KabarMakassar.com – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) semakin gencar meningkatkan literasi keuangan digital, khususnya bagi generasi muda di Sulawesi Selatan (Sulsel).
Langkah ini diambil seiring dengan perubahan regulasi aset kripto yang kini beralih dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) ke OJK sejak awal tahun ini.
Kepala OJK Sulselbar, Darwisman, mengungkapkan bahwa pihaknya menargetkan edukasi kepada generasi milenial dan Gen Z yang menjadi kelompok demografi dominan di Sulsel.
Dengan populasi lebih dari 9,46 juta jiwa, mayoritas penduduk usia produktif di daerah ini dinilai memiliki potensi besar dalam adopsi teknologi keuangan digital, termasuk aset kripto.
“Generasi muda cenderung lebih cepat beradaptasi dengan inovasi digital, tetapi mereka juga lebih rentan terhadap risiko investasi. Oleh karena itu, peningkatan literasi keuangan digital menjadi hal yang sangat penting,” ujar Darwisman dalam keterangan resminya, dikutip Jumat (28/02).
OJK mencatat bahwa investasi di aset kripto memiliki berbagai risiko, mulai dari volatilitas harga yang ekstrem, potensi peretasan, pengaruh sentimen pasar, hingga ancaman investasi bodong.
Selain itu, risiko likuiditas, kehilangan akses terhadap aset, serta ancaman pencurian juga menjadi faktor yang perlu diwaspadai oleh investor muda.
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi keuangan, OJK menekankan bahwa akses terhadap layanan keuangan semakin luas.
Namun, indeks literasi keuangan digital di Indonesia masih perlu ditingkatkan agar masyarakat, khususnya anak muda, dapat memahami risiko yang ada dan mengambil keputusan investasi yang lebih bijak.
“Literasi keuangan digital yang kuat akan membantu generasi muda agar tidak terjebak dalam investasi yang berisiko tinggi tanpa pemahaman yang memadai,” tambahnya.
Berdasarkan data terbaru OJK, nilai transaksi aset kripto di Indonesia mencapai Rp556,63 triliun sepanjang Januari hingga November 2024, meningkat drastis sebesar 356,16% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Jumlah pelanggan aset kripto juga meningkat 33,4% menjadi 22,1 juta orang pada 2024.
Melihat tren ini, OJK berkomitmen untuk terus memperkuat edukasi di berbagai daerah, termasuk Sulsel, guna menciptakan ekosistem investasi digital yang lebih aman dan terjamin.
Dengan meningkatnya pemahaman masyarakat, diharapkan para investor muda bisa lebih bijak dalam berinvestasi di era digital ini.
Sebelumnya diberitakan, Kementerian Perdagangan (Kemendag) melalui Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) secara resmi mengalihkan tugas pengaturan dan pengawasan aset keuangan digital, termasuk aset kripto, serta derivatif keuangan kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Bank Indonesia (BI).
Proses pengalihan ini ditandai dengan penandatanganan Berita Acara Serah Terima (BAST) dan Nota Kesepahaman (NK) yang berlangsung di Kantor Kemendag, Jakarta, Jumat (10/1).
Penandatanganan BAST dilakukan oleh Plt. Kepala Bappebti, Tommy Andana; Asisten Gubernur Bank Indonesia, Donny Hutabarat; Deputi Komisioner Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Moch. Ihsanuddin; serta Deputi Komisioner Pengawas Pengelolaan Investasi Pasar Modal dan Lembaga Efek OJK, I.B. Aditya Jayaantara.
Setelah itu, dilakukan penandatanganan NK yang melibatkan Plt. Kepala Bappebti, Tommy Andana; Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Destry Damayanti; Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital, dan Aset Kripto OJK, Hasan Fawzi; serta Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK, Inarno Djajadi.
Acara ini turut dihadiri dan disaksikan langsung oleh Menteri Perdagangan, Budi Santoso, dan Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar.
Menteri Perdagangan Budi Santoso mengungkapkan bahwa pengalihan tugas ini bertujuan untuk memberikan kepastian hukum bagi sektor keuangan digital dan derivatif keuangan.
Menurutnya, langkah ini juga akan mendukung keamanan dan transparansi bagi pelaku pasar dan ekonomi secara keseluruhan.
“Kami yakin langkah ini akan membawa manfaat jangka panjang bagi sektor keuangan dan pasar fisik aset kripto di Indonesia,” jelas Budi Santoso.
Tugas pengaturan dan pengawasan yang dialihkan dari Bappebti ke OJK meliputi aset keuangan digital, termasuk aset kripto, serta derivatif keuangan yang terkait dengan pasar modal.
Sementara itu, tugas yang dialihkan kepada Bank Indonesia mencakup pengawasan derivatif keuangan dengan underlying instrumen di pasar uang dan pasar valuta asing (PUVA).
Proses pengalihan ini dilakukan berdasarkan amanat Pasal 8 angka 4 dan Pasal 312 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK), serta Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2024 tentang Peralihan Tugas Pengaturan dan Pengawasan Aset Keuangan Digital Termasuk Aset Kripto serta Derivatif Keuangan.
Pengalihan ini ditargetkan selesai dalam jangka waktu 24 bulan sejak UU P2SK diundangkan, yaitu pada 10 Januari 2025.
Untuk mempersiapkan proses transisi ini, Bappebti, OJK, dan BI telah melakukan koordinasi terkait pengaturan, penyiapan infrastruktur pengawasan, serta penyelenggaraan diskusi pengembangan pengawasan.
Selain itu, mereka juga aktif meningkatkan literasi kepada masyarakat bersama berbagai pihak, termasuk kementerian/lembaga, industri, dan penyelenggara terkait.
Ketua Dewan Komisioner OJK, Mahendra Siregar, menyatakan bahwa pengalihan tugas ini merupakan langkah penting untuk menjaga stabilitas sistem keuangan sekaligus memperdalam pasar keuangan terintegrasi.
“Industri derivatif keuangan dengan underlying efek dan aset keuangan digital termasuk aset kripto yang sebelumnya diawasi oleh Bappebti sudah berjalan dengan baik. Kami akan memastikan transisi berlangsung seamless untuk menghindari gejolak di pasar,” tegas Mahendra.
OJK juga telah mengeluarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (POJK) Nomor 27 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital Termasuk Aset Kripto (POJK AKD AK) dan Surat Edaran OJK (SEOJK) Nomor 20/SEOJK.07/2024 tentang Penyelenggaraan Perdagangan Aset Keuangan Digital Termasuk Aset Kripto (SEOJK AKD AK).
Peraturan ini mengatur pokok-pokok kebijakan terkait perdagangan aset keuangan digital. Selain itu, OJK telah menyiapkan sistem perizinan digital melalui Sistem Perizinan dan Registrasi Terintegrasi (SPRINT) untuk mendukung pengembangan ekosistem keuangan digital.
Sementara itu, Bank Indonesia juga berkomitmen mendukung pengalihan pengaturan dan pengawasan derivatif PUVA sesuai amanat UU P2SK.
Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, menyebut bahwa pengalihan tugas ini memberikan peluang besar bagi BI untuk memperluas instrumen keuangan yang mendukung tugasnya di bidang moneter dan pengembangan pasar uang.
“Pasar derivatif PUVA memiliki potensi besar sebagai alternatif instrumen hedging, yang akan mendukung stabilitas ekonomi di tengah ketidakpastian global,” ungkapnya.
Destry menambahkan, BI akan memastikan kelangsungan usaha di pasar derivatif PUVA tetap terjaga selama proses transisi berlangsung.
Untuk itu, BI dan Bappebti telah sepakat membentuk kelompok kerja guna memastikan kelancaran pengalihan tugas.
Pengalihan tugas ini diharapkan dapat mendorong pengembangan pasar keuangan yang lebih dalam, kredibel, dan kompetitif.
Dengan sinergi yang kuat antara Kemendag, OJK, dan BI, proses ini diharapkan mampu memperkuat ekosistem keuangan digital dan derivatif menuju tercapainya visi Indonesia Emas 2045.