
KabarMakassar.com — Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) menyoroti maraknya pengangkatan staf khusus dan tenaga ahli oleh sejumlah kepala daerah yang dinilai menyalahi prinsip efisiensi birokrasi dan membebani keuangan daerah.
Sorotan ini mengemuka dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Kementerian Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan-RB), Badan Kepegawaian Negara (BKN), dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) yang digelar Senin, 30 Juni 2025, di Gedung DPR RI, Jakarta.
Rapat yang juga diikuti oleh para gubernur, bupati, dan wali kota se-Indonesia melalui konferensi video itu menjadi ruang evaluasi bersama mengenai kebijakan pengangkatan staf khusus oleh kepala daerah.
Anggota Komisi II DPR RI dari Fraksi Golkar, Taufan Pawe, menyampaikan keprihatinan atas fenomena tersebut yang kini ramai dikeluhkan masyarakat, terutama melalui media sosial.
“Saya menerima banyak keluhan soal pengangkatan staf khusus di daerah. Hal ini menimbulkan pertanyaan publik, apakah pengangkatan itu benar-benar berdasarkan kebutuhan organisasi atau hanya untuk memenuhi keinginan kepala daerah?” ujar Taufan, Rabu (02/07).
Taufan menegaskan, perlu ada ketegasan dari BKN, Kemenpan-RB, dan Kemendagri dalam mengatur praktik pengangkatan tenaga non-struktural tersebut.
Ia mengingatkan, sebelumnya Kepala BKN juga telah menyampaikan larangan untuk melakukan pengangkatan staf khusus secara sembarangan, terutama yang tidak berdasar pada regulasi yang jelas.
“Pengangkatan ini tentu membawa konsekuensi anggaran. Maka perlu ada klarifikasi: apakah ini diperbolehkan? Jika iya, harus ada kajian ulang. Tapi kalau memang tidak diperkenankan, sudah saatnya pemerintah pusat menyiapkan sanksi agar kepala daerah mematuhi aturan,” tambahnya.
Mantan Wali Kota Parepare dua periode ini juga meminta ketiga kementerian/lembaga terkait untuk menuntaskan persoalan ini dengan serius.
Ia menilai, ketidaktegasan dalam pengendalian struktur birokrasi justru akan merugikan daerah, apalagi di tengah upaya pemerintah mengoptimalkan anggaran belanja pegawai.
Lebih lanjut, Ketua DPD Golkar Sulawesi Selatan itu menyoroti urgensi pengendalian belanja pegawai menyusul bertambahnya beban keuangan daerah akibat pengangkatan Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK).
Ia menegaskan bahwa pemerintah telah menargetkan agar proporsi belanja pegawai tidak melebihi 30 persen dari total Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
“Ini menyangkut keadilan dan efisiensi. Di satu sisi kita menuntut pemda menyerap PPPK dan menjamin hak-haknya, di sisi lain pengangkatan staf khusus malah mengganggu rasionalitas belanja,” tegas Taufan.
Komisi II DPR RI pun mendesak agar evaluasi pengangkatan staf khusus menjadi agenda serius lintas kementerian. Kemenpan-RB, BKN, dan Kemendagri diminta segera merumuskan pedoman tegas dan mengedarkan surat edaran larangan, jika perlu, disertai ancaman sanksi administratif maupun pengurangan transfer keuangan daerah bagi kepala daerah yang tidak mematuhi.