
KabarMakassar.com — Anggota Komisi V DPR RI dari Fraksi Partai NasDem, Mori Hanafi, mengkritik ketidakjelasan arah dan peta jalan program pembangunan tiga juta rumah yang dicanangkan pemerintah.
Ia menyebut hingga kini belum ada kejelasan strategi implementasi program tersebut, meski kebutuhan akan hunian terus meningkat.
“Dalam paparan tadi dari teman-teman REI, disebutkan ada target satu juta rumah di pesisir, satu juta di desa, dan satu juta di kota dalam bentuk rumah susun dan rumah vertikal. Tapi sampai hari ini, kami di DPR belum melihat bentuk nyata dari rencana itu,” ungkap Mori, Minggu (25/05).
Legislator dari Daerah Pemilihan NTB I (Sumbawa, Dompu, Bima, Sumbawa Barat, dan Kota Bima) itu menegaskan bahwa program tiga juta rumah sangat dibutuhkan masyarakat untuk mengatasi kekurangan hunian atau backlog nasional yang masih sangat tinggi.
Berdasarkan data Kementerian PUPR, backlog perumahan di Indonesia masih berada pada angka lebih dari 12 juta unit, dengan mayoritas berasal dari masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).
Namun hingga kini, progres program tersebut dinilai masih jauh dari target. Mori mengungkapkan bahwa dalam rapat sebelumnya bersama Menteri Perumahan, pemerintah hanya mampu membangun 269 ribu unit rumah dengan anggaran yang tersedia.
“Pak Menteri sendiri menyampaikan, dengan dana yang ada saat ini, hanya mampu membangun 269 ribu rumah. Lalu bagaimana dengan sisanya? Ada kekurangan sekitar 2,73 juta unit,” ujarnya.
Mori pun mempertanyakan kelayakan skema investasi yang diandalkan dalam membangun satu juta rumah, mengingat masih banyak persyaratan dan hambatan regulasi yang belum disederhanakan.
“Dengan berbagai persyaratan dan kondisi yang ada, apakah benar-benar memungkinkan investor membangun satu juta rumah?” ucapnya.
Ia juga menyoroti isu keterjangkauan harga rumah bagi masyarakat, khususnya di daerah terpencil dan terluar.
“Masyarakat di daerah tidak hanya butuh rumah, tapi juga akses ke air bersih, listrik, dan jalan. Jadi jangan hanya fokus kuantitas, tapi juga kualitas dan lokasi,” tambahnya.
Terkait wacana pemanfaatan dana desa untuk mendukung pembangunan rumah rakyat, Mori mengapresiasi ide tersebut. Namun ia mengingatkan bahwa penggunaan Anggaran Dana Desa (ADD) sudah diatur secara ketat dan tidak bisa sembarangan dialihkan untuk program lain.
“Diharapkan ada partisipasi dari desa untuk pembangunan 120 ribu rumah. Tapi kita tahu, ADD itu penggunaannya sudah diatur sangat rigid,” pungkasnya.
Sebagai solusi, Mori mendorong pemerintah agar menyusun peta jalan yang terukur dan realistis, dengan memperjelas peran masing-masing kementerian, pemerintah daerah, dan pelaku swasta. Ia juga menekankan pentingnya inovasi pembiayaan, termasuk kolaborasi dengan BUMN, Bank Tanah, dan Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera).
“Program ini jangan hanya jadi jargon politik. Butuh kepemimpinan kuat dan sinergi lintas sektor agar rakyat benar-benar bisa merasakan manfaatnya,” tutup Mori.