
KabarMakassar.com — Pemerintah Kota Makassar tengah menyiapkan langkah strategis dalam menangani persoalan banjir yang kerap melanda wilayah Blok 10 Antang dan BTN Kodam 3. Salah satu opsi utama yang kini dikaji serius adalah relokasi warga secara permanen dari kawasan rawan genangan tersebut.
Relokasi ini mencakup sekitar 400 rumah dengan estimasi anggaran mencapai Rp400 miliar. Namun lebih dari sekadar pemindahan, relokasi tersebut diharapkan menjadi pintu masuk menuju peningkatan kesejahteraan warga terdampak.
Anggota Komisi D DPRD Kota Makassar, Muchlis Misbah, menyatakan dukungan penuhnya terhadap program ini. Ia menilai rencana relokasi harus menjadi momentum untuk memberikan kualitas hidup yang lebih baik bagi masyarakat.
“Relokasi bukan hanya soal menghindari banjir, tapi juga soal menciptakan kehidupan yang lebih layak. Harus ada kompensasi yang adil dan fasilitas penunjang yang memadai,” tegas legislator Partai Hanura itu, Kamis (22/05).
Ia menekankan bahwa lokasi relokasi harus mempertimbangkan kedekatan dengan sumber penghidupan warga, terutama bagi yang bekerja sebagai petani, nelayan, atau pelaku usaha kecil. Akses terhadap pekerjaan dan sarana transportasi harus tetap terjaga agar warga tidak kehilangan penghasilan.
“Kalau petani, jangan dipindahkan terlalu jauh dari lahan garapannya. Kalau pegawai, mungkin bisa lebih fleksibel. Tapi semua harus dipertimbangkan agar relokasi ini tak malah menambah beban hidup,” ujarnya.
Muchlis juga menyarankan agar lokasi baru dilengkapi dengan sarana dan prasarana dasar, seperti jalan, air bersih, serta fasilitas pendidikan. Bahkan, pembangunan sekolah menjadi hal yang menurutnya patut dipertimbangkan.
“Kalau perlu, dibangun sekolah sekalian di kawasan relokasi agar anak-anak tidak putus sekolah. Relokasi harus terintegrasi dengan jaminan masa depan yang lebih baik,” tambahnya.
Meski mengakui masih ada banyak aspek teknis yang harus dikaji, ia menilai program ini sangat layak didorong karena menjadi solusi konkret atas masalah banjir yang menahun di Kecamatan Manggala dan sekitarnya.
“Program ini sangat mulia, tidak hanya menyelamatkan tapi juga menata masa depan warga. Kami di DPRD siap mendukung sepanjang ini benar-benar untuk kesejahteraan rakyat,” tutupnya.
Sebelumnya, Pemerintah Kota Makassar menggandeng Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Pompengan Jeneberang dalam upaya mengatasi persoalan banjir yang kerap melanda sejumlah wilayah.
Menurut Munafri, pemerintah kota telah mengkaji kemungkinan pembangunan kolam retensi baru di kawasan permukiman terdampak. Namun, rencana ini menghadapi kendala pembebasan lahan, dengan estimasi kebutuhan anggaran mencapai Rp400 miliar.
“Solusinya bukan hanya teknis, tapi juga sosial. Kami mempertimbangkan relokasi sekitar 400 rumah untuk membuka ruang bagi kolam retensi baru,” ujar Munafri.
Langkah ini disebutkan sebagai strategi jangka panjang yang tidak hanya meredam banjir, tetapi juga menciptakan ruang terbuka yang lebih tertata.
Setiap rumah yang direlokasi diperkirakan membutuhkan biaya sekitar Rp1 miliar, sehingga total anggaran untuk relokasi juga berada di kisaran Rp400 miliar.
Munafri menambahkan bahwa Pemkot Makassar telah melibatkan tim dari Universitas Hasanuddin (Unhas) dalam merumuskan solusi berbasis data dan kajian teknis.
Hasil analisis tersebut kemudian disinergikan dengan data dan kewenangan BBWS untuk menemukan jalan keluar yang paling efektif.
“Penanganan banjir harus kolaboratif. Karena sebagian kewenangan berada di pemerintah pusat, kami dorong sinergi dengan BBWS agar pelaksanaan lebih terarah,” katanya.
Selain pembangunan infrastruktur pengendali banjir, Pemkot juga menyoroti perlunya regulasi yang mengatur kanal dan saluran air secara menyeluruh.
Menurut Munafri, penataan kanal harus melibatkan penertiban bangunan liar, terutama yang menghalangi aliran air atau bahkan menutup kanal.
“Banyak kanal diubah menjadi gang atau tempat buang sampah. Ini memperparah kondisi lingkungan dan mempersempit fungsi kanal,” imbuhnya.