
KabarMakassar.com — Komoditas kakao yang pernah berjaya sebagai salah satu unggulan pertanian Sulawesi kini kembali menjadi fokus perhatian.
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Sulawesi Selatan dan Barat (Sulselbar) berupaya menghidupkan kembali potensi besar komoditas ini.
Hal ini disampaikan Kepala OJK Sulselbar, Moch Muchlasin dalam Jurnalis Update OJK Sulselbar baru-baru ini.
Muchlasin menyebut upaya ini diringi dengan telah diadakannya Focus Group Discussion (FGD) yang digelar pada Kamis (08/05) lalu dengan menghadirkan berbagai pemangku kepentingan lintas sektor.
Ia menegaskan bahwa komoditas kakao memiliki peluang besar untuk dikembangkan kembali. Kakao dinilai sebagai produk potensial ketiga setelah kelapa sawit dan rumput laut, dengan nilai jual global yang saat ini mencapai kisaran USD 8.000–9.000 per ton.
Menurutnya, kondisi ini merupakan momentum untuk mengembalikan kejayaan kakao yang sempat meredup sejak akhir 1990-an.
“Dulu, kakao dan kacang mete adalah komoditi unggulan Sulawesi, namun sekarang banyak lahan kakao tidak lagi terurus karena harga yang pernah anjlok. Padahal, saat ini harganya melonjak dan membuka kembali peluang besar,” ujar Muchlasin, Jumat (09/05).
Ia menambahkan bahwa OJK telah melakukan diskusi mendalam dan menyusun rencana strategis untuk mendorong sektor pertanian, khususnya kakao, melalui pendekatan kolaboratif dan perluasan akses pembiayaan.
“Kami melihat peluang ini dan bekerja sama dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian Perdagangan untuk mendukung ekspor kakao. Harapannya, sektor ini kembali menjadi penggerak ekonomi masyarakat,” tambahnya.
Ia menjeladkan FGD tersebut dihadiri oleh berbagai kalangan, termasuk pejabat instansi vertikal, pimpinan daerah dari Sulawesi Selatan, Barat, Tengah, dan Tenggara, pimpinan industri jasa keuangan, akademisi, asosiasi, pelaku usaha, hingga stakeholder lainnya. Partisipasi luas ini menunjukkan adanya komitmen bersama untuk membangun ekosistem kakao yang berkelanjutan.
Tujuan utama FGD adalah merumuskan solusi konkret terhadap berbagai tantangan dalam pengembangan ekonomi berbasis komoditas kakao.
Fokus diskusi tertuju pada bagaimana industri jasa keuangan dapat berperan aktif memperluas akses pembiayaan bagi seluruh pelaku dalam rantai nilai kakao, mulai dari petani, pengolah, hingga eksportir.
Muchlasin menekankan pentingnya sinergi antarsektor untuk menciptakan ekosistem yang mendukung produktivitas dan keberlanjutan usaha kakao.
Menurutnya, optimalisasi peran lembaga jasa keuangan menjadi kunci dalam menyediakan dukungan modal dan layanan keuangan lainnya bagi para pelaku usaha.
“Dengan dukungan finansial yang tepat, serta keterlibatan aktif dari pemerintah dan sektor swasta, kita bisa menghidupkan kembali komoditas kakao sebagai tulang punggung perekonomian daerah,” ujarnya.
OJK juga menegaskan bahwa pihaknya akan terus mendorong pendekatan klasterisasi dan integrasi pembiayaan agar pelaku usaha kakao dapat berkembang secara menyeluruh dari sisi produksi, distribusi, hingga ekspor.
Upaya ini juga akan diarahkan untuk memaksimalkan peran teknologi, riset, dan inovasi dalam meningkatkan nilai tambah produk kakao lokal.