Makassar Revisi Arah SPMB: Inklusif, Responsif dan Pro Rakyat

2 months ago 37

KabarMakassar.com — Pemerintah Kota Makassar kembali diuji dalam menjawab persoalan ketimpangan akses pendidikan. Di tengah berlangsungnya proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) tahun ajaran 2025/2026, suara warga prasejahtera yang selama ini tersisih oleh sistem mulai mengemuka.

Suara itu tidak dibiarkan menggantung. Wakil Wali Kota Makassar, Aliyah Mustika Ilham, turun tangan langsung mendengar dan merespons keresahan mereka.

Dalam audiensi terbuka yang berlangsung di Balai Kota, Rabu (2/7), perwakilan Komite Perjuangan Rakyat Miskin (KPRM) menyampaikan keluhan seputar proses SPMB yang dinilai belum inklusif bagi warga dengan keterbatasan ekonomi dan digital. Jalur domisili dan afirmasi, yang seharusnya menjadi jalan masuk bagi anak-anak dari keluarga rentan, justru dianggap masih menyulitkan karena minimnya informasi, lemahnya sosialisasi, dan kompleksitas teknis.

Aliyah Mustika Ilham tak hanya mendengar, tetapi memberi jaminan. “Masalah pendidikan, khususnya untuk keluarga kurang mampu, adalah tanggung jawab langsung pemerintah. Kita harus hadir, bukan hanya mengatur,” tegasnya.

Aliyah menyadari, sistem SPMB yang kini berbasis aplikasi memang bertujuan untuk transparansi dan efisiensi. Namun, ia menggarisbawahi bahwa digitalisasi tanpa pendekatan sosial bisa jadi bumerang bagi keadilan.

“Banyak keluarga tidak punya ponsel pintar, tidak tahu cara mengunggah dokumen, apalagi memahami istilah-istilah teknis. Kita tidak bisa memaksa mereka menyusul sistem, justru sistem yang harus mendekat ke mereka,” ujarnya.

Ia meminta agar pendekatan SPMB dilengkapi dengan pendampingan lapangan yang terstruktur. Sosialisasi harus dilakukan langsung ke lorong-lorong padat, dan bukan hanya melalui media digital. Menurutnya, pendekatan semacam ini adalah bentuk nyata hadirnya negara bagi rakyat kecil.

“Pemerintah bukan operator sistem, tapi jembatan yang menyambungkan hak-hak dasar rakyat ke layanan yang seharusnya tersedia untuk semua,” katanya.

Aliyah juga menyoroti pentingnya Sanggar Kegiatan Belajar (SKB) sebagai bentuk perhatian pemerintah terhadap anak-anak yang terlanjur putus sekolah atau terlambat usia masuk. Di Makassar, tersedia 30 SKB yang menyediakan pelatihan keterampilan seperti menjahit, musik, seni rupa, olahraga, hingga kewirausahaan.

“Kalau tidak bisa masuk sekolah formal karena satu dan lain hal, SKB ini harus bisa jadi rumah kedua. Kita ingin tidak ada anak yang benar-benar lepas dari sistem pendidikan,” tuturnya.

Langkah ini dinilai penting karena banyak keluarga tidak hanya berhadapan dengan kendala sistem, tetapi juga kondisi sosial seperti kemiskinan struktural, pekerja anak, hingga kondisi keluarga yang tidak stabil.

Aliyah kemudian janji untuk mendorong penyesuaian sistem SPMB agar lebih inklusif dan responsif terhadap kondisi sosial masyarakat.

“SPMB bukan hanya urusan pendidikan, tapi soal keadilan. Kita tidak boleh membiarkan satu anak pun gagal sekolah hanya karena keluarganya miskin,” tegasnya.

Kepala Dinas Pendidikan Kota Makassar, Achi Soleman, yang turut hadir, menjelaskan bahwa SPMB terdiri atas jalur domisili, afirmasi, dan mutasi. Ia menekankan bahwa jalur afirmasi disediakan khusus untuk penerima PKH dan penyandang disabilitas, dengan kuota hingga 28 siswa per kelas di tingkat SD. Namun ia juga mengakui bahwa banyak warga belum memahami sistem secara menyeluruh.

“Seringkali warga hanya mendaftar di satu sekolah favorit. Padahal distribusi akan lebih baik kalau pilihan diperluas. Kami terus upayakan sosialisasi dan pelatihan bagi orang tua, termasuk di kelurahan,” terang Achi.

Untuk jenjang SMP, Sekretaris Dinas Sosial, I Nyoman Aria Purnabhawa, menambahkan bahwa jalur afirmasi menyediakan 150 kursi khusus yang terintegrasi dengan sistem Tata Kelola Sosial (TKS). Namun hambatan utama tetap pada minimnya pemahaman dan keberanian warga mendaftar karena merasa kalah dari sisi fasilitas dan kemampuan digital.

Koordinator KPRM, Nurlina, mengapresiasi ruang terbuka yang diberikan Wakil Wali Kota. Menurutnya, ini kali pertama pemerintah bersedia mendengar langsung keluhan dari kelompok akar rumput secara serius.

“Kami tidak datang untuk protes, tapi membawa suara puluhan keluarga yang tidak bisa bicara langsung. Kami ingin ada sistem yang adil dan pendampingan yang nyata,” ujarnya.

Senada dengan itu, Ramlah, Sekretaris KPRM, menyampaikan bahwa kolaborasi ini tidak boleh berhenti pada pertemuan formal. Harus ada tindakan konkret, seperti pendirian posko pendaftaran di kelurahan, pendampingan teknologi, dan pelatihan bagi orang tua murid.

“Warga prasejahtera bukan warga kelas dua. Mereka hanya kurang informasi, bukan kurang hak,” tegasnya.

Audiensi ini dihadiri oleh perwakilan Pemerintah Kota Makassar: Kepala Bakesbangpol Fathur Rahim, Kadis Pendidikan Achi Soleman, dan Sekdis Sosial I Nyoman Aria Purnabhawa. Sementara dari KPRM hadir Dg Caya, Dg Nurung, Yusrina, Hasma, dan Syachria yang mewakili divisi pendidikan, kesehatan, dan ekonomi.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news