
KabarMakassar.com – Pemerintah pusat melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menyiapkan alokasi dana darurat sebesar Rp900 miliar untuk membangun kembali gedung DPRD Sulsel dan DPRD Kota Makassar. Selain itu, dana tersebut juga diprioritaskan guna memperbaiki fasilitas umum yang rusak akibat aksi unjuk rasa sejak 25 Agustus lalu.
Hal ini disampikan langsung oleh Anggota DPR RI Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Meity Rahmatia. Ia menyebut anggaran ini mencakup rehabilitasi sejumlah gedung DPRD yang terdampak.
Diketahui, sejumlah kantor DPRD menjadi sasaran perusakan dan pembakaran aksi massal, di antaranya DPRD Provinsi Sulawesi Selatan, DPRD Kota Makassar, DPRD Kota Solo, DPRD Sumatera Selatan, DPRD Kota Kediri, DPRD Kabupaten Jepara, hingga DPRD Jawa Barat yang merupakan aset Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).
Dalam pernyataannya, Meity secara blak-blakan menyebut bahwa ia meminta agar pemerintah pusat tidak mengabaikan Makassar, mengingat DPRD Kota dan DPRD Provinsi Sulsel mengalami kerusakan parah pasca kebakaran.
“Saya meneriakkan, tolong Pak Menteri bantu Sulawesi Selatan dan Makassar dianggarkan Rp900 miliar. Insyaallah akan diganti gedung DPRD Kota Makassar, dan semoga cepat direalisasikan,” tegas Meity, saat memberikan sambutan di Musyawarah Daerah (Musda) ke-VI DPD Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Kota Makassar digelar di Hotel Grand Asia, Jl. Boulevard, Minggu (07/09).
Ia mengungkapkan bahwa DPRD Provinsi Sulsel saat ini sudah diminta menyiapkan gambar-gambar teknis lama sebagai dokumen pendukung perencanaan perbaikan.
Hal serupa juga berlaku bagi DPRD Kota Makassar yang harus segera melengkapi berkas administrasi agar dana bisa segera turun.
“DPRD Provinsi sudah mulai diminta gambar-gambar yang terdahulu, begitu pun dengan DPRD Kota. Jadi mohon kerjasamanya dengan pemerintah agar semua ini bisa segera dijalankan,” jelasnya.
Lebih lanjut, Politisi asal Sulsel itu menekankan bahwa keberadaan gedung DPRD bukan sekadar simbol, tetapi juga sarana vital bagi jalannya fungsi legislasi dan representasi rakyat.
Menurutnya, percepatan pembangunan kembali harus menjadi perhatian serius, terutama bagi Makassar yang menjadi pusat aktivitas politik Sulawesi Selatan.
“Alat untuk mempercepat pembangunan di Makassar mudah-mudahan bisa direncanakan dengan baik. Kita ingin agar rumah rakyat ini segera pulih, sehingga DPRD bisa kembali maksimal bekerja untuk kepentingan masyarakat,” pungkasnya.
Sebelumnya, Tim Asesmen Kaji Cepat Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Makassar mencatat kerugian sementara mencapai Rp253,4 miliar.
Komandan Tim Asesmen Kaji Cepat BPBD Kota Makassar, Yuli Rachmat, mengatakan perhitungan itu masih bersifat sementara karena dilakukan berdasarkan hasil pengamatan langsung di lapangan.
“Berdasarkan hasil assessment di lokasi kejadian, total kerugian sementara yang kami peroleh sebesar Rp253.400.000,” kata Yuli dalam laporan tertulisnya, Sabtu (30/08).
Ia merinci, kerugian terbesar berasal dari kendaraan dinas yang ikut hangus dalam peristiwa itu.
“Tercatat ada 67 unit kendaraan roda empat dengan estimasi harga rata-rata Rp200 juta per unit, sehingga total nilainya Rp13,4 miliar. Selain itu, terdapat 15 unit kendaraan roda dua dengan estimasi harga Rp16 juta per unit, total Rp240 juta,” jelasnya.
Sementara untuk bangunan utama, kata Yuli, gedung DPRD yang terdiri dari empat lantai dengan luas keseluruhan sekitar 1.600 m² dipastikan mengalami kerusakan parah.
Namun nilai kerugiannya masih sulit dipastikan karena keterbatasan akses masuk akibat kondisi bangunan yang rentan runtuh.
“Alat dan perlengkapan kantor tidak dapat diasumsikan nilainya karena fisiknya sudah tidak dapat dikenali. Akses ke ruangan juga sangat terbatas,” ujarnya.
Lebih lanjut, Yuli menegaskan bahwa angka kerugian nyata bisa jauh lebih besar dari hasil kaji cepat. Hal itu karena ada banyak faktor yang belum masuk dalam hitungan awal.
Ketidakpastian terbesar ada pada nilai kendaraan yang sebenarnya, apakah mobil dinas atau mobil pribadi biasa. Begitu pula dengan luas dan spesifikasi bangunan.
“Peralatan kantor, arsip, dokumen penting, serta biaya tidak langsung seperti pemulihan layanan pemerintahan, relokasi, hingga kehilangan arsip, itu belum dihitung. Jika semua itu dimasukkan, kerugian ekonomi nyata bisa jauh lebih besar,” jelasnya.