KabarMakassar.com — Polemik seputar aktivitas safari politik Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin atau yang akrab disapa Appi, jelang Musyawarah Daerah (Musda) Golkar Sulsel, kian menjadi sorotan.
Sejumlah legislator DPRD Makassar melontarkan kritik bahwa Appi seharusnya lebih fokus pada kinerjanya sebagai kepala daerah, apalagi ia baru menapaki 100 hari pertama masa jabatannya.
Kritik itu mencuat setelah Appi diketahui aktif melakukan roadshow politik ke berbagai daerah, mulai dari Sinjai, Soppeng, Wajo, hingga kawasan Ajatappareng. Aktivitas ini ditafsirkan sebagian pihak sebagai bentuk ambisi pribadi untuk merebut kursi Ketua DPD I Golkar Sulsel, ketimbang konsentrasi membenahi Makassar.
Namun, Pengamat Politik dari Universitas Hasanuddin (Unhas), Lukman Irwan, menilai bahwa kritik tersebut terlalu menyederhanakan peran kepala daerah dalam era pemerintahan modern. Ia menegaskan bahwa seorang wali kota tidak hanya bertugas sebagai administrator pelayanan publik, tetapi juga sebagai figur politik yang berperan dalam konsolidasi kekuasaan dan strategi pembangunan.
“Dalam tata kelola pemerintahan saat ini, pemimpin daerah juga adalah aktor politik. Kegiatan politik yang dilakukan di luar kota, selama tidak melanggar hukum dan tidak mengganggu roda pemerintahan, sah sebagai bagian dari hak politik seorang kepala daerah,” kata Lukman, Senin (26/05).
Lukman, yang merupakan alumni FISIP Unhas, menyebut bahwa sistem birokrasi saat ini memungkinkan adanya pembagian tugas dan delegasi wewenang. Artinya, roda pemerintahan tetap berjalan meski wali kota menjalankan agenda politik di luar kota.
“Jangan lupa, kita punya wakil wali kota dan perangkat daerah yang bisa menjalankan fungsi operasional harian. Tidak semua kebijakan butuh keterlibatan wali kota secara langsung setiap saat,” ujarnya.
Menurutnya, safari politik seperti yang dilakukan Appi justru bisa mendatangkan manfaat jangka panjang bagi Makassar. Konsolidasi lintas daerah, tambah Lukman, membuka peluang kerja sama antarwilayah dan memperkuat jaringan politik yang bisa berpengaruh pada alokasi anggaran dan dukungan program pembangunan pusat.
“Pemimpin hari ini harus bisa membangun jejaring lintas daerah dan nasional. Kalau Wali Kota Makassar punya akses lebih luas karena posisinya di partai besar, itu bisa memperkuat daya tawar kota ini di tingkat provinsi bahkan pusat,” terangnya.
Lebih jauh, Lukman mengingatkan bahwa di era demokrasi yang terbuka, aktivitas politik kepala daerah tidak boleh dianggap sebagai pengabaian tugas. Ia menekankan perlunya membedakan antara kritik politik berbasis opini dan evaluasi berbasis data serta kinerja faktual.
“Menyerang aktivitas politik kepala daerah seolah-olah itu pelanggaran, tanpa melihat dampaknya terhadap kebijakan dan pelayanan publik, justru melemahkan semangat demokrasi. Kritik harus berbasis capaian, bukan asumsi,” jelasnya.
Lukman juga mengingatkan bahwa partisipasi aktif kepala daerah dalam dinamika partai politik bisa memperkuat stabilitas pemerintahan daerah.
“Pak Appi bukan hanya kepala birokrat. Dia juga kader partai yang sah secara politik, dan perannya dalam partai bisa membantu memperkuat koordinasi lintas kepentingan,” tegasnya.
Lukman berharap agar publik, termasuk kalangan legislatif, tidak terjebak dalam dikotomi sempit antara tugas eksekutif dan peran politik kepala daerah. Ia mengajak semua pihak untuk menilai kepemimpinan Munafri Arifuddin secara lebih menyeluruh.
“Kita butuh pemimpin yang aktif, strategis, dan visioner. Kalau aktivitas politik itu dijalankan tanpa menelantarkan rakyat, maka itu bagian dari dedikasi, bukan pengkhianatan,” pungkasnya.
Sebelumnya, Sejumlah fraksi di DPRD Kota Makassar menilai pemerintahan Appi belum menunjukkan progres yang berarti sejak dilantik.
Salah satu kritik paling tajam datang dari Ketua Fraksi Gerindra DPRD Makassar, Kasrudi. Ia menyebut bahwa hampir tidak ada gebrakan signifikan yang dilakukan oleh Wali Kota Munafri selama hampir 100 hari pertama masa jabatannya.
“Hampir 100 hari, Pak Munafri belum melakukan apa-apa. Di Dapil saya, Panakukang-Manggala, tidak pernah turun, tidak pernah sapa warga. Yang ada cuma potong pita dan gunting-gunting,” ujar Kasrudi saat ditemui di gedung DPRD Makassar, Senin (19/05).
Menurutnya, berbagai janji kampanye Munafri belum juga menunjukkan tanda-tanda realisasi. Beberapa di antaranya adalah janji iuran sampah gratis serta pembangunan stadion yang digadang-gadang menjadi ikon baru Kota Makassar.
“Mana realisasinya? Stadion juga cuma diukur-ukur, tidak ada anggaran yang jelas,” tegasnya.
Kasrudi juga menyindir aktivitas Munafri yang belakangan aktif melakukan safari politik ke sejumlah partai. Ia mempertanyakan prioritas sang Wali Kota, yang dinilai lebih fokus mencari dukungan politik ketimbang mengurus permasalahan di Kota Makassar.
“Mau jadi Ketua Golkar? Ya silakan. Tapi Golkar itu partai tua yang tahu nilai kader. Kalau kerjamu bagus, tidak perlu keliling, akan dipanggil sendiri. Ini kok belum kerja, tapi sibuk keliling (Safari Politik),” kritik Kasrudi.