegas terhadap pelanggaran yang dilakukan oleh pelaku usaha hiburan malam. Menurutnya, selama ini masih banyak pihak yang menganggap surat edaran tersebut hanya sebagai hiasan administratif tanpa konsekuensi hukum.
“Kalau ada yang melanggar, harus ada tindakan nyata. Bukan hanya teguran atau imbauan ulang. Jika tidak, maka surat edaran itu akan kehilangan makna dan otoritas. Kebijakan harus memiliki daya tekan agar tidak sekadar simbolik,” kata Makmur.
Ia pun mengingatkan bahwa Kota Makassar selama ini dikenal sebagai kota multikultural yang menjunjung tinggi nilai toleransi. Oleh karena itu, kepatuhan terhadap aturan seperti ini adalah bagian dari menjaga identitas kolektif warga kota.
“Makassar adalah rumah bagi banyak budaya, agama, dan tradisi. Jika kita ingin tetap hidup damai berdampingan, maka saling menghargai momen keagamaan adalah harga mati. Dunia usaha harus mampu beradaptasi dan menunjukkan empati sosial,” tegasnya.
Andi Makmur menekankan bahwa kepatuhan terhadap surat edaran tidak hanya relevan dalam konteks keagamaan, tetapi juga sebagai indikator kedewasaan sosial masyarakat urban.
“Ini soal menjaga keseimbangan antara kepentingan ekonomi dan kebutuhan spiritual masyarakat. Kalau kita semua patuh dan saling menghormati, kerukunan itu bukan hanya slogan, tapi kenyataan yang bisa kita rasakan bersama,” tutupnya.