
KabarMakassar.com — Kontestasi Pemilihan Wali Kota dan Wakil Wali Kota Palopo kembali memanas. Pasangan calon nomor urut 3, Rahmat Masri Bandaso (RMB) dan Andi Tenri Karta (ATK), resmi menggugat hasil Pilwalkot ke Mahkamah Konstitusi (MK), menjadikan ini sebagai gugatan kedua dalam satu siklus pemilihan yang diwarnai kontroversi hukum.
Gugatan tersebut dilayangkan terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU), dengan objek perkara pasangan calon nomor urut 4, Naili Trisal dan Akhmad Syarifuddin (Naili–Ome), yang sebelumnya telah memenangkan suara dalam Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilwalkot Palopo 2024.
Diketahui, Pasangan usungan Partai Gerindra dan Partai Demokrat itu meraih 47.349 suara atau 50,53 persen, suara terbanyak pertama di Pilwalkot Palopo.
Permohonan gugatan RMB–ATK tercatat dalam sistem elektronik MK dengan nomor e-AP3: 17/PAN.MK/e-AP3/06/2025, didaftarkan pada Senin, 2 Juni 2025 pukul 15.57 WIB. Mereka menyertakan surat kuasa, daftar alat bukti, serta dokumen pendukung lainnya.
Plt Panitera MK, Wiryanto, menyampaikan bahwa berkas permohonan sedang dalam tahap verifikasi awal. Pemohon diberi waktu tiga hari kerja untuk melengkapi dokumen jika ditemukan kekurangan.
“Jika telah memenuhi syarat formil, perkara akan dicatat dalam Buku Registrasi Perkara Konstitusi Elektronik (e-BRPK) dan memasuki tahap persidangan,” ujarnya, Senin (02/06).
Sementara itu, Liaison Officer RMB–ATK, Asmal Kadir, menegaskan bahwa keputusan untuk menggugat ke MK adalah hasil konsensus tim pemenangan, relawan, dan dua partai pengusung: Partai Golkar dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Menurut Asmal, inti gugatan bukan pada hasil suara, melainkan pada dugaan cacat prosedur dalam proses penyelenggaraan oleh KPU.
“Ini bukan soal menang atau kalah. Yang kami uji adalah proses, bukan hasil. KPU sebagai penyelenggara pemilu adalah pihak yang kami gugat,” tegas Asmal, Selasa (03/06).
Gugatan RMB–ATK ini muncul hanya beberapa bulan setelah MK mengabulkan permohonan gugatan pertama dalam perkara Nomor 168/PHPU.WAKO-XXIII/2025, yang diajukan pasangan Farid Kasim Judas – Nurhaeni (FKJ–Nur) atas keikutsertaan pasangan Trisal Tahir – Akhmad Syarifuddin (Trisal–Ome) dalam Pilkada 2024 lalu.
Dalam permohonan setebal 45 halaman tersebut, FKJ–Nur menyatakan bahwa terdapat pelanggaran administratif serius dalam pencalonan Trisal Tahir, termasuk penggunaan ijazah paket C yang diragukan keabsahannya. Mereka juga menuding KPU Palopo mengabaikan putusan Bawaslu yang menyatakan Trisal Tidak Memenuhi Syarat (TMS).
Kuasa hukum FKJ–Nur, Andi Syafrani, menyebutkan bahwa KPU tidak menjalankan rekomendasi Bawaslu Palopo yang dikeluarkan pada 28 Oktober 2024, yang semestinya mendiskualifikasi Trisal Tahir dari pencalonan. Dalam permohonannya, FKJ–Nur meminta agar Trisal–Ome dikeluarkan dari hasil perolehan suara dan menuntut PSU dilakukan tanpa pasangan tersebut.
Mahkamah Konstitusi kemudian mengabulkan sebagian permohonan FKJ–Nur. Dalam putusannya yang dibacakan pada 24 Februari 2025, MK menyatakan bahwa Trisal Tahir dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai calon wali kota karena ijazah pendidikan menengah atas yang digunakan tidak sah secara hukum.
“Dengan ini, Mahkamah menyatakan diskualifikasi Calon Wali Kota dari Paslon Nomor Urut 4, Trisal Tahir, dari kepesertaan Pilwalkot Palopo 2024,” ujar Ketua MK, Suhartoyo, dalam sidang pembacaan putusan di Gedung MKRI, Jakarta.
Mahkamah juga memerintahkan KPU Kota Palopo untuk melaksanakan PSU tanpa mengikutsertakan Trisal Tahir, dan membuka kesempatan bagi partai pengusung untuk mengajukan calon pengganti.
Dalam pelaksanaannya, Naili Trisal, yang kemudian maju menggantikan posisi Trisal Tahir dalam PSU bersama Akhmad Syarifuddin—berhasil meraih suara terbanyak. Namun kemenangan inilah yang kini kembali digugat oleh RMB–ATK.
Meski tidak mempermasalahkan hasil akhir secara langsung, RMB–ATK menilai bahwa proses verifikasi, pencalonan, hingga pelaksanaan PSU oleh KPU mengandung cacat administratif yang merugikan kepastian hukum dan keadilan elektoral.
Dengan dua gugatan besar dalam satu siklus Pilkada, situasi politik Palopo memasuki fase ketidakpastian hukum yang belum berujung. Masyarakat pun kembali menunggu keputusan Mahkamah Konstitusi, apakah Pilwalkot Palopo akan kembali diulang atau dinyatakan sah.
Satu hal yang pasti, Pilkada Palopo 2024–2025 menjadi salah satu kontestasi daerah paling sengit dan penuh dinamika hukum dalam sejarah pemilu lokal di Sulawesi Selatan.