
KabarMakassar.com — Pemerintah Kota Makassar bersama Satuan Tugas Wilayah (Satgaswil) Densus 88 Antiteror terus memperkuat kerja sama dalam rangka mencegah penyebaran paham intoleran dan radikal di tengah masyarakat.
Kolaborasi ini diwujudkan melalui program pembinaan terhadap eks narapidana terorisme (napiter) serta sosialisasi yang menyasar berbagai elemen warga, termasuk generasi muda.
Menurut AKP Faisal dari Densus 88, program pembinaan terhadap eks napiter yang dijalankan Pemkot Makassar kini membina sebanyak 82 orang.
Dalam hal ini, Densus 88 berperan sebagai fasilitator, terutama dalam aspek pendidikan bagi anak-anak eks napiter. Ia menegaskan bahwa seluruh eks napiter tersebut merupakan binaan resmi dari pemerintah kota.
“Mereka adalah binaan pemerintah daerah. Kami hanya memfasilitasi, seperti membantu proses pendidikan bagi keluarga mereka,” kata Faisal dalam pertemuan dengan Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin, Selasa (27/05).
Faisal juga menggarisbawahi bahwa pendekatan pembinaan tidak hanya terbatas pada aspek keamanan, tetapi mencakup dukungan sosial, ekonomi, dan pendidikan. Hal ini bertujuan agar proses reintegrasi eks napiter ke masyarakat dapat berjalan lebih cepat dan efektif.
Ia menyebut bahwa komunikasi menjadi faktor kunci dalam proses deradikalisasi.
“Banyak yang awalnya tertutup karena tidak ada komunikasi dengan pihak luar. Begitu komunikasi terjalin, mereka menyadari bahwa selama ini hanya terjadi kesalahpahaman,” ungkapnya.
Densus 88 juga mengapresiasi upaya Wali Kota Makassar yang secara konsisten menjalin silaturahmi dengan para eks napiter setiap enam bulan sekali. Tradisi ini dinilai membantu membangun kepercayaan dan memperkuat keterbukaan antara eks napiter dengan lingkungan sosialnya.
Sementara itu, Kompol Soffan Anssyari dari Tim Densus 88 Satgaswil Sulawesi Selatan mengungkapkan bahwa tingkat intoleransi di wilayah Makassar saat ini menunjukkan tren peningkatan yang mengkhawatirkan.
Ia menegaskan bahwa intoleransi merupakan tahap awal yang bisa berkembang menjadi radikalisme dan bahkan terorisme.
“Kasus di lapangan menunjukkan adanya remaja yang telah berbaiat ke ISIS. Bahkan, kami juga mewaspadai potensi paparan di kalangan aparatur sipil negara,” ujarnya.
Sebagai respons terhadap kondisi tersebut, Densus 88 dan Pemkot Makassar tengah merancang berbagai kegiatan sosialisasi di sektor pendidikan dan pemerintahan. Sosialisasi ini akan menyasar pelajar, mahasiswa, serta ASN untuk meningkatkan pemahaman tentang bahaya radikalisme dan pentingnya toleransi.
“Anak-anak sekarang banyak belajar agama dari sumber yang tidak kredibel. Guru-guru agama yang berpaham moderat perlu diberi ruang agar anak-anak mendapatkan pemahaman yang benar,” tambah Soffan.
Di sisi lain, Wali Kota Makassar Munafri Arifuddin menyampaikan bahwa radikalisme merupakan persoalan sosial yang membutuhkan pendekatan kolaboratif. Ia menekankan bahwa upaya pencegahan harus melibatkan semua pihak dan dilakukan secara terstruktur.
“Kita tidak ingin hal-hal yang tidak diinginkan terjadi di Makassar. Karena itu, penguatan peran Linmas di kelurahan akan kami lakukan untuk membantu sosialisasi langsung ke warga,” jelasnya.
Munafri juga mengungkapkan rencana untuk memberikan pelatihan khusus bagi Linmas agar mereka dapat menjalankan fungsi preventif di masyarakat. Selain itu, penambahan kamera pengawas (CCTV) dan lampu penerangan jalan menjadi bagian dari strategi memperkuat keamanan lingkungan.
“Langkah-langkah ini tidak hanya simbolis, tapi bagian dari strategi nyata untuk membangun lingkungan yang tangguh terhadap paham radikal,” ujarnya.
Ia menyimpulkan bahwa keberhasilan pencegahan radikalisme membutuhkan sinergi kuat antara pemerintah, aparat keamanan, dan masyarakat.
Melalui pendekatan yang menyentuh aspek kemanusiaan dan sosial, Pemkot Makassar berharap mampu menciptakan kota yang aman dan inklusif bagi seluruh warganya.