
KabarMakassar.com — Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sulawesi Selatan (Sulsel) terus berupaya untuk memperkuat perlindungan terhadap anak di seluruh wilayah Sulsel.
Menindaklanjuti hal tersebut, dilakukan langkah tegas dengan rapat pembahasan rancangan Peraturan Gubernur (Pergub) tentang Penanganan Kekerasan terhadap Anak dan Pencegahan Pelecehan Seksual yang dipimpin oleh Wakil Gubernur (Wagub) Sulsel, Fatmawati Rusdi pada Rabu (28/05).
Agenda tersebut turut dihadiri oleh Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3ADalduk KB) Provinsi Sulsel, Andi Mirna bersama jajaran lintas sektor yang tergabung dalam gugus tugas perlindungan anak.
“Dalam pertemuan ini, dibahas berbagai substansi penting dalam draf Pergub,” ujar Andi Mirna.
“Termasuk mekanisme pelaporan kasus kekerasan, penanganan korban, serta strategi pencegahan yang melibatkan satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat,” tambahnya.
Lebih jauh, Andi Mirna menyebut, jika agenda yang dilakukan merupakan perwujudan komitmen Pemprov Sulsel atas perlindungan anak.
“Rapat ini menjadi bagian dari langkah serius Pemprov Sulsel dalam membangun sistem perlindungan anak yang terpadu, sejalan dengan mandat nasional dan dinamika sosial masyarakat,” tuturnya.
Sebelumnya, Wakil Gubernur (Wagub) Sulawesi Selatan (Sulsel), Fatmawati Rusdi, menekankan jika ketangguhan perempuan dan anak dalam menghadapi tantangan sosial harus didukung dengan kolaborasi lintas sektor dan penguatan edukasi.
Hal tersebut disampaikan saat menghadiri Rapat Konsolidasi dan Koordinasi Pengurus Wilayah Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Sulsel di Auditorium KH Muhyiddin Zain, Universitas Islam Makassar, Sabtu (24/05).
Agenda tersebut dihadiri oleh Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Republik Indonesia, Arifah Fauzi, yang juga merupakan Ketua Pimpinan Pusat Muslimat NU.
Fatmawati Rusdi menegaskan bahwa perempuan Sulsel kini memegang peran strategis dalam pembangunan. Menjadi penggerak utama di ruang publik.
Ia mengungkapkan jika kesetaraan gender di Sulsel kian nyata dan mengakar. Hal itu harus terus dirawat dengan semangat kolaborasi dan penguatan kapasitas.
Sekarang ini, kata Fatmawati, terdapat tiga kepala daerah perempuan, empat wakil kepala daerah perempuan termasuk dirinya, juga Ketua DPRD Sulsel yang juga dijabat oleh perempuan.
“Perempuan hari ini tidak lagi sekadar pelengkap, tetapi pemegang peran penting di ruang publik. Kesetaraan gender di Sulsel makin nyata dan mengakar,” tuturnya.
Fatmawati turut menyoroti peningkatan kasus kekerasan seksual di berbagai sektor, seperti lembaga pendidikan, rumah ibadah, hingga lingkungan keluarga.
Ia menekankan pentingnya keberanian bagi penyintas kekerasan untuk bersuara dalam menyampaikan pendapat atau hal yang pernah dialaminya.
Begitu pula dengan optimalisasi lembaga layanan seperti Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) dan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) yang merupakan lembaga layanan konseling bagi keluarga dan anak sebagai ruang aman bagi penyintas.
“Pemerintah hadir. Kita ingin semua kabupaten kota memiliki rumah aman, dan layanan pendampingan yang benar-benar bisa diakses korban kekerasan,” ujarnya.
“Mari kita tidak diam jika melihat ketidakadilan. Edukasi adalah fondasi, keberanian adalah kunci,” sambungnya.
Menteri PPPA RI, Arifah Fauzi, menuturkan tiga program prioritas nasional yang kini dijalankan kementeriannya untuk memperkuat perlindungan bagi perempuan dan anak.
Pertama yaitu Ruang Bersama Indonesia sebagai wadah edukasi, advokasi dan pelindungan berbasis komunitas.
Selanjutnya, penguatan Call Center SAPA 129 yang kini terintegrasi dengan sistem pelacakan geolokasi untuk mempercepat penanganan oleh UPTD daerah.
Kemudian yang terakhir adalah pengembangan Satu Data Perempuan dan Anak Berbasis Desa sebagai dasar kebijakan perlindungan yang presisi.
Dia menekankan keberhasilan ketiga program ini amat bergantung pada sinergi yang kuat antara pemerintah pusat, daerah, dan organisasi masyarakat, termasuk Muslimat NU.
“Kementerian PPPA tidak bisa berjalan sendiri. Kita harus kolaborasi,” terangnya.
Diketahui, langkah Muslimat Nahdlatul Ulama (NU) Sulsel yang menggelar pelatihan paralegal secara sistematis mendapat apresiasi.
Hingga saat ini, sekitar 1.200 kader Muslimat NU di berbagai daerah di Sulsel menyatakan minat dan telah mengikuti pelatihan tersebut.
Arifah menilai, kehadiran kader paralegal sangat dibutuhkan, terutama untuk membantu perempuan korban kekerasan yang selama ini kesulitan mengakses pendampingan hukum.