
KabarMakassar.com — Isu regulasi transportasi online kembali mencuat ke permukaan, kali ini dengan tekanan keras dari Anggota Komisi V DPR RI, Reni Astuti.
Fraksi PKS itu menyuarakan kegelisahan ribuan driver ojek online (ojol) di seluruh Indonesia yang hingga kini merasa diabaikan oleh negara.
“Sudah terlalu lama para driver ini menunggu kejelasan. Tapi yang mereka dapatkan hanya wacana tanpa ujung. Diskusi yang tak kunjung berbuah kebijakan hanya menambah derita, bukan solusi,” ujar Reni Astuti, Kamis (29/05).
Lebih dari sekadar retorika, Reni membawa catatan penting, realita kehidupan driver ojol yang semakin sulit. Di tengah kenaikan harga kebutuhan pokok, biaya operasional kendaraan, dan persaingan ketat, para pengemudi online terus dihadapkan pada potongan pendapatan yang tidak masuk akal.
Padahal, menurut Peraturan Menteri Perhubungan, potongan maksimal dari aplikator mestinya tidak lebih dari 20 persen (15 persen untuk perusahaan dan 5 persen untuk pajak digital). Namun di lapangan, angka itu bisa mencapai 40 hingga 50 persen.
“Kalau itu bukan eksploitasi, lalu apa? Negara tidak boleh diam,” tegas Reni.
Ia pun mendesak Kementerian Perhubungan untuk segera melakukan audit terbuka terhadap kebijakan pemotongan yang diterapkan oleh aplikator. “Kita bicara soal transparansi, soal keadilan. Maka audit itu wajib. Tidak bisa kita biarkan hanya perusahaan yang tahu isi dapurnya,” tambahnya.
Kritik Reni tidak berhenti pada aplikator. Ia juga menyayangkan sikap pemerintah, khususnya Kementerian Perhubungan, yang menurutnya belum menunjukkan keberpihakan nyata terhadap kesejahteraan driver ojol.
“Sejauh ini belum ada konferensi pers, belum ada sikap resmi. Di tengah ketidakpastian ini, negara seolah tak punya suara,” ujarnya. Padahal, lanjutnya, jutaan pengemudi dan keluarganya menggantungkan hidup dari sektor ini.
Reni pun mengusulkan agar Komisi V DPR RI segera membentuk Panitia Kerja (Panja) guna mempercepat pembahasan RUU Transportasi Online. Ia meminta adanya tenggat waktu yang jelas, maksimal tiga bulan ke depan, agar pembahasan tidak kembali terjebak dalam birokrasi tanpa arah.
Reni juga membagikan hasil penelitiannya tentang kondisi driver ojol perempuan, yang menurutnya menghadapi beban ganda, sebagai pencari nafkah utama, single parent, dan pada saat yang sama menjadi sasaran empuk pelecehan dan tindak kriminal di jalanan.
“Mereka ini tangguh, luar biasa. Tapi tidak boleh dibiarkan berjuang sendiri. Negara harus hadir, memberikan perlindungan konkret, bukan sekadar apresiasi sesaat,” ucap Reni.
Reni juga menyinggung visi besar Presiden Prabowo Subianto tentang ekonomi kerakyatan dan kesejahteraan sosial. Ia berharap kementerian dan lembaga terkait bisa menerjemahkan visi itu dalam bentuk kebijakan konkret, terutama bagi para pekerja sektor informal seperti ojol.
“Kita ingin aplikator tumbuh, pengguna nyaman, tapi driver juga harus hidup layak. Jangan ada lagi eksploitasi yang dibungkus kemitraan. Negara harus hadir, tegas namun adil,” pungkasnya.