KabarMakassar.com — Nilai tukar rupiah kembali melanjutkan tren pelemahannya terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan pagi ini.
Berdasarkan data Bloomberg, pukul 09.15 WIB, rupiah berada di level Rp15.948 per dolar AS, melemah 0,49 persen dibandingkan penutupan sebelumnya di Rp15.871 per dolar AS.
Angka ini semakin mendekati batas psikologis Rp16.000, setelah pagi tadi dibuka pada level Rp15.916. Pelemahan sebesar 45 poin atau 0,3 persen ini menjadi sinyal kekhawatiran pasar terhadap kondisi global yang semakin tidak menentu.
Mata Uang Asia Bervariasi
Di tengah pelemahan rupiah, sejumlah mata uang Asia justru menunjukkan performa yang lebih baik terhadap dolar AS. Yen Jepang menguat 0,26 persen, baht Thailand naik 0,12 persen, dan won Korea Selatan terapresiasi 0,08 persen. Sementara yuan China dan dolar Singapura masing-masing menguat tipis 0,04 persen dan 0,03 persen.
Namun, tidak semua mata uang Asia berhasil mencatat penguatan. Dolar Taiwan melemah 0,19 persen, peso Filipina turun 0,06 persen, ringgit Malaysia melemah 0,03 persen, dan dolar Hong Kong mencatat penurunan tipis sebesar 0,01 persen.
Faktor-Faktor Penekan Rupiah
Analis Doo Financial Futures, Lukman Leong, mengungkapkan bahwa pelemahan rupiah dipengaruhi oleh kekhawatiran pasar terkait kebijakan proteksionisme yang kembali digaungkan mantan Presiden AS Donald Trump. Kebijakan ini dianggap memberikan tekanan pada mata uang berisiko seperti rupiah.
“Sentimen proteksionisme dari Trump memicu kecemasan pelaku pasar, sehingga investor cenderung mencari aset aman seperti dolar AS,” ujar Lukman Kamis (21/11).
Selain itu, eskalasi konflik di Ukraina juga memperburuk sentimen global. Ketidakpastian geopolitik ini membuat mata uang-mata uang berisiko, termasuk rupiah, semakin tertekan.
“Perang di Ukraina memberikan tekanan tambahan. Selain itu, investor kini menantikan rilis data neraca transaksi berjalan Indonesia yang akan menjadi indikator penting untuk melihat fundamental ekonomi domestik,” tambahnya.
Proyeksi Pergerakan Rupiah
Lukman memprediksi rupiah akan bergerak di kisaran Rp15.825 hingga Rp15.950 per dolar AS pada hari ini. Dengan mendekatnya nilai tukar ke level psikologis Rp16.000, volatilitas pasar diperkirakan akan tetap tinggi.
Pelemahan ini menjadi tantangan bagi Indonesia, terutama menjelang akhir tahun, di mana tekanan eksternal seperti ketatnya kebijakan moneter global dan ketegangan geopolitik masih mendominasi.
Bagi pelaku pasar, konsolidasi dan kehati-hatian menjadi kunci menghadapi kondisi ini. Sementara itu, pemerintah diharapkan mengambil langkah-langkah strategis untuk menjaga stabilitas nilai tukar dan memperkuat fundamental ekonomi.
Permintaan dolar AS juga menjadi meningkat karena menjadi mata uang safe haven di tengah memanasnya konflik Ukraina-Rusia dan baru-baru ini Putin menyinggung tentang senjata nuklir.
Ketegangan geopolitik juga mendukung dolar AS karena merupakan mata uang safe haven di mana geopolitik yang memanas dan membawa aliran menuju ke mata uang safe haven dunia.
Selain itu, pelemahan rupiah juga dikarenakan Trump Trade yang membawa dolar AS menguat pesat setelah kemenangan Donald Trump yang kembali terpilih menjadi presiden Amerika Serikat.
Dari dalam negeri, Bank Indonesia (BI) masih mempertahankan suku bunga acuan BI rate pada level enam persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung selama 19-20 November 2024 guna mendukung stabilisasi rupiah.
Kemudian, Program Presiden Prabowo untuk menekan nilai dolar AS dengan menggenjot hilirisasi pada enam komoditas pertanian strategis.
Enam komoditas yang diutamakan dalam program hilirisasi pertanian adalah kelapa, cengkeh, sawit, lada, kakao, dan kopi karena memiliki potensi besar untuk dikembangkan, baik dari segi produksi maupun ekspor.
Indonesia memiliki peluang ekspor yang sangat besar, dan hilirisasi diharapkan dapat menciptakan nilai tambah setidaknya 20 kali lipat.
Nilai tambah yang tinggi itu diharapkan dapat memperkuat posisi rupiah terhadap dolar AS dan bertujuan untuk menurunkan nilai tukar dolar AS.