KabarMakassar.com — Pengentasan kemiskinan menjadi hal yang sangat serius, terkhususnya bagi Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel).
Komitmen Pemprov Sulsel dalam menurunkan angka kemiskinan melalui sinergi lintas sektor dan penguatan perencanaan berbasis data terus digalakkan.
Hal tersebut ditegaskan dalam Rapat Koordinasi Penanggulangan Kemiskinan Provinsi Sulsel Tahun 2025 yang digelar secara virtual pada Jumat (16/05).
Wakil Gubernur (Wagub) Sulsel, Fatmawati Rusdi mengungkapkan, bahwa pertemuan yang dilaksanakan tersebut sebagai upaya memperkuat konsolidasi lintas sektor untuk mempercepat pengurangan kemiskinan di Sulsel.
Fatmawati menyebut jika penanggulangan kemiskinan bukan hanya tugas pemerintah semata, melainkan tanggung jawab bersama yang harus dijalankan secara sistematis, terencana, serta terintegrasi.
Penanggulangan kemiskinan adalah kebijakan dan program nasional yang memerlukan sinergi semua pihak. Dalam konteks daerah, Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 Tahun 2020 menjadi acuan penting dalam penyusunan Rencana Penanggulangan Kemiskinan Daerah.
“Koordinasi ini bertujuan untuk menyamakan persepsi, memperkuat kerja sama, serta menyusun strategi yang lebih tajam dan berdampak langsung pada masyarakat miskin,” tukasnya.
Ketua TKPK Provinsi tersebut turut menyoroti peran strategis kelembagaan TKPK dalam menyinergikan berbagai program dari tingkat provinsi hingga kabupaten/kota.
Apresiasi juga disampaikan Fatmawati atas capaian penurunan angka kemiskinan berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sulsel.
Untuk diketahui, pada September 2024, tingkat kemiskinan di Sulawesi Selatan tercatat sebesar 7,77 persen, turun 0,29 persen poin dibandingkan Maret 2024 yang mencapai 8,06 persen.
Secara absolut, penduduk miskin berkurang 24.700 jiwa, menjadi 711.770 orang. Walau begitu, terjadi peningkatan kemiskinan di wilayah perkotaan dari 5,08 persen menjadi 5,21 persen.
Fatmawati mengatakan melalui data tersebut, menjadi indikasi perlunya pendekatan wilayah yang lebih kontekstual.
Pangkep tercatat memiliki tingkat kemiskinan tertinggi sebesar 12,41 persen, disusul Jeneponto yakni 11,82 persen dan Luwu dengan 11,7 persen.
Kemudian, Enrekang sebesar 11,25 persen, Luwu Utara 11,24 persen, Selayar 10,79 persen, Tana Toraja 10,79 persen, Toraja Utara 10,73 persen, Bone 9,58 persen dan Maros sebesar 9,32 persen.
Fatmawati menekankan jika kemiskinan di Sulsel bersifat multidimensional, yaitu tidak hanya terkait pendapatan, namun juga kualitas hidup secara menyeluruh.
Faktor penyebab utama kemiskinan diantaranya, rendahnya kualitas pendidikan dan keterampilan tenaga kerja, terutama di wilayah perdesaan dan kepulauan serta terbatasnya akses terhadap layanan dasar seperti kesehatan, air bersih, dan sanitasi.
Kemudian faktor lainnya adalah terjadi ketimpangan pembangunan antar wilayah, terutama antara perkotaan dan daerah terpencil, ketergantungan pada sektor informal dan pertanian tradisional tanpa jaminan perlindungan sosial dan akses pembiayaan juga lemahnya koordinasi antar sektor dan antar tingkatan pemerintahan.
Oleh sebab itu, Pemprov Sulsel memberi solusi dengan menyusun rancangan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang mengusung visi Sulawesi Selatan Maju dan Berkarakter.
RPJMD tersebut mempunyai empat misi utama yang seluruhnya mendukung penanggulangan kemiskinan.
Wagub Sulsel kemudian merinci strategi penanggulangan kemiskinan dalam tiga pilar utama. Yang pertama, dengan pengurangan beban pengeluaran masyarakat, melalui layanan dasar mulai dari pendidikan, kesehatan, air bersih, dan sanitasi, kemudian bantuan sosial berbasis data kesejahteraan, lalu pembangunan rumah layak huni dan perlindungan kelompok rentan seperti lansia, penyandang disabilitas, dan perempuan kepala keluarga.
Kemudian, yang kedua, peningkatan pendapatan masyarakat, melalui pemberdayaan UMKM dan ekonomi lokal, selanjutnya, pelatihan kerja bagi generasi muda dan akses permodalan usaha mikro dan pertanian berbasis teknologi.
Terakhir dengan penurunan kantong-kantong kemiskinan, melalui intervensi wilayah berbasis data spasial, penataan kawasan kumuh dan daerah tertinggal, juga pembangunan infrastruktur dasar di wilayah terisolasi.
“Ketiga pilar ini perlu ditopang tata kelola yang terintegrasi. Sinergi pusat-daerah, data yang akurat, dan pelibatan masyarakat menjadi kunci keberhasilan,” imbuhnya.
Ia mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk memperkuat komitmen dan merancang agenda aksi sebagai tindak lanjut nyata dari rapat koordinasi yang telah dilakukan.
Pendekatan berbasis data, strategi yang kontekstual, juga tata kelola yang terintegrasi menjadi fondasi utama dalam menurunkan angka kemiskinan secara berkelanjutan.
Pemprov Sulsel optimistis adanya sinergi lintas sektor serta komitmen kuat, cita-cita untuk mewujudkan Sulsel yang bebas dari kemiskinan ekstrem mampu tercapai.