Pemprov Sulsel Genjot Pemugaran Benteng Somba Opu, Kementerian Kebudayaan Siap Dukung

14 hours ago 4

KabarMakassar.com — Kawasan cagar budaya Benteng Somba Opu yang terdapat di Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan (Sulsel) memiliki nilai budaya yang amat luar biasa.

Gubernur Sulsel Andi Sudirman Sulaiman menyatakan, pemugaran Benteng Somba Opu terus di dorong oleh Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulsel.

Ia menyampaikan jika di Benteng Somba Opu, terdapat jejak-jejak sejarah. Mulai dari masjid tua, pagar, serta struktur benteng yang menjadi bukti jika kapal Belanda pernah bersandar di wilayah tersebut.

“Kawasan Benteng Somba Opu tidak hanya sebagai situs sejarah. Tapi juga sebagai simbol peradaban maritim masyarakat Bugis-Makassar,” tukasnya di Benteng Fort Rotterdam pada Kamis (22/05).

Menanggapi hal tersebut, Wakil Menteri (Wamen) Kebudayaan Republik Indonesia, Giring Ganesha mengungkapkan dukungan dari pihak pemerintah pusat.

“Pasti kita dukung. Kita juga dukung itu dari tenaga ahli kita,” terangnya.

“Kita kan punya arkeolog-arkeolog terbaik di Indonesia, yang pasti kalau diminta oleh pak gubernur pasti kita akan langsung support,” tuturnya.

Sebelumnya, Gubernur Sulawesi Selatan (Sulsel) Andi Sudirman Sulaiman menyampaikan pentingnya pelestarian warisan budaya terkhususnya di wilayah Sulsel.

Tidak hanya tentang bangunan bersejarah, ia turut menyoroti terkait bahasa daerah yang kian terpinggirkan. Mengingat saat ini, generasi penerus cukup banyak yang tidak dapat berbahasa daerah.

Andi Sudirman Sulaiman menekankan, jika tidak dijaga sejak dini, maka jejak sejarah dan identitas budaya dapat hilang.

Diketahui, Benteng Somba Opu terletak di Jalan Daeng Tata, Kabupaten Gowa, Sulsel. Ini menjadi benteng peninggalan Kesultanan Gowa yang dibangun oleh Raja Gowa ke-9 Daeng Matanre Karaeng Tumapa’risi’ Kallonna pada abad ke-16.

Saat ini, Benteng Somba Opu menjadi objek wisata bersejarah karena di dalamnya terdapat beberapa bangunan rumah adat Sulsel.

Sebelumnya diberitakan, di tengah gencarnya wacana pengembangan sektor pariwisata dan kebudayaan di Sulawesi Selatan, DPRD Provinsi Sulsel mengungkap fakta mencengangkan terkait pengelolaan kawasan bersejarah Benteng Somba Opu.

Ketua Panitia Kerja (Panja) DPRD Sulsel, Yeni Rahman, dalam laporan resmi atas penyelenggaraan kebudayaan dan pariwisata tahun anggaran 2024, menyampaikan bahwa sebagian lahan Benteng Somba Opu berada dalam status tidak jelas dan rawan dikuasai pihak ketiga secara ilegal.

“Dari total 150 hektare kawasan Benteng Somba Opu, baru 75 hektare yang memiliki sertifikat. Sisanya, sebanyak 50 persen lahan berada dalam status tidak jelas, membuka celah untuk penguasaan ilegal oleh pihak ketiga,” ungkap Yeni, Senin (19/05).

Ia menegaskan bahwa ketidakpastian status lahan ini menghambat proses revitalisasi total yang seharusnya menjadi program prioritas.

Tak hanya soal legalitas lahan, kawasan yang seharusnya menjadi pusat representasi budaya Bugis-Makassar itu kini mengalami degradasi fisik. DPRD Sulsel mencatat bahwa hampir seluruh rumah adat di dalam kawasan tidak terawat dan sebagian besar fasilitas budaya berada dalam kondisi nyaris rusak.

Namun, pada APBD 2024, tidak ada alokasi anggaran khusus yang signifikan untuk pemeliharaan kawasan ini. Anggaran hanya menyentuh kegiatan seremonial terbatas.

“Padahal pada tahun lalu, kita mencatat capaian berupa pemecahan rekor tari padduppa dan parade baju adat di 24 kabupaten/kota. Tapi di 2024 ini, kegiatan serupa tidak lagi muncul karena anggaran dipangkas,” terang Yeni, yang juga menjabat sebagai Bendahara Fraksi PKS DPRD Sulsel.

Yang lebih mengkhawatirkan, DPRD menemukan bahwa sejumlah fasilitas budaya di kawasan Benteng Somba Opu justru telah dikuasai oleh organisasi politik dan kelompok non-pemerintah.

“Ini bukan lagi aset publik, tapi nyaris berubah menjadi lahan privat dengan penggunaan yang tak sesuai fungsi,” katanya.

Isu tersebut tidak berdiri sendiri. Yeni juga mengungkap fakta ketimpangan distribusi anggaran pariwisata di seluruh Sulawesi Selatan. Menurutnya, selama ini dana pembangunan destinasi justru menumpuk di wilayah-wilayah yang sudah maju secara infrastruktur. Sementara daerah lain yang menyimpan potensi besar justru tidak tersentuh program.

“Dari analisis kami, tidak ada peta potensi wisata berbasis data spasial yang digunakan sebagai dasar perencanaan. Akibatnya, provinsi ini seperti berjalan tanpa arah. Kabupaten yang seharusnya jadi prioritas justru luput dari perhatian,” ujarnya.

Salah satu sorotan penting lainnya adalah desakan kepada Pemerintah Provinsi Sulsel untuk merebut kembali penguasaan aset-aset strategis di kawasan Benteng Somba Opu dari tangan pihak ketiga.

“Kita harus pastikan bahwa setiap jengkal kawasan itu kembali dikelola oleh pemerintah daerah demi kepentingan publik. Tidak bisa ada negosiasi dalam hal ini,” tegas Yeni.

Sebagai anggota Komisi E DPRD Sulsel, ia juga menekankan pentingnya mengembalikan fungsi kawasan Benteng Somba Opu sebagai pusat edukasi budaya, interaksi sosial, dan pengembangan pariwisata berbasis sejarah. Namun untuk itu, diperlukan langkah serius dan terukur, mulai dari legalisasi lahan, pemulihan fisik, hingga integrasi program kebudayaan.

“Kalau hari ini kita diam, maka 75 hektare lahan yang belum bersertifikat bisa hilang begitu saja. Dan kalau kita terus menunda, maka revitalisasi hanya akan tinggal di atas kertas,” tegasnya.

Sehingga, DPRD Sulsel merekomendasikan agar Dinas Kebudayaan dan Pariwisata segera menyusun peta potensi pariwisata berbasis spasial, serta menata ulang mekanisme distribusi anggaran agar lebih adil dan merata.

“Penguatan program seni dan budaya yang bersifat edukatif dan berkelanjutan harus menggantikan pola seremoni satu kali pakai yang selama ini mendominasi,” tutupnya.

Sebagai informasi, Benteng Somba Opu merupakan Benteng kerajaan yang didirikan oleh Sultan Gowa ke-9. Daeng Mantanre Karaeng Tumapa’risi Kallonna, pada tahun 1525.

Pembangunan benteng tidak dapat selesai hanya dalam satu pemerintahan. Benteng Somba Opu pun disempurnakan melalui beberapa pemerintahan di Kerajaan Gowa.

Karaeng Tunipalangga Ulaweng, Raja Gowa ke-10, memperkuat struktur dinidng benteng dengan batu padas.

Pada masa pemerintahan Tunijallo (Raja Gowa XII), Benteng Somba Opu mulai dipersenjatai dengan meriam-meriam berkaliber berat di setiap sudutnya.

Benteng Somba Opu memiliki luas 113.590 meter persegi yang diapit antara dua sungai, yaitu Sungai Balang Baru dan Sungai Jene’berang.

Dalam catatan sejarahnya, benteng ini juga pernah diperkuat dengan meriam-meriam berat. Salah satunya yang masih terdapat dibenteng ini adalah sebuah meriam dengan panjang sekitar 9 meter.

Kemudian, pembangunan benteng disempurnakan dan dijadikan benteng induk oleh Sultan Hasanuddin. Saat itu, fungsi benteng induk adalah pusat perniagaan tempat berlabuhnya kapal dan pusat pemerintahan Kerajaan Gowa.

Pada pertengahan abad ke-16, Benteng Somba Opu menjadi pusat perdagangan dan pelabuhan rempah-rempah yang ramai dikunjungi pedagang asing dari Asia dan Eropa. Selain itu, pedagang dari Bugis-Makassar dan Melayu juga melakukan perdagangan di daerah ini.

Hingga saat ini, Benteng Somba Opu yang merupakan saksi bisu peninggalan zaman dahulu masih kerap dikunjungi wisatawan lokal maupun mancanegara.

Navigasi pos

Read Entire Article
Jogja News Jogja Politan Jogja Ball Jogja Otote Klik News Makassar news