
KabarMakassar.com — Wali Kota Makassar, Munafri Arifuddin, merespons putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memperluas kewajiban negara dalam menjamin pendidikan dasar gratis.
Tidak hanya berlaku di sekolah negeri, kini negara juga diwajibkan menanggung biaya pendidikan bagi masyarakat kurang mampu di sekolah swasta.
Putusan yang tertuang dalam Nomor 3/PUU-XXII/2024 ini mengubah norma Pasal 34 ayat (2) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas). Bila sebelumnya hanya sekolah negeri yang dibiayai penuh oleh negara, maka kini lembaga pendidikan swasta juga masuk dalam tanggung jawab pemerintah untuk kelompok masyarakat tidak mampu.
Munafri menyatakan bahwa Pemerintah Kota Makassar menyambut baik semangat pemerataan akses pendidikan. Namun, ia menegaskan bahwa implementasi kebijakan ini tidak bisa dilakukan secara tergesa-gesa di tingkat daerah sebelum adanya petunjuk teknis dari pemerintah pusat.
“Kan kita masih tunggu dulu aturan lebih detailnya seperti apa,” kata Munafri, Kamis (29/5).
Menurutnya, sekolah swasta memiliki karakteristik berbeda dari sekolah negeri, terutama dalam hal struktur pembiayaan. Sekolah swasta umumnya dibangun dan dikelola oleh pihak non-pemerintah, dan operasionalnya sangat bergantung pada pembayaran dari peserta didik.
“Karena sekolah swasta itu kan berbeda dengan sekolah negeri. Mereka dibangun dan dikelola oleh pihak non-pemerintah,” jelasnya.
Ia menambahkan, skema pelibatan sekolah swasta dalam kebijakan pendidikan gratis membutuhkan kejelasan dalam aspek pendanaan dan pengawasan. Oleh karena itu, petunjuk pelaksanaan (juklak) dan petunjuk teknis (juknis) dari kementerian terkait sangat diperlukan.
“Swasta ini kan menerima bayaran, mereka punya tanggung jawab operasional. Kita tunggu arahan pusat,” tegas Munafri.
Putusan MK ini sejatinya sejalan dengan upaya Pemkot Makassar dalam mengatasi keterbatasan daya tampung sekolah negeri. Pada pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) 2025, Pemerintah Kota memprediksi lebih dari 8.000 lulusan SD tidak akan tertampung di SMP negeri karena keterbatasan jumlah rombongan belajar dan fasilitas sekolah.
Salah satu opsi yang tengah dikaji adalah menjalin koordinasi dengan sekolah swasta untuk menampung siswa yang tidak lolos di sekolah negeri.
“Kalau mereka tidak tertampung di SMP negeri, maka solusinya adalah mengarahkan ke SMP swasta. Kita akan atur mekanisme ini secara teknis agar tidak ada anak yang tertinggal,” ujar Munafri.
Meski begitu, ia tidak menutup kemungkinan adanya penambahan jumlah sekolah negeri atau rombongan belajar di masa mendatang. Namun, menurutnya, kebijakan tersebut harus melalui kajian yang komprehensif agar tidak mengganggu eksistensi sekolah swasta.
“Jika diperlukan penambahan sekolah negeri, maka kita harus hitung secara detail. Termasuk dampaknya terhadap eksistensi sekolah swasta. Semua aspek harus dipertimbangkan dengan matang,” pungkasnya.