KabarMakassar.com — Pertumbuhan penyaluran kredit perbankan ke sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) mengalami perlambatan signifikan pada awal tahun ini.
Berdasarkan data Uang Beredar (M2) Bank Indonesia (BI), kredit UMKM hanya tumbuh 1,7% secara tahunan (year-on-year/yoy) pada Maret 2025, menjadi Rp1.396,4 triliun. Angka tersebut lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya yang mencatat pertumbuhan sebesar 2,1% yoy.
Capaian ini tercatat sebagai pertumbuhan kredit UMKM paling rendah dalam satu dekade terakhir, tidak termasuk tahun 2020 ketika pandemi Covid-19 menyebabkan pertumbuhan kredit sektor ini terkontraksi sebesar -2,2% yoy.
Tren perlambatan ini sejalan dengan hasil survei Bank Indonesia yang menunjukkan penurunan saldo bersih tertimbang (SBT) penyaluran kredit baru pada kuartal I-2025.
Penurunan SBT terjadi pada dua kategori kredit UMKM, yakni Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan non-KUR. Masing-masing mencatat SBT sebesar 60,33% dan 43,54%, lebih rendah dari kuartal sebelumnya yang mencatatkan angka 78,37% untuk KUR dan 57,46% untuk non-KUR.
Di sisi lain, kualitas kredit UMKM juga memperlihatkan tren memburuk. Data Statistik Sistem Keuangan Indonesia (SSKI) yang dirilis Bank Indonesia menunjukkan peningkatan rasio kredit bermasalah atau non-performing loan (NPL) di sektor UMKM.
Pada Februari 2025, rasio NPL UMKM naik menjadi 4,15%, meningkat dibandingkan Januari 2025 yang sebesar 4,03%. Total nilai kredit macet pada Februari tercatat sebesar Rp62,10 triliun, naik dari Rp60,20 triliun di bulan sebelumnya.
Kenaikan NPL tercatat di seluruh segmen UMKM. Pada segmen mikro, rasio NPL naik menjadi 3,47% dari sebelumnya 3,29%. Segmen kecil mengalami kenaikan dari 4,28% menjadi 4,34%, sementara segmen menengah mencatat peningkatan dari 5,11% menjadi 5,20%.
Lesunya pertumbuhan kredit UMKM disertai dengan memburuknya kualitas kredit menandakan adanya tekanan ganda terhadap sektor ini.
Perlambatan penyaluran dana dan naiknya rasio NPL berpotensi menjadi tantangan serius bagi perbankan dan pelaku UMKM dalam menjaga keberlanjutan usaha serta pertumbuhan ekonomi secara nasional.
Sementara Penyaluran kredit kepada sektor UMKM di Sulawesi Selatan (Sulsel) terus mengalami pertumbuhan, meskipun menghadapi tantangan signifikan berupa peningkatan kredit bermasalah dan menurunnya porsi kredit terhadap total pinjaman perbankan.
Berdasarkan data hingga Maret 2025, tren positif ini mencerminkan ketahanan sektor UMKM, namun juga menyoroti kebutuhan akan penanganan risiko dan strategi inklusif pembiayaan.
Kepala Kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, Moch. Muchlasin, menjelaskan bahwa sektor UMKM masih menjadi salah satu pilar penting dalam penyaluran kredit, meskipun kontribusinya terhadap total kredit menunjukkan penurunan dalam beberapa tahun terakhir.
“Pada Maret 2025, total kredit perbankan di Sulawesi Selatan tercatat sebesar Rp162,52 triliun, dan dari jumlah tersebut, Rp61,60 triliun atau sekitar 37,90 persen disalurkan ke sektor UMKM, jika dibandingkan dengan tahun sebelumnya, terdapat pertumbuhan sebesar 1,14 persen secara tahunan.” paparnya, Jumat (16/05).
Namun, Muchlasin juga menyoroti bahwa porsi kredit UMKM terhadap total kredit mengalami tren penurunan.
“Pada akhir 2022, porsi kredit UMKM terhadap total kredit masih berada di angka 40,31 persen. Kini, angka itu turun menjadi 37,90 persen. Ini adalah sinyal yang harus kita cermati bersama,” ujarnya.
Lebih lanjut, ia mengungkapkan kekhawatiran terhadap rasio kredit bermasalah atau Non-Performing Loan (NPL) pada sektor UMKM.
Diketahui Tingkat NPL UMKM saat ini berada di angka 4,45 persen. Ini menunjukkan adanya tekanan dalam kemampuan bayar sebagian pelaku UMKM.
” Hal ini perlu menjadi perhatian, terutama bagi lembaga keuangan dalam mengelola risiko pembiayaan,” tegasnya.
Komposisi Penyaluran Kredit UMKM
Penyaluran kredit UMKM di Sulawesi Selatan terbagi dalam tiga segmen utama, yakni mikro, kecil, dan menengah, dengan dominasi pada segmen mikro.
Kredit Mikro masih menjadi penopang utama dengan total penyaluran sebesar Rp33,84 triliun pada Maret 2025. Angka ini mencakup hampir 55 persen dari total kredit UMKM. Namun, pertumbuhan segmen ini sangat terbatas, yakni hanya sebesar 0,04 persen secara tahunan.
“Dalam dua tahun terakhir, pertumbuhan kredit mikro memang mengalami perlambatan, bahkan sempat menurun pada Desember 2023 dan Desember 2024. Meski demikian, jumlah pelaku usaha mikro yang tinggi membuat segmen ini tetap dominan,” jelas Muchlasin.
Sementara itu, Kredit Kecil menunjukkan kinerja paling positif dengan pertumbuhan sebesar 2,62 persen secara tahunan. Pada Maret 2025, nilai kredit kecil mencapai Rp18,17 triliun, meningkat dari Rp17,71 triliun pada Maret 2024.
“Pertumbuhan ini menunjukkan bahwa pelaku usaha kecil mulai mendapatkan akses pembiayaan yang lebih luas. Ini adalah perkembangan yang menggembirakan,” tambahnya.
Untuk Kredit Menengah, pertumbuhan tercatat sebesar 1,02 persen secara tahunan dengan total nilai Rp9,59 triliun pada Maret 2025, naik dari Rp9,50 triliun di periode yang sama tahun sebelumnya. Segmen ini mencakup sekitar 15 persen dari total kredit UMKM.
“Segmen menengah mencerminkan usaha yang sudah lebih matang dan memiliki kapasitas produksi yang lebih besar. Stabilitas di segmen ini menjadi sinyal positif dalam pembiayaan jangka menengah,” ujar Moch.
Jumlah Debitur dan Tantangan Ke Depan
Hingga Maret 2025, jumlah debitur UMKM yang menerima kredit tercatat sebanyak 915.709 debitur. Angka ini merepresentasikan sekitar 50 persen dari total UMKM di Sulawesi Selatan, yang berjumlah sekitar 1,8 juta unit usaha.
“Kami melihat bahwa akses ke pembiayaan UMKM sudah cukup merata, namun masih ada ruang yang besar untuk perluasan. Tantangan ke depan adalah bagaimana memperluas jangkauan kredit ini, terutama kepada usaha kecil dan menengah, agar tidak hanya terkonsentrasi pada usaha mikro,” ujar Muchlasin.
Ia juga menambahkan bahwa penanganan terhadap tingginya NPL menjadi hal mendesak untuk menjaga keberlanjutan pembiayaan. “Penurunan rasio kredit bermasalah adalah prioritas, karena ini berdampak langsung pada kesehatan perbankan dan kelangsungan usaha debitur,” pungkasnya.
Perkembangan kredit UMKM di Sulawesi Selatan hingga Maret 2025 mencerminkan adanya upaya menjaga pertumbuhan ekonomi sektor riil melalui pembiayaan yang inklusif.
Namun, penurunan porsi terhadap total kredit dan tingginya NPL menjadi tantangan yang harus diatasi melalui pendekatan yang terintegrasi antara pemerintah, lembaga keuangan, dan pelaku UMKM.